Pendiri MURI Jaya Suprana diingatkan berdiri saat hakim masuk ruang sidang
Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI Arief Hidayat mengingatkan Jaya Suprana selaku pemohon uji materi Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) agar berdiri saat majelis hakim memasuki ruang persidangan.
"Pak Jaya, lain kali kalau hakim masuk Pak Jaya berdiri ya," kata Hakim MK Arief Hidayat saat membuka Sidang Gugatan Uji Materi Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan pemohon Jaya Suprana di Jakarta, Selasa.
Hakim Arief Hidayat menjelaskan sesuai aturan, saat majelis hakim masuk ke ruang sidang atau keluar dari ruang sidang maka pemohon harus berdiri.
"Meskipun sidang secara daring harus tetap berdiri. Itu tata tertibnya," ujar Arief.
Budayawan sekaligus Pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) Jaya Suprana selaku pemohon mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.
Sidang gugatan tersebut merupakan sidang perdana dengan agenda penyampaian permohonan pemohon kepada majelis hakim.
Berdasarkan permohonan Jaya Suprana yang masuk ke MK, pokok-pokok permohonannya, antara lain menyangkut Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bunyi pasal tersebut adalah pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945.
Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 sendiri berbunyi syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Kemudian Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 menyatakan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum
Atas dasar itu, pemohon berpendapat Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.
Dalam petitumnya, Jaya Suprana meminta majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
Terakhir, memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Jika majelis hakim mempunyai keputusan lain, pemohon meminta putusan yang adil.
"Pak Jaya, lain kali kalau hakim masuk Pak Jaya berdiri ya," kata Hakim MK Arief Hidayat saat membuka Sidang Gugatan Uji Materi Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan pemohon Jaya Suprana di Jakarta, Selasa.
Hakim Arief Hidayat menjelaskan sesuai aturan, saat majelis hakim masuk ke ruang sidang atau keluar dari ruang sidang maka pemohon harus berdiri.
"Meskipun sidang secara daring harus tetap berdiri. Itu tata tertibnya," ujar Arief.
Budayawan sekaligus Pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) Jaya Suprana selaku pemohon mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.
Sidang gugatan tersebut merupakan sidang perdana dengan agenda penyampaian permohonan pemohon kepada majelis hakim.
Berdasarkan permohonan Jaya Suprana yang masuk ke MK, pokok-pokok permohonannya, antara lain menyangkut Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bunyi pasal tersebut adalah pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945.
Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 sendiri berbunyi syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Kemudian Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 menyatakan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum
Atas dasar itu, pemohon berpendapat Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.
Dalam petitumnya, Jaya Suprana meminta majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
Terakhir, memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Jika majelis hakim mempunyai keputusan lain, pemohon meminta putusan yang adil.