Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia TGB Muhammad Zainul Majdi mengingatkan bahwa politisasi agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya.
"Menurut saya, politisasi agama bentuk paling buruk dalam hubungan agama dan politik. Sekelompok kekuatan politik menggunakan sentimen keagamaan untuk menarik simpati kemudian memenangkan kelompoknya. Menggunakan sentimen agama dengan membuat ketakutan pada khalayak ramai. Menggunakan simbol agama untuk mendapatkan simpati," katanya, saat webinar Moya Institute bertema "Gaduh Politisasi Agama", Kamis.
TGB memaknai politisasi agama merupakan pemanfaatan agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik, atau agama jadi instrumen untuk mendapatkan hasil politik.
Namun, kata Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) itu, politisasi agama juga bisa baik kalau nilai-nilai mulia agama menjadi prinsip dalam berpolitik, sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa ini.
"Maka politik menjadi hidup dan bagus karena ada nilai agama," kata mantan Gubernur Musa Tenggara Barat itu.
Melihat kejadian akhir-akhir ini, TGB menilai ada kelompok tertentu mempolitisasi agama dengan tujuan politik, murni untuk mencapai kekuasaan.
"Kita perlu literasi, perlu penegasan bahwa politik bagian dari muamalah, politik bukan akidah," tegas TGB.
Intelektual Muhammadiyah yang juga Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni mencontohkan apa yang dilakukan Rizieq Shihab merupakan bagian dari politisasi agama.
"Kalau Rizieq mungkin mengatakan bukan (politisasi agama). Tapi kalau kita mengatakan iya," kata Imam.
Masih dalam forum yang sama, intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Cholil Nafis mengatakan apa yang terjadi akhir-akhir ini bukan karena kegagalan NU dan Muhammadiyah dalam membimbing umat, tetapi lebih pada kegagalan orang yang ingin membawa isu liberal.
"Liberal ini melahirkan radikalisme. Yang kita hadapi ini buah dari proses liberalisasi. Jadi, jangan sampai kita menepi menjadi radikalisme. Bagaimana memasyarakatkan moderasi Islam agar orang tidak menepi ke kanan dan ke kiri," ujar Cholil.
Sedangkan Direktur Moya Institute Hery Sucipto menegaskan bahwa negara harus hadir dan tegas melindungi segenap warganya termasuk menindak tegas kelompok yang memanfaatkan agama untuk kepentingan provokasi.
"Negara tidak boleh kalah," tegasnya.
Ia mengatakan munculnya konservatisme dan militansi juga akibat adanya pembiaran terhadap kelompok intoleran yang dibungkus dakwah provokatif, padahal dakwah itu harus santun, tidak boleh mencaci, dan melukai pihak lain.
Selain itu, kata dia, kerumunan massa yang dibungkus kegiatan keagamaan beberapa hari lalu tidak boleh terulang lagi karena berbahaya bagi penanganan COVID-19.
Berita Terkait
PAN Kalteng buka pendaftaran bakal calon kepala daerah di Pilkada 2024
Selasa, 23 April 2024 22:21 Wib
Arus penumpang Lebaran 2024 di Bandara Muhammad Sidik meningkat
Selasa, 23 April 2024 17:22 Wib
Susi Air terbang perdana ke Muara Teweh dari Palangka Raya
Kamis, 11 April 2024 13:17 Wib
Polisi ingatkan jangan pakai mobil bak terbuka saat bawa penumpang
Selasa, 9 April 2024 15:50 Wib
Arus mudik pesawat Muara Teweh - Banjarmasin mulai ramai
Minggu, 7 April 2024 21:02 Wib
Susi Air kembali layani penerbangan Muara Teweh-Palangka Raya
Rabu, 3 April 2024 16:12 Wib
Ferarri dan Rachmat Irianto susul timnas ke Vietnam
Senin, 25 Maret 2024 9:21 Wib
Fadel Muhammad dipanggil KPK terkait penyidikan di Kemenkes
Selasa, 19 Maret 2024 16:29 Wib