Karyawan BRI Palangka Raya dampingi nasabah dari usaha kecil hingga sukses
Palangka Raya (ANTARA) - Miranda Arisona Sirumapea sudah 10 tahun bekerja di Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan ia mengaku menikmati profesinya sebagai Relationship Manager (RM) Kredit pada Kantor Cabang Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
"Saya fresh graduate masuk di BRI. Saya kuliah di Semarang dan saat kembali ke Palangka Raya, ada lowongan pekerjaan di BRI,” kata Miranda.
Perempuan berusia 35 tahun ini menjelaskan, dulu sebutan untuk bidang yang ditekuninya saat ini bukan RM melainkan associate account officer. Ia menjabarkan tugas dari associate account officer adalah menawarkan kredit ke pengusaha.
Saat ini, RM memilik tugas yang lebih luas dan menantang, bukan hanya sebatas menawarkan kredit, tapi juga melayani kebutuhan perbankan lainnya.
“Misalnya kita pegang satu pengusaha dan pengusaha tersebut minta dibukakan giro transaksi, ya kita kerjakan,” ujarnya.
Ibu dari dua anak ini mengaku senang bisa menjadi RM di BRI. Alasannya, karena banyak pengalaman menarik yang bisa didapatkan ketika berada di lapangan saat mendatangi nasabah.
Pengetahuannya bertambah mengenai sektor-sektor usaha jika dibandingkan menjadi teller atau customer service yang kerjanya terbatas di kantor.
Menurutnya dari satu nasabah dirinya terhubung ke nasabah lain dan dapat lebih banyak ilmu apabila menjadi RM, karena di lapangan sifatnya fleksibel.
"Kalau saya keluar ketemu pelaku usaha perdagangan, kontraktor, ataupun developer, sehingga bisa melihat usaha mana yang prospek,” ungkapnya.
Hingga kini, Miranda memegang 30 nasabah dan lima diantaranya merupakan nasabah perempuan. Segmentasi kredit yang ia pegang mulai dari Rp1 miliar ke atas. Hanya saja, kebanyakan nasabah meminjam ke BRI sekitar Rp3,5-5 miliar.
“Jadi saya pegang 30 nasabah itu jumlah kreditnya mencapai Rp76 miliaran,” terangnya.
Lanjut Miranda bercerita, dari lima nasabah perempuannya itu ada yang bernama Ernawati, berdagang kain dan perlengkapan jahit. Ada juga Novelita usahanya berupa penyewaan wisma dan beliau sedang perlebaran usaha ke sektor perkebunan seperti agrowisata.
“Ada juga Selvia yakni perdagangan spare part, beliau pinjamannya Rp5 miliar di BRI dan ada juga Rani usaha perkreditan barang yang hingga kini punya toko furniture, serta ada satu lagi. Totalnya lima nasabah perempuan,” ungkapnya.
Ia mengaku lebih mudah melakukan pendekatan dengan nasabah perempuan dibanding nasabah laki-laki. Sayangnya pelaku bisnis perempuan itu jarang.
Nasabah perempuan, menurutnya, lebih enak diajak ngobrol dan mereka tidak malu bertanya kepadanya karena pendekatannya seperti saudara.
Misalnya, seperti pendekatan dengan Ernawati. Ernawati tersebut sudah lama kreditnya dan ia melihat prospeknya besar.
Tapi Ernawati tidak mau mengambil kredit, akhirnya ia mendatangi Ernawati berkali-kali untuk menawarkan bantuan pinjaman dari BRI, tujuannya agar usahanya semakin berkembang.
“Saya yang datang nawarin toko-toko menyarankan untuk buka toko. Saya yang putar otak supaya nasabah itu ada keperluan terus bisa kredit di saya. Pendekatannya berkali-kali. Biasanya kalau pertama kali itu wawancara dulu, sehingga kita tahu keperluan nasabah apa,” terangnya dalam rilis yang disampaikan BRI.
Kredit Macet
Setiap profesi pasti ada kendala. Di bidang yang digeluti Miranda, nasabah yang macet pembayaran kreditnya merupakan tantangan yang harus dihadapi.
Biasanya nasabah yang macet tersebut dibagi berdasarkan karakter atau memang usahanya sedang menurun, sehingga mereka tidak mampu membayar angsuran.
“Kalau karena karakter ini biasanya susah, karena nasabah punya uang pun dia akan bilang tidak punya, karakternya menunda-nunda. Ada juga karena risiko bisnis, usahanya sedang menurun,” papar Miranda.
Jika usaha nasabah menurun tapi karakternya baik, Miranda masih bisa melakukan pendekatan dengan debitur dan mengomunikasikan kedepannya mau bagaimana.
Kalau itikad nasabahnya baik, pasti nasabah itu bilang dirinya masih mau bekerja sama dengan BRI, dan tentunya Miranda pun akan menawarkan solusi, salah satunya seperti relaksasi.
Namun berbeda halnya dengan nasabah yang karakternya buruk sekaligus usahanya menurun. Terlebih jika nasabah tersebut tidak ada itikad baik untuk mencari solusi bersama BRI, berarti pendekatannya dengan penyelesaian.
“Kami biasanya membantu untuk melelang asetnya, tapi juga berusaha berkomunikasi dulu dan melihat kondisinya,” katanya.
Demikian, selama Miranda menjadi RM, dirinya menilai BRI sudah sangat cukup menyejahterakan para pegawainya termasuk dirinya sebagai RM. Bahkan di masa COVID-19, ia tetap menerima haknya tanpa pengurangan, termasuk THR serta bonus.
