Dubes India: Polusi Jakarta jadi masalah khas kota besar
Jakarta (ANTARA) - Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat mengatakan pencemaran udara di Jakarta merupakan masalah yang cukup umum dihadapi kota-kota besar karena tingkat kepadatan penduduknya relatif tinggi dibandingkan dengan wilayah lain.
"Tiap hari jutaan orang dan kendaraan memasuki Jakarta, tentu ada banyak tantangan yang dihadapi pemerintah. Namun bagi saya, Jakarta cukup baik mengatasi berbagai tantangan khas kota besar (seperti pencemaran, red)," kata Dubes Rawat saat ditemui usai menghadiri peringatan 150 tahun kelahiran Mahatma Gandhi di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, tingkat pencemaran di Jakarta masih terbilang terkendali apabila dibandingkan dengan beberapa kota di negara lain, termasuk di India.
"Jika melihat situasi di India, Jakarta masih terbilang baik apalagi melihat kota ini cukup bersih dan sistem transportasi umumnya cukup baik," kata Rawat.
Alhasil, Rawat meyakini ia belum perlu mengenakan masker untuk melindungi diri dari polusi udara di ibu kota.
"Saya kira tidak perlu masker. Di Jakarta, menurut saya, masih cukup bersih dan aman," ujar dia.
Selama berdinas dua tahun di Jakarta, Rawat mengatakan ia justru menyaksikan ibu kota Indonesia itu terus berbenah dalam menata lalu lintas dan menyediakan moda transportasi massal seperti Ratangga atau Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT).
Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di halaman rumah dinasnya, Rabu, mengatakan kurang baiknya kualitas udara di ibu kota salah satunya disebabkan faktor cuaca.
Walaupun demikian, ia mengatakan pihaknya berdasarkan kajian dari Dinas Lingkungan Hidup akan menyampaikan kajian lengkap serta strategi yang akan ditempuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna mengurangi tingkat pencemaran di ibu kota.
Dalam sepekan terakhir, catatan aplikasi penghitung kualitas udara berbasis satelit AirVisual menunjukkan Jakarta menempati daftar 10 besar kota dengan tingkat pencemaran buruk di dunia.
Walaupun demikian, pengukuran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per 30 Juli menunjukkan hanya Jakarta Selatan yang kualitas udaranya tidak sehat, sementara empat kota administrasi lainnya memiliki tingkat pencemaran sedang.
"Tiap hari jutaan orang dan kendaraan memasuki Jakarta, tentu ada banyak tantangan yang dihadapi pemerintah. Namun bagi saya, Jakarta cukup baik mengatasi berbagai tantangan khas kota besar (seperti pencemaran, red)," kata Dubes Rawat saat ditemui usai menghadiri peringatan 150 tahun kelahiran Mahatma Gandhi di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, tingkat pencemaran di Jakarta masih terbilang terkendali apabila dibandingkan dengan beberapa kota di negara lain, termasuk di India.
"Jika melihat situasi di India, Jakarta masih terbilang baik apalagi melihat kota ini cukup bersih dan sistem transportasi umumnya cukup baik," kata Rawat.
Alhasil, Rawat meyakini ia belum perlu mengenakan masker untuk melindungi diri dari polusi udara di ibu kota.
"Saya kira tidak perlu masker. Di Jakarta, menurut saya, masih cukup bersih dan aman," ujar dia.
Selama berdinas dua tahun di Jakarta, Rawat mengatakan ia justru menyaksikan ibu kota Indonesia itu terus berbenah dalam menata lalu lintas dan menyediakan moda transportasi massal seperti Ratangga atau Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT).
Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di halaman rumah dinasnya, Rabu, mengatakan kurang baiknya kualitas udara di ibu kota salah satunya disebabkan faktor cuaca.
Walaupun demikian, ia mengatakan pihaknya berdasarkan kajian dari Dinas Lingkungan Hidup akan menyampaikan kajian lengkap serta strategi yang akan ditempuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna mengurangi tingkat pencemaran di ibu kota.
Dalam sepekan terakhir, catatan aplikasi penghitung kualitas udara berbasis satelit AirVisual menunjukkan Jakarta menempati daftar 10 besar kota dengan tingkat pencemaran buruk di dunia.
Walaupun demikian, pengukuran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per 30 Juli menunjukkan hanya Jakarta Selatan yang kualitas udaranya tidak sehat, sementara empat kota administrasi lainnya memiliki tingkat pencemaran sedang.