Telaah - Kasus pandemi semakin bertambah, perlu penanganan preventif

id Kasus pandemi semakin bertambah, perlu penanganan preventif, Palangka raya, Virus Corona, COVID-19

Telaah - Kasus pandemi semakin bertambah, perlu penanganan preventif

Nelly, penulis. ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi

Aturan dan sistem Islam itu bisa kita adopsi dan terapkan untuk mendapatkan kehidupan yang berkah dan terayomi oleh para pemimpin
Palangka Raya (ANTARA) - Menyoroti wabah pandemi corona khususnya di wilayah Kalteng hingga empat bulan terakhir kasus terus bertambah. 

Update data terakhir seperti dilansir media massa dari data Gugus Tugas COVID-19 Kalteng yang dirilis Sabtu (4/7) jumlah pasien positif corona tembus 1016 orang, meninggal dunia 61 orang. Kemudian untuk jumlah ODP 289 orang, PDP 91 orang.

Rinciannya yaitu Palangka Raya (391 orang), Katingan (33 orang), Kotim (41 orang), Kobar (125 orang), Lamandau (18 orang), Sukamara (2 orang), Seruyan (6 orang), Pulang Pisau ( 19 orang), Kapuas (171 orang), Gunung Mas (66  orang), Barsel (23 orang) , Bartim (22 orang), Barut (17 orang) Murung Raya (82 orang).

Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat dampak dari wabah corona ini tidak saja berimbas pada nyawa, kesehatan, sosial, namun juga pada aktivitas perekonomian masyarakat. 

Seperti diketahui selama masa pandemi perekonomian sangat terasa lesu bahkan hampir kolaps. Usaha UMKM banyak yang tutup hingga gulung tikar, pekerjaan terhambat hingga banyak yang terkena PHK.

Apabila dilihat selama pandemi mewabah sudah berbagai macam cara yang dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah dalam penanganan, mulai dari merumahkan masyarakat untuk stay at home. Kemudian mengambil kebijakan PSBB, namun belum terlihat secara signifikan penurunan jumlah yang positif maupun yang meninggal dunia.

Khusus kota cantik Palangka Raya sendiri, Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran beberapa waktu lalu mengusulkan, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid II ke Pemerintah Kota Palangka Raya diterapkan lagi. 

Pengusulan PSBB jilid 2 ini, karena masyarakat Kota Palangka Raya masih belum sepenuhnya mematuhi protokol kesehatan covid-19 hingga berdampak jumlah positif terus bertambah.

Menurut Gubernur seperti dalam pemberitaan, hampir 60 persen protokol kesehatan tidak ditaati masyarakat dari pemakaian masker, tidak rajin mencuci tangan dan tidak menjaga berkumpul berkerumunan. 

Ini terjadi di pasar, masjid, maupun tempat-tempat keramaian. Oleh sebab itu, lanjutnya, dengan diberlakukannya PSBB, masyarakat terbiasa mendisplinkan dirinya mematuhi protokol kesehatan, 22/6/2020.

Namun hingga hari ini PSBB jilid II masih belum terealisasi. Menurut Wali kota Palangka Raya kebijakan ini masih dalam tahap koordinasi. 

Pro dan kontra pun mewarnai rencana wacana PSBB jilid II Palangka Raya, pasalnya penerapan PSBB yang pertama dulu belum berhasil menekan penyebaran virus.
Maka dari itu berbagai kalangan pun urun rembuk menanggapi serta mengkritisi rencana penerapan PSBB jilid II di Palangka Raya. 

Menurut mereka, pemerintah khususnya pemerintah daerah harus lebih maksimal lagi dalam penerapan kebijakan. Harus ada sanksi yang tegas bagi warga yang tidak mau mematuhi peraturan terkait protokol kesehatan.

Dan, faktor yang terpenting lainnya adalah perlu adanya edukasi masif dari pemerintah dalam sosialisasi ke masyarakat untuk mematuhi segala peraturan saat PSBB jilid II ini diterapkan. 

Jadi, kuncinya ada pada pemerintah sebagai pihak pelaksana aturan dan dituntut juga kesadaran masyarakat karena penyebaran covid-19 ini dari manusia ke manusia.

Jika memang PSBB jilid II dijalankan maka pemerintah harus betul-betul menghentikan segala aktivitas yang dapat memicu meningkatnya jumlah positif corona. Jadi, tempat keramaian dan berkumpulnya banyak orang seperti swalayan, pasar, cafe harus dibuat peraturan dan protokol kesehatan yang ketat, kalaupun tetap buka. Dan semestinya harus tutup juga tempat-tempat keramaian seperti tempat wisata, kolam pemancingan, CFD dan lainnya.

Agar PSBB ini berjalan efektif maka pemerintah juga harus memenuhi kebutuhan masyarakat, jadi tidak akan ada yang keluar rumah untuk bekerja mencari sesuap nasi hingga melanggar protokol kesehatan. Jadi pelaksanaan PSBB jilid II tidak hanya mengulang kesalahan lalu hingga hanya menghabiskan anggaran dan terkesan sia-sia. 

Andai saja sedari awal pemerintah pusat mengambil opsi karantina total atau lockdown setiap daerah tentu corona tidak akan separah seperti saat ini.

Lockdown atau karantina wilayah ini sejalan dengan sistem Islam. Sepanjang sejarah peradaban wabah penyakit menular sudah pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW. 

Wabah tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan dan belum ada obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita.

Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. 

Beliau bersabda: “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Al-Bukhari).

Dari hadits tersebut bermakna bahwa negara yang menerapkan Islam akan menerapkan kebijakan karantina dan isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. 

Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Sementara warga yang ada di daerah terdampak tidak boleh keluar dari rumah dan daerah tersebut sampai kondisi kembali normal. 

Begitu juga orang-orang yang di luar daerah juga tidak boleh memasuki daerah terdampak untuk menghindari wabah menyebar dan tertular. Dengan begitu maka dapat dipastikan menyebaran virus dapat segera teratasi dan cepat berakhir. 

Cara ini sangat efektif dan pernah terbukti dalam menyelesaikan wabah pandemi menular. Demikianlah sistem Islam menggambarkan bagaimana mengatasi penyebaran virus menular. 

Penerapan langkah pencegahan dan penanggulangan ini hanya akan bisa terealisasi ketika negara menerapkan sistem Islam secara kaaffah dalam mengatur negara. 
Karena tugas dan fungsi negara dalam Islam berkewajiban dalam melindungi secara utuh kesehatan warganya. 

Aturan dan sistem Islam itu bisa kita adopsi dan terapkan untuk mendapatkan kehidupan yang berkah dan terayomi oleh para pemimpin. Wallahu ‘alam Bisshawab

Nelly, M.Pd
Penulis adalah pemerhati kebijakan publik, aktivis Peduli Generasi Palangka Raya