Pengangguran di Kotim didominasi warga berpendidikan tinggi
Sampit (Antaranews Kalteng) - Angka pengangguran di Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, masih cukup tinggi dan ternyata justru didominasi oleh warga yang berpendidikan cukup tinggi.
"Umumnya penduduk dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, lebih sedikit yang menganggur daripada penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Artinya, pengangguran didominasi pada tingkat pendidikan yang relatif tinggi," kata Wakil Bupati HM Taufiq Mukri di Sampit, Kamis.
Fakta itu diungkapkan Taufiq saat konsultasi publik rancangan awal rencana kerja pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2020. Konsultasi publik dihadiri berbagai elemen masyarakat di antaranya tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi pemuda, akademisi, mahasiswa dan lainnya.
Taufiq menyebutkan, angka pengangguran terbuka di Kotawaringin Timur pada 2017 masih tinggi, yaitu sebesar 4,92 persen. Hal yang cukup ironis karena mereka yang menganggur justru yang berlatar belakang pendidikan cukup tinggi.
Belum diketahui apakah hal itu akibat pencari kerja berpendidikan terlalu memilih-milih jenis pekerjaan atau karena faktor lain. Fakta di lapangan, perusahaan besar swasta, khususnya perkebunan kelapa sawit masih sering membuka lowongan pekerjaan, namun umumnya memang untuk pekerja lapangan.
Tingginya angka pengangguran itu menjadi perhatian pemerintah daerah. Berbagai program akan dioptimalkan untuk membuka lapangan kerja dan mewujudkan pemerataan lapangan kerja.
"Kami mengajak pihak swasta bersinergi dengan pemerintah dalam upaya pemerataan dan kesempatan kerja serta lapangan berusaha. Pemerintah daerah juga terus berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat," jelas Taufiq.
Taufiq menambahkan, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kotawaringin Timur sebesar 6,24 persen atau sekitar 27.700 jiwa pada 2017. Secara persentase, angka itu menurun dari tahun 2016 sebesar 6,32 persen atau turun sebesar 0,08 persen.
"Dengan demikian diperlukan upaya-upaya yang serius untuk menurunkan angka kemiskinan melalui program dan kegiatan yang tepat sasaran," sambung Taufiq.
Sementara itu di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017, rata-rata lama sekolah seorang anak terhitung hanya sebesar 7,89 tahun atau setara kelas dua SMP. Hal itu belum mencapai target sebesar 8,28 tahun. Penanggulangannya dilakukan melalui program wajib belajar sembilan tahun.
"Umumnya penduduk dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, lebih sedikit yang menganggur daripada penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Artinya, pengangguran didominasi pada tingkat pendidikan yang relatif tinggi," kata Wakil Bupati HM Taufiq Mukri di Sampit, Kamis.
Fakta itu diungkapkan Taufiq saat konsultasi publik rancangan awal rencana kerja pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2020. Konsultasi publik dihadiri berbagai elemen masyarakat di antaranya tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi pemuda, akademisi, mahasiswa dan lainnya.
Taufiq menyebutkan, angka pengangguran terbuka di Kotawaringin Timur pada 2017 masih tinggi, yaitu sebesar 4,92 persen. Hal yang cukup ironis karena mereka yang menganggur justru yang berlatar belakang pendidikan cukup tinggi.
Belum diketahui apakah hal itu akibat pencari kerja berpendidikan terlalu memilih-milih jenis pekerjaan atau karena faktor lain. Fakta di lapangan, perusahaan besar swasta, khususnya perkebunan kelapa sawit masih sering membuka lowongan pekerjaan, namun umumnya memang untuk pekerja lapangan.
Tingginya angka pengangguran itu menjadi perhatian pemerintah daerah. Berbagai program akan dioptimalkan untuk membuka lapangan kerja dan mewujudkan pemerataan lapangan kerja.
"Kami mengajak pihak swasta bersinergi dengan pemerintah dalam upaya pemerataan dan kesempatan kerja serta lapangan berusaha. Pemerintah daerah juga terus berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat," jelas Taufiq.
Taufiq menambahkan, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kotawaringin Timur sebesar 6,24 persen atau sekitar 27.700 jiwa pada 2017. Secara persentase, angka itu menurun dari tahun 2016 sebesar 6,32 persen atau turun sebesar 0,08 persen.
"Dengan demikian diperlukan upaya-upaya yang serius untuk menurunkan angka kemiskinan melalui program dan kegiatan yang tepat sasaran," sambung Taufiq.
Sementara itu di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017, rata-rata lama sekolah seorang anak terhitung hanya sebesar 7,89 tahun atau setara kelas dua SMP. Hal itu belum mencapai target sebesar 8,28 tahun. Penanggulangannya dilakukan melalui program wajib belajar sembilan tahun.