KPK periksa eks Ketua Angkatan Muda Partai Golkar soal kasus proyek di Kemenag
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memeriksa eks Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq dalam penyidikan kasus korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian Agama Tahun 2011.
Fahd diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pejabat pembuat komitmen (PPK) di Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Undang Sumantri (USM). Pemeriksaan Fahd hari ini merupakan penjadwalan ulang setelah sebelumnya tak memenuhi panggilan pada Rabu (22/1).
"Saya diperiksa hari ini terkait penundaan yang kemarin menindaklanjuti hasil putusan pengadilan yang saya jalani kemarin terkait dengan Kementerian Agama," ucap Fahd di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Penetapan Undang sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Fahd sebelumnya.
Fahd pada 28 September 2017 telah divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta selama 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp3,41 miliar dalam perkara kasus pengadaan laboratorium komputer MTs dan Al Quran Tahun Anggaran 2011-2012 di Kementerian Agama.
"Saya senang sekali berarti KPK tidak tebang pilih untuk proses, nama-nama yang saya sebut kemarin diproses. Cukup senang saya dipanggil hari ini, berarti tidak tebang pilih dan saya akan jelaskan terang benderang yang saya jelaskan di pengadilan. Tidak ada yang berubah," ujar Fahd.
Soal nama eks Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang juga disebut menerima "fee" dalam putusan hakim terhadap dirinya saat itu, ia menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik.
"Sudah saya sebut semua. Kalau soal menetapkan itu kewenangan penyidik. Apa yang saya jalani semua saya sampaikan ke penyidik. Tidak ada yang ditutupi makanya saya mendapatkan surat JC (justice collaborator) kemarin karena saya terbuka dan sudah saya kembalikan apa yang saya terima," kata dia.
Termasuk juga, kata dia, nama Vasko Ruseimy dan Syamsurachman yang juga disebut menerima "fee" dalam putusan hakim tersebut.
"Iya itu kan, semua kan. Syamsurachman, Vasko, nama-nama pejabat kementerian lain sudah saya sebutkan semua. Tinggal sekarang baru Pak Undang (Undang Sumantri)," ungkap Fahd.
Diketahui, KPK pada 16 Desember 2019 telah menetapkan Undang sebagai tersangka baru dalam pengembangan perkara korupsi pengadaan barang/jasa di Kemenag Tahun 2011 tersebut.
KPK menduga telah terjadi dua dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara yang menjerat Undang.
Perkara pertama, terkait pengadaan peralatan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah dengan dugaan kerugian keuangan negara setidaknya Rp12 miliar.
Pada perkara kedua, terkait pengadaan pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Diduga terdapat kerugian negara sekitar Rp4 miliar.
Tersangka Undang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, anggota badan anggaran DPR RI periode 2009-2014 Dzulkarnaen Djabar telah divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan barang/jasa di Kementerian Agama Tahun 2011 tersebut.
Selain itu, Dendy Prasetia yang merupakan anak Dzulkarnaen Djabar, selaku rekanan Kementerian Agama divonis penjara dalam kasus yang sama.
Zulkarnaen Djabar bersama-sama Dendy dan Fahd telah mempengaruhi pejabat di Kementerian Agama untuk memenangkan PT BKM sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah pada Tahun Anggaran 2011.
Atas perbuatannya membantu memuluskan pemenangan PT BKM ketiganya menerima aliran dana terkait proyek.
Fahd diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pejabat pembuat komitmen (PPK) di Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Undang Sumantri (USM). Pemeriksaan Fahd hari ini merupakan penjadwalan ulang setelah sebelumnya tak memenuhi panggilan pada Rabu (22/1).
"Saya diperiksa hari ini terkait penundaan yang kemarin menindaklanjuti hasil putusan pengadilan yang saya jalani kemarin terkait dengan Kementerian Agama," ucap Fahd di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Penetapan Undang sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Fahd sebelumnya.
Fahd pada 28 September 2017 telah divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta selama 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp3,41 miliar dalam perkara kasus pengadaan laboratorium komputer MTs dan Al Quran Tahun Anggaran 2011-2012 di Kementerian Agama.
"Saya senang sekali berarti KPK tidak tebang pilih untuk proses, nama-nama yang saya sebut kemarin diproses. Cukup senang saya dipanggil hari ini, berarti tidak tebang pilih dan saya akan jelaskan terang benderang yang saya jelaskan di pengadilan. Tidak ada yang berubah," ujar Fahd.
Soal nama eks Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang juga disebut menerima "fee" dalam putusan hakim terhadap dirinya saat itu, ia menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik.
"Sudah saya sebut semua. Kalau soal menetapkan itu kewenangan penyidik. Apa yang saya jalani semua saya sampaikan ke penyidik. Tidak ada yang ditutupi makanya saya mendapatkan surat JC (justice collaborator) kemarin karena saya terbuka dan sudah saya kembalikan apa yang saya terima," kata dia.
Termasuk juga, kata dia, nama Vasko Ruseimy dan Syamsurachman yang juga disebut menerima "fee" dalam putusan hakim tersebut.
"Iya itu kan, semua kan. Syamsurachman, Vasko, nama-nama pejabat kementerian lain sudah saya sebutkan semua. Tinggal sekarang baru Pak Undang (Undang Sumantri)," ungkap Fahd.
Diketahui, KPK pada 16 Desember 2019 telah menetapkan Undang sebagai tersangka baru dalam pengembangan perkara korupsi pengadaan barang/jasa di Kemenag Tahun 2011 tersebut.
KPK menduga telah terjadi dua dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara yang menjerat Undang.
Perkara pertama, terkait pengadaan peralatan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah dengan dugaan kerugian keuangan negara setidaknya Rp12 miliar.
Pada perkara kedua, terkait pengadaan pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Diduga terdapat kerugian negara sekitar Rp4 miliar.
Tersangka Undang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, anggota badan anggaran DPR RI periode 2009-2014 Dzulkarnaen Djabar telah divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan barang/jasa di Kementerian Agama Tahun 2011 tersebut.
Selain itu, Dendy Prasetia yang merupakan anak Dzulkarnaen Djabar, selaku rekanan Kementerian Agama divonis penjara dalam kasus yang sama.
Zulkarnaen Djabar bersama-sama Dendy dan Fahd telah mempengaruhi pejabat di Kementerian Agama untuk memenangkan PT BKM sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah pada Tahun Anggaran 2011.
Atas perbuatannya membantu memuluskan pemenangan PT BKM ketiganya menerima aliran dana terkait proyek.