Jakarta (ANTARA) - Perselisihan-perselisihan kecil dalam rumah tangga merupakan salah satu penyebab signifikan perceraian menurut psikolog keluarga.
"Berdasarkan penelitian terbukti bahwa daily hassles (perselisihan kecil yang sehari-hari sering terjadi) merupakan sumber yang cukup signifikan terhadap meningkatnya angka perceraian dalam rumah tangga," kata psikolog keluarga Oriza Sativa di Jakarta, Jumat (1/3).
Oriza menjelaskan pertengkaran kecil yang terus menerus terjadi bisa membahayakan pernikahan, karena akan menimbulkan tumpukan tekanan dan stres yang memicu frustasi.
"Kebanyakan pasien yang konsultasi ke saya permasalahannya memang seperti itu," ujarnya.
Data Pengadilan Agama Jakarta Pusat juga menunjukkan bahwa dari 1.796 gugatan cerai yang masuk sepanjang tahun 2018 ada 558 kasus perceraian yang terjadi karena perselisihan, 469 kasus karena faktor ekonomi dan 411 kasus karena salah satu pasangan pergi.
Elemen Penting
Oriza menjelaskan pula bahwa lama usia pernikahan tidak menjamin keharmonisan rumah tangga.
"Selain toleransi, dukungan, kesabaran dan kerja sama, setiap pasangan juga harus memiliki elemen penting dalam cinta, seperti berbagi, peduli, memberi, pengertian, berkorban, melindungi, elemen tersebut merupakan bagian penting dari nilai hidup di dalam pernikahan," kata dia
Perempuan asal Surabaya ini mengungkapkan, sejatinya pernikahan adalah soal toleransi terhadap kekurangan pasangan, dan adaptasi terhadap tujuan hidup bersama.
"Dukungan sosial sangatlah penting, tidak heran apabila pada kenyataannya banyak pasangan yang berpaling hanya karena ingin mendapatkan dukungan atau penguatan mental," ujar Oriza.
Selain faktor tersebut, Oriza mengatakan, pada kenyataannya faktor ekonomi juga termasuk penyebab paling besar kasus perceraian.
"Tuntutan keuangan semakin tinggi kepada suami, terkadang dinilai tidak masuk akal, dan (suami) menganggap istri sebagai pribadi yang penuntut," kata dia.
Jumlah kasus gugatan cerai yang masuk ke pengadilan-pengadilan agama di wilayah DKI Jakarta sepanjang 2018 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Di Pengadilan Agama Jakarta Pusat, gugatan cerai yang masuk sepanjang 2018 mencapai 1.796, meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 yang jumlahnya tercatat 1.527 kasus.
Pengadilan Agama Jakarta Utara juga mencatat peningkatan jumlah kasus gugatan perceraian dari 2.594 kasus pada 2017 menjadi menjadi 2.920 kasus tahun 2018; dan kasus gugatan cerai yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Barat naik dari 3.718 kasus tahun 2017 menjadi 4.373 kasus pada 2018.
Demikian pula di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, di mana jumlah kasus gugatan cerai naik dari 5.642 pada 2017 menjadi 5.690 pada 2018.
Sementara Pengadilan Agama Jakarta Timur mencatat kenaikan kasus gugatan cerai tertinggi, dari 5.773 kasus tahun 2017 menjadi 6.695 kasus tahun 2018.