Putusan MK larang caleg terpilih mundur bahan revisi UU

id larang caleg terpilih mundur,Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda,revisi UU,Kalteng,Kalimantan Tengah

Putusan MK larang caleg terpilih mundur bahan revisi UU

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda di Kompleks Parlemen, Jakarta. (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang calon legislatif (caleg) terpilih mundur demi maju pada pemilihan kepala daerah (pilkada) akan menjadi bahan pihaknya dalam merivisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

"Putusan Mahkamah Konstitusi hari ini akan menjadi bahan bagi kami dalam rangka melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, sekaligus Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Rifqi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Meski demikian dia tak menampik sebagai anggota partai politik, putusan MK tersebut mempersempit ruang pihaknya untuk melakukan simulasi penugasan kader-kader dalam pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota (pilkada).

"Dari sisi partai politik, sekali lagi putusan Mahkamah Konstitusi ini membatasi ruang bagi kami untuk menempatkan kader-kader kami melalui pemilu yang tersedia," tuturnya.

Dia lantas melanjutkan, "Dan sesungguhnya hak untuk menempatkan kader itu ada pada partai politik."

Terlebih, lanjut dia, jika waktu penjadwalan Pilkada 2029 ke depan tidak lagi berimpitan dengan waktu penjadwalan pileg.

"Kami merencanakan pemilihan kepala daerah itu dilaksanakan tidak pada tahun yang sama karena berdasarkan evaluasi pilkada tahun 2024, pelaksanaan pileg dan pilpres di waktu yang berdekatan itu membuat banyak aspek teknis kepemiluan menjadi kacau balau, tidak tertangani karena ada tumpang tindih tahapan," ucapnya.

Untuk itu, dia menekankan dengan adanya pembatasan dalam putusan MK tersebut pihaknya harus melakukan simulasi ulang terhadap penugasan-penugasan kader dalam kontestasi pileg ataukah pilkada sejak jauh hari.

"Fokus di mana mereka (kader) yang harus ikut pileg, mana mereka yang harus ikut pilkada sejak awal sebelum 2029 berlangsung," ujar dia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Mereka yang sebagai pemohon ialah tiga mahasiswa Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung, Jawa Timur, yakni Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Adinia Ulva Maharani.

MK menyatakan Pasal 426 ayat (1) huruf b UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum".

"Dengan demikian, Mahkamah berpendapat calon terpilih yang mengundurkan diri karena hendak mencalonkan diri dalam pemilihan umum kepala/wakil kepada daerah adalah hal yang melanggar hak konstitusional pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat," ucap Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Menurut MK, pengunduran diri calon terpilih dapat dibenarkan sepanjang hal itu dimaksudkan untuk menduduki jabatan yang tidak dipilih melalui pemilu, tetapi jabatan yang berdasarkan pengangkatan dan/atau penunjukan seperti menteri, duta besar, atau pejabat negara maupun pejabat publik lainnya.