Palu (ANTARA) - Anggota DPR RI Matimndas J. Rumambi mempertanyakan kasus hukum yang menimpa seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, terkait dengan dugaan membawa rep (batu/pasir yang mengandung emas) dari lokasi pertambangan emas tanpa izin di Dongi-Dongi, Kabupaten Poso.
"Persoalannya mengapa di hulu (lokasi PETI), warga bebas menambang, kok, setelah di hilir justru mereka ditangkap petugas," kata Matimndas J. Rumambi di Palu,Kamis.
Ia menyebut kasus yang menimpa Leni Nurianto (35), ibu rumah tangga asal Desa Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, yang membawa rep hasil kaliki atau material yang diambil dari buangan para penambang di lokasi eks PETI Dongi-Dongi ke Kota Palu. Selanjutnya, rep diolah atau diproses di tromol emas, Kelurahan Poboya, Kota Palu.
Namun, dalam perjalanan membawa empat karung rep (yang dikumpulkan selama 3 bulan) ke tromol di Kelurahan Poboya, tiba-tiba ditangkap anggota Polres Palu.
Padahal, lanjut dia, saat masih perjalanan dari lokasi PETI Dongi-Dongi menuju Palu sempat diperiksa petugas Polres Kabupaten Sigi dan tidak ditahan.
"Kok, setelah di Palu, bersangkutan justru ditangkap petugas Polres Palu," kata Matindas.
Menurut dia, kasus yang menimpah warga Desa Tongoa, Kabupaten Sigi benar-benar tidak adil.
Kalau memang kegiatan penambangan emas di eks PETI Dongi-Dongi dilarang keras, lanjut dia, mengapa penambang bebas melakukan kegiatan tersebut?
Akibat kasus itu, kini ibu rumah tangga tersebut ditahan pihak Kejaksaan Negeri Palu.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Jusman membenarkan sejak Desember 2020 lokasi PETI Dongi Dongi yang berada dalam kawasan konservasi itu telah diserbu kembali oleh para penambang yang datang dari luar daerah.
Sebelumnya, kata dia, PETI Dongi Dongi telah ditutup total. Selama ditutup, dijaga petugas dari aparat Polri dan polhut.
Berdasarkan data yang dimilikinya menyebutkan jumlah penambang di eks PETI Dongi-Dongi sekitar 6.000 orang berasal dari berbagai daerah, termasuk Gorontalo dan Sulawesi Utara.
PETI Dongi-Dongi terletak pada areal konservasi TNLL seluas 15 hektare. Semula areal itu adalah hutan belantara yang menjadi habitat satwa-satwa endemik, seperti anoa, babi rusa,burung rangkong, monyet hitam (makaka), tarsius, dan elang sulawesi, serta kayu-kayu khas (kayu leda).
Kini, kata Jusman, arel sudah gundul karena terus-menerus dieksploitasi oleh para penambang yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, tanpa memikirkan dampak yang dapat ditimbulkan, seperti terjadinya banjir dan tanah longsor yang telah terjadi di lokasi tambang emas di Kabupaten Parigi Moutong beberapa waktu lalu hingga banyak korban tertimbun.
Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan semua instansi terkait untuk melaksanakan penertiban atau menghentikan kegiatan penambangan emas di PETI Dongi-Dongi.
"Butuh koordinasi dan sinergi semua pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Sulteng dan Kabupaten Poso dan Sigi untuk menutup total PETI itu dari kegiatan penambangan," katanya.