“Hanya saja persentasenya menurun, karena kami mengerti lantaran kami menghasilkan laba juga menurun, suku bunga bank semua turun adanya program PEN. Menurut saya BRI dibanding yang lain, tingkat kesejahteraan pegawai BRI lebih baik,” pungkasnya.
"Saya fresh graduate masuk di BRI. Saya kuliah di Semarang dan saat kembali ke Palangka Raya, ada lowongan pekerjaan di BRI,” kata Miranda.
Perempuan berusia 35 tahun ini menjelaskan, dulu sebutan untuk bidang yang ditekuninya saat ini bukan RM melainkan associate account officer. Ia menjabarkan tugas dari associate account officer adalah menawarkan kredit ke pengusaha.
Saat ini, RM memilik tugas yang lebih luas dan menantang, bukan hanya sebatas menawarkan kredit, tapi juga melayani kebutuhan perbankan lainnya.
“Misalnya kita pegang satu pengusaha dan pengusaha tersebut minta dibukakan giro transaksi, ya kita kerjakan,” ujarnya.
Ibu dari dua anak ini mengaku senang bisa menjadi RM di BRI. Alasannya, karena banyak pengalaman menarik yang bisa didapatkan ketika berada di lapangan saat mendatangi nasabah.
Pengetahuannya bertambah mengenai sektor-sektor usaha jika dibandingkan menjadi teller atau customer service yang kerjanya terbatas di kantor.
Menurutnya dari satu nasabah dirinya terhubung ke nasabah lain dan dapat lebih banyak ilmu apabila menjadi RM, karena di lapangan sifatnya fleksibel.
"Kalau saya keluar ketemu pelaku usaha perdagangan, kontraktor, ataupun developer, sehingga bisa melihat usaha mana yang prospek,” ungkapnya.
Hingga kini, Miranda memegang 30 nasabah dan lima diantaranya merupakan nasabah perempuan. Segmentasi kredit yang ia pegang mulai dari Rp1 miliar ke atas. Hanya saja, kebanyakan nasabah meminjam ke BRI sekitar Rp3,5-5 miliar.
“Jadi saya pegang 30 nasabah itu jumlah kreditnya mencapai Rp76 miliaran,” terangnya.
Lanjut Miranda bercerita, dari lima nasabah perempuannya itu ada yang bernama Ernawati, berdagang kain dan perlengkapan jahit. Ada juga Novelita usahanya berupa penyewaan wisma dan beliau sedang perlebaran usaha ke sektor perkebunan seperti agrowisata.
“Ada juga Selvia yakni perdagangan spare part, beliau pinjamannya Rp5 miliar di BRI dan ada juga Rani usaha perkreditan barang yang hingga kini punya toko furniture, serta ada satu lagi. Totalnya lima nasabah perempuan,” ungkapnya.
Ia mengaku lebih mudah melakukan pendekatan dengan nasabah perempuan dibanding nasabah laki-laki. Sayangnya pelaku bisnis perempuan itu jarang.
Nasabah perempuan, menurutnya, lebih enak diajak ngobrol dan mereka tidak malu bertanya kepadanya karena pendekatannya seperti saudara.
Misalnya, seperti pendekatan dengan Ernawati. Ernawati tersebut sudah lama kreditnya dan ia melihat prospeknya besar.
Tapi Ernawati tidak mau mengambil kredit, akhirnya ia mendatangi Ernawati berkali-kali untuk menawarkan bantuan pinjaman dari BRI, tujuannya agar usahanya semakin berkembang.
“Saya yang datang nawarin toko-toko menyarankan untuk buka toko. Saya yang putar otak supaya nasabah itu ada keperluan terus bisa kredit di saya. Pendekatannya berkali-kali. Biasanya kalau pertama kali itu wawancara dulu, sehingga kita tahu keperluan nasabah apa,” terangnya dalam rilis yang disampaikan BRI.
Kredit Macet
Setiap profesi pasti ada kendala. Di bidang yang digeluti Miranda, nasabah yang macet pembayaran kreditnya merupakan tantangan yang harus dihadapi.
Biasanya nasabah yang macet tersebut dibagi berdasarkan karakter atau memang usahanya sedang menurun, sehingga mereka tidak mampu membayar angsuran.
“Kalau karena karakter ini biasanya susah, karena nasabah punya uang pun dia akan bilang tidak punya, karakternya menunda-nunda. Ada juga karena risiko bisnis, usahanya sedang menurun,” papar Miranda.
Jika usaha nasabah menurun tapi karakternya baik, Miranda masih bisa melakukan pendekatan dengan debitur dan mengomunikasikan kedepannya mau bagaimana.
Kalau itikad nasabahnya baik, pasti nasabah itu bilang dirinya masih mau bekerja sama dengan BRI, dan tentunya Miranda pun akan menawarkan solusi, salah satunya seperti relaksasi.
Namun berbeda halnya dengan nasabah yang karakternya buruk sekaligus usahanya menurun. Terlebih jika nasabah tersebut tidak ada itikad baik untuk mencari solusi bersama BRI, berarti pendekatannya dengan penyelesaian.
“Kami biasanya membantu untuk melelang asetnya, tapi juga berusaha berkomunikasi dulu dan melihat kondisinya,” katanya.
Demikian, selama Miranda menjadi RM, dirinya menilai BRI sudah sangat cukup menyejahterakan para pegawainya termasuk dirinya sebagai RM. Bahkan di masa COVID-19, ia tetap menerima haknya tanpa pengurangan, termasuk THR serta bonus.
“Hanya saja persentasenya menurun, karena kami mengerti lantaran kami menghasilkan laba juga menurun, suku bunga bank semua turun adanya program PEN. Menurut saya BRI dibanding yang lain, tingkat kesejahteraan pegawai BRI lebih baik,” pungkasnya.