BPOM nyatakan vaksin Sinovac cukup aman

id BPOM ,vaksin Sinovac,Fatwa MUI,vaksin COVID-19,BPOM nyatakan vaksin Sinovac cukup aman,Jubir BPOM, Lucia Rizka Andalusia

BPOM nyatakan vaksin Sinovac cukup aman

Ilustrasi - Petugas menyemprotkan cairan desinfektan kontainer berisi vaksin COVID-19 setibanya, di Kantor Pusat Bio Farma, Bandung, Jawa Barat. Vaksin COVID-19 produksi perusahaan farmasi Sinovac, China tersebut disimpan dalam ruangan pendingin dengan suhu 2-8 derajat celcius, selanjutnya akan dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian mutu oleh tim dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bio Farma. ANTARA FOTO/HO/Setpres-Muchlis Jr/wpa/hp.

Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah melakukan uji klinis terhadap vaksin Sinovac dan sudah memperoleh dua data setelah 2 bulan penyuntikan vaksin, yakni data immunogenitas dan efikasi yang menyatakan bahwa vaksin cukup aman.

"Dari data keamanan, vaksin ini sudah cukup aman. Tidak ada kejadian efek samping serius yang dilaporkan berkaitan dengan penggunaan vaksin ini," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari BPOM Lucia Rizka Andalusia, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa immunogenitas-nya juga sudah menunjukkan tingkat pembentukan antibodi yang bagus responsnya dalam tubuh

Hal tersebut disampaikannya dalam Alinea Forum bertajuk Kehalalan & Keamanan Vaksin COVID-19, Selasa. Dengan data itu bisa menepis keraguan masyarakat dalam menerima vaksin.

Saat ini, kata dia, BPOM masih menunggu sejumlah data uji klinis lainnya.

Baca juga: Target 29,55 juta dosis vaksin tiba di daerah hingga Maret

Lucia menyebutkan ada beberapa keuntungan yang diperoleh Indonesia dengan melakukan uji klinis, yakni mempunyai data uji klinis dan data pengalaman penggunaan di Indonesia.

Kendati demikian, BPOM membuka peluang memakai data hasil uji klinis sejumlah vaksin COVID-19 dari negara lain guna mempercepat program vaksinasi di Indonesia, asalkan syaratnya memiliki protokol uji klinis yang sama dengan Indonesia.

Menurut dia, sebenarnya tidak ada kewajiban melakukan uji klinis di dalam negeri sebelum menggunakan vaksin, apalagi bila ada negara tetangga yang sudah melakukan uji klinis sebelumnya.

Bahkan, kata dia, ada beberapa jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia, tanpa melalui uji klinis di Indonesia.

"Ingat, sudah banyak vaksin sebelum pandemi COVID-19, dan hanya sedikit yang melakukan uji klinis di Indonesia," katanya.

Baca juga: Vaksinasi serentak dilakukan setelah ada fatwa MUI

Ia mengatakan bahwa vaksin influenza dan vaksin polio uji klinisnya tidak di Indonesia. Meski diproduksi di Bio Farma, uji klinisnya tidak dilakukan di Indonesia dan secara regulasi memungkinkan.

Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati mengaku belum bisa menegaskan kehalalan vaksin Sinovac untuk menangkal COVID-19 karena masih ada informasi yang perlu dilengkapi.

Muti tidak membeberkan secara detail informasi yang dimaksud. Hanya kuantitasnya terbilang sedikit karena proses audit sudah rampung.

"Masih ada sedikit informasi yang harus dilengkapi sehingga tentunya kami tidak bisa kemudian memberikan kesimpulan. Kesimpulan halal tidaknya juga tidak ada di LPPOM, tetapi di Komisi Fatwa (MUI)," ujarnya.

LPPOM MUI memastikan tidak pasif dalam menerima informasi vaksin, tetapi secara intensif melakukan kajian yang dikerjakan auditor LPPOM MUI, seperti literatur, jurnal, dan keterangan pakar mengenai bahan baku vaksin juga digali.

Baca juga: Tiba di Kalteng, vaksin tak langsung didistribusikan ke kabupaten/kota

"Kalau semua informasi sudah lengkap, MUI tetap menunggu keputusan dari BPOM tentang safety, tentang thoyyib tadi untuk memutuskan, kemudian apakah bisa dikeluarkan sertifikat halal atau tidak," katanya.

Sementara itu, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) memutuskan membolehkan penggunaan vaksin COVID-19 buatan Sinovac meskipun belum mengetahui kandungan zat pada bahan pokok pembuatan vaksin tersebut.

"Statemen Kiai Wapres (Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin) menjadi pertimbangan kami untuk tidak melanjutkan pembahasan halal dan haramnya," kata Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna.

Sarmidi berpandangan bahwa pernyataan Ma'ruf berlandaskan atas kegentingan situasi kehidupan akibat dampak COVID-19 sehingga penggunaan vaksin tidak berlabel halal dapat digunakan oleh umat Islam.

Baca juga: Masyarakat Palangka Raya diminta mewaspadai peredaran vaksin COVID-19 palsu

Baca juga: Polisi jaga ketat gudang penyimpanan vaksin COVID-19 di Kalteng