Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum Petrus Selestinus menyebutkan polisi mesti menindak gerakan radikal dan memproses hukum orang-orang di balik media sosial radikal.
Petrus Selestinus, dalam rilis diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan penyebaran ideologi radikal juga memanfaatkan ruang media sosial. Selama ini, pemerintah hanya menutup akun yang terindikasi menyebarkan radikalisme.
"Polisi wajib memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal, terutama paham yang menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam kedaulatan negara," kata kata dia.
Dia mengatakan, polisi bisa menjerat pemilik akun medsos radikal tersebut dengan Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Pemblokiran itu baik sebagai langkah preventif tetapi juga harusnya ditindaklanjuti dengan langkah pemidanaan, karena hukum positif kita sudah mengaturnya," kata Petrus.
Menurut dia, polisi tidak harus menunggu pengaduan atau laporan masyarakat untuk memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal. Polisi siber memiliki kemampuan dan kewenangan untuk bertindak tanpa harus menunggu pengaduan masyarakat.
Jika hal itu dilakukan, Petrus menduga dampaknya bagi pencegahan penyebaran radikalisme dan terorisme akan cukup besar.
"Sekaligus mencegah meluasnya penyebaran paham radikal atau radikal terorisme yang sangat mengancam kedaulatan negara, kehormatan dan wibawa negara," ucap Petrus.
Sebelumnya, mantan narapidana teroris Haris Amir Falah, menyebut ada perubahan pola rekrutmen orang yang disiapkan melakukan aksi teror. Rekrutmen calon teroris tidak lagi melalui tatap muka, melainkan via media sosial.
Melalui media sosial, menurut Haris, calon pengantin bisa melakukan dialog tanpa bertemu tatap muka dengan pembinanya. Haris menuturkan, sejumlah platform media sosial yang kerap dijadikan medium indoktrinasi serta rekrutmen teroris adalah Facebook dan Telegram.
Sedangkan Menkominfo Jhonny Plate mengatakan Kementerian Kominfo mengawasi ruang siber menggunakan mesin crawling berbasis AI yang memantau akun dan konten-konten yang terkait dengan kegiatan radikalisme terorisme.
Kemenkominfo juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga serta stakeholder terkait lainnya soal penanganan penyebaran konten radikalisme dan terorisme di medsos. Kominfo juga berupaya menyampaikan konten positif untuk memberi literasi kepada masyarakat.
"Hingga 3 April 2021, Kementerian Kominfo telah memblokir konten radikalisme terorisme 20.453 konten yang tersebar di situs internet, serta beragam platform media sosial," ujar Jhonny.
Berita Terkait
Konsumsi makanan kaya antioksidan bantu lawan radikal bebas
Senin, 22 Juli 2024 10:52 Wib
Waspada aksi radikal jelang Natal dan Tahun Baru
Senin, 18 Desember 2023 16:46 Wib
Pemprov Kalteng lakukan penguatan cegah radikalisme dan terorisme
Rabu, 15 November 2023 11:20 Wib
BNPT berikan pemahaman pencegahan radikalisme dan terorisme di Kapuas
Rabu, 9 Agustus 2023 7:08 Wib
FKPT: Kalimantan Tengah masuk kategori aman dari potensi radikalisme
Kamis, 20 Juli 2023 12:08 Wib
FKPT Kalteng perkuat pencegahan radikalisme di lingkungan sekolah
Selasa, 18 Juli 2023 11:42 Wib
Eks napi teroris ingatkan generasi muda waspada konten medsos radikal
Jumat, 14 Juli 2023 13:48 Wib
Bupati Kotim minta organisasi bantu cegah paham radikal
Senin, 15 Mei 2023 14:41 Wib