Sekjen AMAN: Perempuan adat masih alami diskriminasi
Jakarta (ANTARA) - Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan perempuan masyarakat adat masih mengalami diskriminasi dan peminggiran yang berlapis.
"Perempuan adat masih mengalami masalah yang sama, masih mengalami peminggiran berlapis, diskriminasi dan stigma," kata Sekjen AMAN Rukka dalam acara Temu Nasional Perempuan AMAN III yang dipantau secara virtual dari Jakarta pada Jumat.
Bahkan, kata Rukka, dalam banyak konflik tanah adat yang paling banyak dikorbankan adalah perempuan. Kaum perempuan sering menjadi target bukan hanya mencelakai individu tetapi juga melemahkan perjuangan kampung adat.
Baca juga: Dayak Iban Sungai Utik perbatasan hadirkan sekolah adat
Hal itu menunjukkan pihak yang ingin menguasai tanah adat memiliki ketakutan akan kekuatan dan peran perempuan, terutama dalam masyarakat adat.
"Ada pepatah yang mengatakan sebuah bangsa baru akan ditaklukkan ketika hati perempuannya sudah jatuh di tanah," kata Rukka dalam konferensi organisasi masyarakat independen yang terdiri dari berbagai komunitas masyarakat adat nusantara yang dibentuk sejak 1999 itu.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua Dewan AMAN Nasional Abdon Nababan mengatakan pertemuan itu juga diadakan untuk memperingati Hari Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara yang dilakukan sejak pada 16 April 2012 saat Perempuan AMAN dideklarasikan.
Dia berharap suara perempuan akan adat terus solid dalam berbagai dialog dalam berbagai tingkatan.
"Supaya perempuan adat sendiri mampu menyuarakan suaranya, tidak diwakilkan ke pihak lain. Jadi, suara perlawanan dari perempuan adat itu muncul sebagai satu suara yang solid di dalam berbagai negosiasi, dialog di berbagai tingkatan," kata Abdon.
Baca juga: DPRD-Pemprov Kalteng bahas pelaksana raperda Hukum Adat Dayak
Baca juga: Begini penjelasan desa yang miliki wilayah adat di Barsel
Baca juga: Tetua adat Baduy musnahkan madu palsu sebanyak satu drum dan 20 botol
"Perempuan adat masih mengalami masalah yang sama, masih mengalami peminggiran berlapis, diskriminasi dan stigma," kata Sekjen AMAN Rukka dalam acara Temu Nasional Perempuan AMAN III yang dipantau secara virtual dari Jakarta pada Jumat.
Bahkan, kata Rukka, dalam banyak konflik tanah adat yang paling banyak dikorbankan adalah perempuan. Kaum perempuan sering menjadi target bukan hanya mencelakai individu tetapi juga melemahkan perjuangan kampung adat.
Baca juga: Dayak Iban Sungai Utik perbatasan hadirkan sekolah adat
Hal itu menunjukkan pihak yang ingin menguasai tanah adat memiliki ketakutan akan kekuatan dan peran perempuan, terutama dalam masyarakat adat.
"Ada pepatah yang mengatakan sebuah bangsa baru akan ditaklukkan ketika hati perempuannya sudah jatuh di tanah," kata Rukka dalam konferensi organisasi masyarakat independen yang terdiri dari berbagai komunitas masyarakat adat nusantara yang dibentuk sejak 1999 itu.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua Dewan AMAN Nasional Abdon Nababan mengatakan pertemuan itu juga diadakan untuk memperingati Hari Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara yang dilakukan sejak pada 16 April 2012 saat Perempuan AMAN dideklarasikan.
Dia berharap suara perempuan akan adat terus solid dalam berbagai dialog dalam berbagai tingkatan.
"Supaya perempuan adat sendiri mampu menyuarakan suaranya, tidak diwakilkan ke pihak lain. Jadi, suara perlawanan dari perempuan adat itu muncul sebagai satu suara yang solid di dalam berbagai negosiasi, dialog di berbagai tingkatan," kata Abdon.
Baca juga: DPRD-Pemprov Kalteng bahas pelaksana raperda Hukum Adat Dayak
Baca juga: Begini penjelasan desa yang miliki wilayah adat di Barsel
Baca juga: Tetua adat Baduy musnahkan madu palsu sebanyak satu drum dan 20 botol