"WHO dan UNICEF menyarankan orang tua untuk menyempatkan setidaknya waktu 30 menit bersama anak, per anak, untuk melakukan quality time. Ini penting sekali untuk membangun hubungan berkualitas itu, karena bonding akan ikut mengembangkan kemampuan sosial anak, dan fungsi-fungsi lainnya, dan jangan sampai kita sebagai orang tua terlewat momen-momen itu," kata dr. Mesty dalam jumpa pers, ditulis pada Jumat.
Lebih lanjut, dr. Mesty mengatakan bahwa orang tua harus terlibat dalam tumbuh-kembang anak lewat bermain bersama. Meskipun bekerja dari rumah mungkin lebih menantang, orang tua harus bisa membedakan waktu untuk bekerja dan bermain bersama buah hati.
"Caranya bagaimana? Misalnya, orang tua bisa membuat spot khusus yang bisa diidentifikasi oleh anak bahwa orang tuanya sedang bekerja, sehingga anak juga tahu kalau ini adalah waktunya ayah-bunda bekerja, sehingga harus bermain sendiri untuk sementara waktu," jelas dia.
Baca juga: Ini aktivitas seru usir rasa bosan dan tetap produktif selama WFH
"Bagaimana kalau ada pekerjaan yang urgent di waktu bermain? Kita harus minta maaf karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Situasi di rumah tidak harus selalu ideal, yang penting adalah bagaimana kita bisa komunikasikannya dengan anak-anak," ujarnya menambahkan.
Jika anak terpaksa bermain sendiri, dr. Mesty mengatakan orang tua perlu mengetahui bahwa terdapat mainan-mainan yang sesuai dengan usia dan fase pertumbuhannya. Namun, jika terlalu terobsesi dan berlebihan memberikan stimulasi, juga tidak baik.
"Di sisi lain, ketika anak sedang bermain sendiri, anak juga tidak boleh untuk di-over-stimulate, karena anak harus mengetahui adanya rasa bosan dan akhirnya bisa bermain sendiri dengan apa yang ada di sekelilingnya untuk memacu imajinasi dan kreativitasnya," ujarnya.
"Orang tua juga bisa membangun rutinitas untuk anak-anak. Dengan kita punya jadwal beraktivitas, anak akan terbiasa untuk bersiap, dan dia akan cenderung lebih menerima harinya dan bahagia," imbuhnya.
Saat disinggung mengenai penggunaan gawai, dr. Mesty memaparkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa di negara berkembang seperti Indonesia, 43 persen anak-anak berusia 0-5 tahun tidak mencapai potensi perkembangan sesuai umur karena banyak diberikan gawai dan tidak bermain dengan permainan yang sesuai usianya.
Baca juga: 'Cuci mata' dengan tanaman bantu penglihatan nyaman selama WFH
"Sekarang ini juga mulai ada tren gangguan sensorik, karena indera-indera sensori anak tidak terlatih dengan optimal karena pemberian gadget terlalu dini," kata dr. Mesty.
"Carilah mainan yang merangsang sensori mereka, sehingga anak bisa mengenal tekstur, bermain outdoor yang menunjang keseimbangan dan menyiapkan kemandirian dan hubungan sosial mereka. Lalu, bermain langsung dan bertemu orang, yang menghasilkan interaksi dua arah yang penting bagi kemampuan sosial anak agar terasah," imbuhnya.
Sementara itu, gerai mainan edukatif Early Learning Centre (ELC) kembali menggaungkan kampanye #ELCMainSamaAnak, yang dilatarbelakangi oleh banyaknya orang tua dengan kesibukan tinggi dan kurangnya edukasi seputar pentingnya meningkatkan bonding dengan anak melalui bermain bersama.
ELC ingin mengajak para orang tua agar dapat meluangkan waktu lebih banyak bermain bersama anak menggunakan mainan edukasi yang tepat. Mainan edukasi seperti ELC Little Senses, Pretend Play dan Outdoor Toys menjadi mainan yang paling diminati selama pandemi.
Baca juga: Camilan khas Indonesia cocok untuk temani WFH
Baca juga: Tips enyahkan sakit punggung saat 'WFH' di tengah PPKM darurat
Baca juga: Inspirasi mainan edukasi untuk anak di kala WFH