AJI-LBH Pers minta Komnas HAM lindungi jurnalis Tempo Nurhadi
“Harus ada perlindungan yang utuh terhadap jurnalis. Karena posisi jurnalis ini bukan hanya pembawa fakta, namun juga sebagai pembela HAM,”
Jakarta (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama LBH Pers meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melindungi jurnalis Tempo Nurhadi sebagai pembela HAM.
Ketua Umum AJI Sasmito menjelaskan sesuai Peraturan Komnas HAM, jurnalis Nurhadi memenuhi kualifikasi sebagai pembela HAM, sehingga dengan pengaduan atas kekerasan yang menimpa Nurhadi, Komnas HAM harus terlibat untuk mengawal kasus tersebut.
“Kami berharap Komnas HAM mengawal kasus ini, agar memastikan seluruh proses penanganan dan peradilan bisa berjalan, dan pelaku, bahkan otak pelaku kekerasan bisa diproses dan dijatuhi hukuman di pengadilan,” kata Sasmito, usai menyerahkan surat pengaduan kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo, Nurhadi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat.
Secara internasional, kata Sasmito, keberadaan pembela HAM juga telah diakui melalui pengesahan Deklarasi tentang Pembela Hak Asasi Manusia pada 1998 oleh Perserikatan Bangsa-bangsa. Karena itu, pembela HAM memiliki hak atas perlindungan, dan merupakan tanggung jawab negara untuk memastikan perlindungan ini, sehingga pembela HAM dapat melaksanakan pekerjaan mereka yang penting dan sah.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, jurnalis adalah pilar demokrasi yang memegang peran penting membangun peradaban demokrasi dan HAM. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kerja-kerja jurnalis dari intervensi dan kekerasan harus menjadi arus utama oleh semua lembaga termasuk lembaga penegak hukum.
“Harus ada perlindungan yang utuh terhadap jurnalis. Karena posisi jurnalis ini bukan hanya pembawa fakta, namun juga sebagai pembela HAM,” kata dia.
Baca juga: Aksi solidaritas menolak kekerasan jurnalis Tempo di Kalsel
Sebelumnya, LBH Pers juga telah melaporkan kasus Nurhadi ke Divisi Propam Mabes Polri, karena sejumlah anggota polisi diduga sebagai pelaku. Kasus Nurhadi saat ini masih dalam penyelidikan Polda Jawa Timur dan akan memasuki gelar perkara pada Senin, 19 April 2021.
Nurhadi menjadi korban penganiayaan saat melakukan reportase, di Gedung Samudra Bumimoro, Surabaya, Jatim, Sabtu (27/3/2021) malam. Di sana, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat itu, di lokasi sedang berlangsung pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan putri Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Dalam peristiwa tersebut, Nurhadi tak hanya dianiaya oleh para pelaku yang berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang. Pelaku juga merusak simcard di ponsel milik Nurhadi serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.
Baca juga: Jurnalis Tempo Nurhadi diduga dianiaya oknum aparat
Setelah peristiwa itu, Nurhadi melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim dengan didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, KontraS, LBH Lentera, dan LBH Pers.
Kasus Nurhadi bukan kekerasan pertama dialami jurnalis di Indonesia. Dari data advokasi yang dihimpun oleh AJI, sejak 2006 terdapat 848 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Persentase terbanyak terjadi pada tahun 2020 yakni 84 kasus kekerasan. Sebagian besar kasus kekerasan pada jurnalis selama ini tidak pernah diusut seacara tuntas, sehingga bila dibiarkan dapat menjadi ancaman serius bagi kemerdekaan pers.
Baca juga: Dinilai kurang maksimal, Dewan Pers didesak aktifkan pedoman penanganan kekerasan wartawan
Ketua Umum AJI Sasmito menjelaskan sesuai Peraturan Komnas HAM, jurnalis Nurhadi memenuhi kualifikasi sebagai pembela HAM, sehingga dengan pengaduan atas kekerasan yang menimpa Nurhadi, Komnas HAM harus terlibat untuk mengawal kasus tersebut.
“Kami berharap Komnas HAM mengawal kasus ini, agar memastikan seluruh proses penanganan dan peradilan bisa berjalan, dan pelaku, bahkan otak pelaku kekerasan bisa diproses dan dijatuhi hukuman di pengadilan,” kata Sasmito, usai menyerahkan surat pengaduan kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo, Nurhadi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat.
Secara internasional, kata Sasmito, keberadaan pembela HAM juga telah diakui melalui pengesahan Deklarasi tentang Pembela Hak Asasi Manusia pada 1998 oleh Perserikatan Bangsa-bangsa. Karena itu, pembela HAM memiliki hak atas perlindungan, dan merupakan tanggung jawab negara untuk memastikan perlindungan ini, sehingga pembela HAM dapat melaksanakan pekerjaan mereka yang penting dan sah.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, jurnalis adalah pilar demokrasi yang memegang peran penting membangun peradaban demokrasi dan HAM. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kerja-kerja jurnalis dari intervensi dan kekerasan harus menjadi arus utama oleh semua lembaga termasuk lembaga penegak hukum.
“Harus ada perlindungan yang utuh terhadap jurnalis. Karena posisi jurnalis ini bukan hanya pembawa fakta, namun juga sebagai pembela HAM,” kata dia.
Baca juga: Aksi solidaritas menolak kekerasan jurnalis Tempo di Kalsel
Sebelumnya, LBH Pers juga telah melaporkan kasus Nurhadi ke Divisi Propam Mabes Polri, karena sejumlah anggota polisi diduga sebagai pelaku. Kasus Nurhadi saat ini masih dalam penyelidikan Polda Jawa Timur dan akan memasuki gelar perkara pada Senin, 19 April 2021.
Nurhadi menjadi korban penganiayaan saat melakukan reportase, di Gedung Samudra Bumimoro, Surabaya, Jatim, Sabtu (27/3/2021) malam. Di sana, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat itu, di lokasi sedang berlangsung pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan putri Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Dalam peristiwa tersebut, Nurhadi tak hanya dianiaya oleh para pelaku yang berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang. Pelaku juga merusak simcard di ponsel milik Nurhadi serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.
Baca juga: Jurnalis Tempo Nurhadi diduga dianiaya oknum aparat
Setelah peristiwa itu, Nurhadi melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim dengan didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, KontraS, LBH Lentera, dan LBH Pers.
Kasus Nurhadi bukan kekerasan pertama dialami jurnalis di Indonesia. Dari data advokasi yang dihimpun oleh AJI, sejak 2006 terdapat 848 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Persentase terbanyak terjadi pada tahun 2020 yakni 84 kasus kekerasan. Sebagian besar kasus kekerasan pada jurnalis selama ini tidak pernah diusut seacara tuntas, sehingga bila dibiarkan dapat menjadi ancaman serius bagi kemerdekaan pers.
Baca juga: Dinilai kurang maksimal, Dewan Pers didesak aktifkan pedoman penanganan kekerasan wartawan