Palangka Raya (ANTARA) - Dekan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya Jhon Terson membenarkan bahwa pihaknya ada menerima laporan, terkait adanya dugaan pungutan liar oleh salah seorang oknum dosen berinisial AS terhadap mahasiswa yang jumlahnya mencapai jutaan rupiah.
Dugaan pungli terhadap mahasiswa itu sudah disampaikan sekitar 26 Juni 2019 berupa lisan dan langsung membahasnya dengan Ketua Jurusan serta Wakil Dekan Fakultas Hukum, kata Jhon Terson saat konfrensi pers di gedung Rektorat UPR, Jumat.
"Setelah dibahas, diputuskanlah dugaan pungli itu masuk kategori berat di Kode Etik FH UPR. Karena masuk kategori berat, maka mahasiswa yang melaporkan itu diminta membuat laporan tertulis. Setelah itu, dibentuk tim investigasi," ucapnya.
Adapun Tim Investigasi yang bertugas menindaklanjuti laporan tersebut melibatkan mantan Sekda Kalteng DR Siun Jarias SH MH, mantan Dekan FH UPR sekaligus mantan Pembantu Rektor UPR Lewie A Rahu SH MH, dan Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan UPR DR H Suriansyah Murhaini SH MH.
Jhon mengatakan pelibatan ketiga orang itu untuk mencegah adanya pengaruh emosional terhadap investigasi, telah berpengalaman dalam hal kepegawaian. Sebab, permasalahan tersebut berkaitan langsung dengan masa depan seseorang, dan bentuk keputusan yang akan diterbitkan rawan digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Tim investigasi itu pada tanggal 24 Juli 2019 menerbitkan, dan pada tanggal 25 Juli 2019 sampai kepada saya selaku Dekan FH UPR. Setelah saya baca, rekomendasi yang diberikan Tim Investigasi itu ternyata pelanggarannya masuk kategori sedang seperti tertera di Kode Etik FH UPR," kata Jhon.
Baca juga: Oknum dosen FH UPR diduga memungli mahasiswa hingga jutaan rupiah
Pada tanggal 30 Juli 2019 Dekan FH UPR itu pun menyurati Wakil Dekan terkait penerapan pasal pemberian sanksi terhadap oknum dosen berinisial AS tersebut. Namun, setelah dilakukan diskusi pada tanggal 31 Juli, ternyata penerapan pasal dalam surat yang dikirim ke Wakil Dekan dianggap kurang tepat, maka dilakukan lagi perbaikan agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
Jhon menegaskan perlu kehati-hatian dalam membuat dan menerbitkan keputusan. Apalagi keputusan tersebut, keputusan pejabat negara, sekaligus menyangkut nasib seseorang yang kemungkinan besar bisa digugat dalam PTUN.
"Apabila keputusan tersebut salah dan digugat serta kalah di PTUN, maka nama lembaga dan mahasiswa yang melaporkan dugaan pungli menjadi bermasalah. Itu yang betul-betul didiskusikan secara serius. Sampai pada dampaknya," ucapnya.
Meski begitu, Dekan FH UPR itu membenarkan bahwa dugaan pungli salah seorang oknum dosen berinisial AS sudah masuk kategori pelanggaran sedang. Bentuk sanksi terhadap pelanggar kode etik kategori sedang yakni, teguran tertulis dan pemanggilan peringatan keras, pembatalan atau pengurangan mata kuliah yang diampuh, skorsing kegiatan akademik.
"Kalau sudah dibentuk tim investigasi, maka permasalahan tersebut masuk kategori pelanggaran sedang dan berat. Tapi, setelah melihat pasal-pasal dalam kode etik FH UPR, pelanggaran itu tidak masuk dalam kategori berat, melainkan sedang. Dan, kami pastikan kode etik itu akan dijalankan," kata Jhon.
Pada kesempatan itu, Dekan FH UPR itu membantah bahwa dirinya ingin menutup-nutupi permasalahan tersebut. Dirinya juga merasa tidak ada panggilan masuk ke telepon genggamnya.
"Nomor yang dihubungi tersebut mungkin berbeda dengan yang saya gunakan. Tapi saya tidak menyalahkan. Hanya ingin mengklarifikasi," demikian Jhon.
Baca juga: Satgas Saber Pungli tangani sekitar 36.000 kasus pungli di Indonesia
Baca juga: Pelaku pungli dana rekonstruksi masjid dituntut penjara 2,5 tahun