Benarkah obat darah tinggi bisa tekan angka kematian COVID-19?

id obat darah tinggi,angka kematian COVID-19,Benarkah obat darah tinggi bisa tekan angka kematian COVID-19?,virus corona

Benarkah obat darah tinggi bisa tekan angka kematian COVID-19?

Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menunjukkan kotak berisi obat Chloroquine yang akan diserahkan kepada RSPI Sulianti Saroso di Jakarta, Sabtu (21/3/2020). Kementerian BUMN menyerahkan sebanyak 1.000 butir Chloroquine kepada RSPI Sulianti Saroso sebagai simbol bahwa pemerintah bergerak untuk menangani penyebaran virus corona (COVID-19). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)

Jakarta (ANTARA) - Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa obat yang banyak digunakan untuk mengendalikan tekanan darah tinggi dapat membantu melindungi pasien terinfeksi COVID-19 yang parah, sehingga dapat menekan angka kematian akibat virus tersebut.

Para peneliti melaporkan pada hari Kamis (4/6) waktu setempat di European Heart Journal bahwa pasien dengan tekanan darah tinggi memiliki risiko kematian dua kali lipat dan lebih mungkin membutuhkan ventilasi mekanik untuk membantu mereka bernapas daripada mereka yang tidak hipertensi (faktor risiko yang diketahui).

Dalam penelitian terhadap hampir 2.900 pasien yang dirawat di bulan Februari hingga Maret di Rumah Sakit Huo Shen Shan di Wuhan, China, para peneliti menemukan bahwa pasien yang mengkonsumsi segala jenis obat darah tinggi untuk mengendalikan tekanan darahnya, secara signifikan, memiliki risiko kematian yang lebih rendah.
Baca juga: Apakah boleh olahraga saat tekanan darah tinggi?

Dengan mengumpulkan data dari studi sebelumnya, tim peneliti juga menemukan obat tekanan darah tinggi jenis ACE inhibitor dan ARB, lebih mungkin terkait dengan risiko kematian yang lebih rendah dari COVID-19.

Sementara itu, beberapa makalah sebelumnya telah menyebutkan bahwa obat ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap COVID-19.

“Kami cukup terkejut bahwa hasil ini tidak mendukung hipotesis awal kami, pada kenyataannya hasilnya berada di arah yang berlawanan, dengan tren yang mendukung ACE inhibitor dan ARB," kata salah satu peneliti Fei Li dari Rumah Sakit Xijing di Xi'an, China.

Bukti-bukti ini berasal dari penelitian observasional, sehingga bukan dari uji coba secara acak.

"Tetapi untuk saat ini, kami menyarankan bahwa pasien tidak boleh menghentikan atau mengubah pengobatan antihipertensi biasa mereka kecuali diinstruksikan oleh dokter," kata Li, demikian dilaporkan Reuters.

Baca juga: Benarkah hipertensi sebabkan kerusakan ginjal?

Baca juga: Cara jitu turunkan gula darah dengan mudah dan tidak bikin stres

Baca juga: Durian turunkan tekanan darah tinggi? Ini jawaban ahli gizi