Pengamat sebut Jokowi lebih cepat tangani pandemi COVID dibanding negara lain
Lebak (ANTARA) - Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung Harist Hijrah Wicaksana menyatakan Presiden RI Joko Widodo lebih cepat menangani pandemi COVID-19 dibandingkan negera-negara lain di dunia.
"Saya optimistis Indonesia bisa terbebas dari COVID-19 dengan semangat vaksinasi itu," kata Ketua STISIP Setia Budhi Rangkasbitung Harist Hijrah Wicaksana di Lebak, Jumat.
Pemerintahan Jokowi bekerja keras untuk pengendalian COVID-19 dengan mengamankan 426 juta dosis vaksin untuk mempercepat kekebalan komunal (herd immunity).
Menurut Harist Hijrah Wicaksana, negara-negara lain di dunia itu membutuhkan ketersedian vaksin. Namun, Jokowi lebih dahulu mengamakan vaksinasi tersebut.
Bahkan, program vaksinasi lebih awal dimulai 13 Januari untuk tenaga kesehatan. Pada saat ini sudah masuk tahap kedua untuk pelayanan publik dan usia lanjut.
Pemerintah berkomitmen menargetkan sekitar 182 juta jiwa penduduk bisa divaksinasi sampai akhir 2021.
Selama ini, kata dia, program vaksinasi COVID-19 sedikit demi sedikit secara perlahan-lahan lebih baik juga berbagai elemen masyarakat sangat menunggu vaksinasi.
"Semangat vaksinasi yang dibangun pemerintah itu hingga 2023 agar Indonesia bisa terbebas penyakit yang mematikan tersebut," katanya.
Saat ini, lanjut dia, masyarakat sudah tidak sabar lagi ingin sterilisasi COVID-19 dan laju pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik.
"Masyarakat sangat antusias menunggu giliran untuk divaksinasi COVID-19," katanya menjelaskan.
Menurut dia, penanganan COVID-19 lebih cepat itu menjadikan keberhasilan Jokowi dan patut disayangkan adanya kelompok-kelompok sakit hati yang mengganggu kosentrasi pemerintah dengan menyebar narasi yang tidak sehat, seperti Istana merebut Partai Demokrat maupun wacana jabatan presiden tiga periode.
Padahal, kata dia, partai pengusung maupun fraksi-fraksi di DPR RI tidak ada satu pun yang mengangkat wacana presiden tiga periode, bahkan Jokowi pun secara terang-terangan hanya menjabat dua periode.
Namun, beruntung kekuatan Jokowi di DPR RI cukup kuat karena sebagian besar partai koalisi, sedangkan partai oposisi relatif kecil, yakni PKS dan Partai Demokrat.
"Dengan dukungan politik yang kuat itu, tentu kebijakan Jokowi didukung penuh sepanjang untuk kesejahteraan rakyat," katanya.
Kendati Presiden Jokowi kuat di legislatif dan eksekutif, menurut dosen Untirta Serang, oposisi sangat diperlukan dari berbagai elemen sosial, termasuk kalangan akademikus.
Masalahnya, jika pemerintah tidak ada oposisi yang mengkritik, akan terbuka pemerintah otoriter.
"Saya optimistis Indonesia bisa terbebas dari COVID-19 dengan semangat vaksinasi itu," kata Ketua STISIP Setia Budhi Rangkasbitung Harist Hijrah Wicaksana di Lebak, Jumat.
Pemerintahan Jokowi bekerja keras untuk pengendalian COVID-19 dengan mengamankan 426 juta dosis vaksin untuk mempercepat kekebalan komunal (herd immunity).
Menurut Harist Hijrah Wicaksana, negara-negara lain di dunia itu membutuhkan ketersedian vaksin. Namun, Jokowi lebih dahulu mengamakan vaksinasi tersebut.
Bahkan, program vaksinasi lebih awal dimulai 13 Januari untuk tenaga kesehatan. Pada saat ini sudah masuk tahap kedua untuk pelayanan publik dan usia lanjut.
Pemerintah berkomitmen menargetkan sekitar 182 juta jiwa penduduk bisa divaksinasi sampai akhir 2021.
Selama ini, kata dia, program vaksinasi COVID-19 sedikit demi sedikit secara perlahan-lahan lebih baik juga berbagai elemen masyarakat sangat menunggu vaksinasi.
"Semangat vaksinasi yang dibangun pemerintah itu hingga 2023 agar Indonesia bisa terbebas penyakit yang mematikan tersebut," katanya.
Saat ini, lanjut dia, masyarakat sudah tidak sabar lagi ingin sterilisasi COVID-19 dan laju pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik.
"Masyarakat sangat antusias menunggu giliran untuk divaksinasi COVID-19," katanya menjelaskan.
Menurut dia, penanganan COVID-19 lebih cepat itu menjadikan keberhasilan Jokowi dan patut disayangkan adanya kelompok-kelompok sakit hati yang mengganggu kosentrasi pemerintah dengan menyebar narasi yang tidak sehat, seperti Istana merebut Partai Demokrat maupun wacana jabatan presiden tiga periode.
Padahal, kata dia, partai pengusung maupun fraksi-fraksi di DPR RI tidak ada satu pun yang mengangkat wacana presiden tiga periode, bahkan Jokowi pun secara terang-terangan hanya menjabat dua periode.
Namun, beruntung kekuatan Jokowi di DPR RI cukup kuat karena sebagian besar partai koalisi, sedangkan partai oposisi relatif kecil, yakni PKS dan Partai Demokrat.
"Dengan dukungan politik yang kuat itu, tentu kebijakan Jokowi didukung penuh sepanjang untuk kesejahteraan rakyat," katanya.
Kendati Presiden Jokowi kuat di legislatif dan eksekutif, menurut dosen Untirta Serang, oposisi sangat diperlukan dari berbagai elemen sosial, termasuk kalangan akademikus.
Masalahnya, jika pemerintah tidak ada oposisi yang mengkritik, akan terbuka pemerintah otoriter.