Sangat wajar gubernur kecewa soal minimnya kontribusi perkebunan untuk daerah

id Sangat wajar gubernur kecewa soal minimnya kontribusi perkebunan untuk daerah,Sugianto sabran,Karang taruna,Kalteng,Abdul Hafid

Sangat wajar gubernur kecewa soal minimnya kontribusi perkebunan untuk daerah

Gubernur H Sugianto Sabran berbincang ringan dengan Bupati H Supian Hadi dan Ketua Karang Taruna Kalteng Abdul Hafid saat peringatan Sumpah Pemuda di Sampit, belum lama ini. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Ketua Karang Taruna Provinsi Kalimantan Tengah, Abdul Hafid menilai, sangat wajar Gubernur H Sugianto Sabran kecewa terhadap minimnya kontribusi perusahaan besar swasta, khususnya perkebunan kelapa sawit terhadap daerah.

"Saya rasa bukan cuma gubernur, tetapi kita masyarakat Kalimantan Tengah bisa menilai dan merasakan sendiri bahwa kontribusi perusahaan besar swasta perkebunan kelapa sawit terhadap daerah kita ini belum begitu terlihat. Artinya, kegelisahan gubernur itu merupakan fakta yang memang terjadi di lapangan," kata Abdul Hafid di Sampit, Rabu.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, hingga tahun 2016 lalu luas perkebunan kelapa sawit di provinsi ini mencapai 1.495.605,89 hektare. Areal itu tersebar di 13 kabupaten dan satu kota, yang berarti tidak ada kabupaten/kota di provinsi ini yang tidak memiliki perkebunan kelapa sawit.

Banyaknya perusahaan dan luasnya perkebunan kelapa sawit, seharusnya menjadi potensi besar bagi daerah-daerah penghasil seperti Kalimantan Tengah. Namun nyatanya, Kalimantan Tengah selaku pemilik wilayah justru nyaris tidak menikmati secara langsung besarnya potensi sektor ini.

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tidak ada mengatur bagi hasil sektor perkebunan untuk daerah. Akibatnya, Kalimantan Tengah dan daerah penghasil lainnya hanya bisa gigit jari melihat potensi itu ditarik oleh pemerintah pusat.

Menurut Abdul Hafid, kondisi yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Daerah malah harus menanggung imbas kurang baik akibat makin tingginya aktivitas perkebunan kelapa sawit. Jalan menjadi cepat rusak akibat angkutan sawit yang jauh melebihi kapasitas jalan. 

Dana miliaran harus digelontorkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk memperbaiki kerusakan jalan itu setiap tahunnya. Memang tidak hanya angkutan sawit yang melintasi jalan, namun angkutan produksi sawit diyakini berkontribusi besar terhadap lajunya kerusakan jalan.

Kondisi itulah yang dinilai tidak adil karena pendapatan sektor perkebunan kelapa sawit dipungut pemerintah pusat, sementara daerah menanggung dampak kerusakannya. Pemerintah pusat dinilai tutup mata terhadap masalah ini, padahal masyarakat di daerah yang merasakan penderitaannya.

Abdul Hafid tidak menapikan ada program tanggung jawab sosial atau CSR (corporate social responsibility) yang dijalankan perusahaan, namun secara umum belum dirasakan signifikan. Forum CSR yang dibentuk dengan harapan menjadi saluran bagi perusahaan membantu daerah, hingga kini belum berjalan efektif.

Perusahaan perkebunan kelapa sawit juga enggan berkantor pusat di Kalimantan Tengah. Padahal jika itu dilakukan maka akan berdampak terhadap pendapatan asli daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Kondisi itulah yang membuat pemerintah di bawah kepemimpinan Gubernur H Sugianto Sabran berinisiatif membuat peraturan gubernur dan peraturan daerah yang mengatur pungutan kepada pihak ketiga. Ini merupakan upaya pemerintah daerah menagih hak daerah dari hasil perkebunan dan nantinya juga digunakan untuk pembangunan daerah.

"Pemeritah pusat seharusnya legowo dan memberi peluang karena hak daerah ada di sana. Jika ada regulasi yang belum sesuai, seharusnya pemerintah pusat membantu agar peraturan gubernur dan peraturan daerah yang dibuat Kalimantan Tengah sesuai aturan hukum," ujar Abdul Hafid.

Abdul Hafid yakin masyarakat Kalimantan Tengah sepaham dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan gubernur. Pemerintah pusat harus adil terhadap daerah dan menyerahkan hasil yang memang sudah seharusnya menjadi hak daerah.