Jakarta (ANTARA) - Pengamat pangan dan Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah menyatakan, negara-negara G20 perlu menyadari bahwa berbagai dampak peristiwa saat ini menyadarkan pentingnya aspek ketahanan pangan.
"Harusnya momentum pandemi dan ditambah lagi adanya perang Rusia Ukraina harusnya menjadikan kita sadar sesadar-sadarnya. Situasi itu telah dengan nyata mempengaruhi derajat ketahanan pangan tiap negara," kata Said Abdullah dalam keterangan di Jakarta, Minggu.
Dalam konteks Indonesia, menurut dia, jangan lagi negeri ini bergantung kepada pasar pangan global ketika negara-negara lain berlomba memperkuat diri sendiri.
Ia berpendapat bahwa sudah cukup jelas, persoalan pangan yang ada saat ini, mulai dari kedelai, minyak goreng, gandum yang berkontraksi, turut mempengaruhi dan menyebabkan situasi ekonomi, sosial politik berpotensi semakin memanas.
"Situasi pandemi makin berat dengan adanya kisruh Rusia Ukraina. Kita tahu kedua negara itu merupakan eksportir pangan dan bahan baku pupuk. Laporan terbaru dari High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition, FAO tahun 2022 menunjukkan bahwa sekurangnya ada 30 negara yang langsung terdampak karena perang ini," katanya.
Selain 30 negara ini, lanjutnya, perang Ukraina Rusia juga menyebabkan goncangan stok dan harga. Hal ini akan dirasakan semua negara importir termasuk Indonesia yang menjadi salah satu importir gandum terbesar di tingkat internasional.
Untuk itu, ujar dia, Indonesia perlu memperkuat diversifikasi produksi pangan pada tingkat desa sampai nasional sehingga RI tidak terlalu tergantung pada pasar pangan global, serta pentingnya membangun sistem pangan yang lebih resilien dan berdaulat.
Ia juga menekankan antara lain pentingnya memperkuat sistem proteksi sosial dari yang sudah ada terutama kaitannya dengan keterpenuhan pangan terutama lagi bagi kelompok masyarakat kelas bawah, serta memperbesar dukungan pada petani untuk memperbaiki derajat kehidupannya dengan paket investasi lengkap.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani dalam acara Tackling Food Insecurity yang merupakan rangkaian IMF-WBG Spring Meetings 2022 di Washington D.C., Selasa (19/4), menyerukan perlunya mengatasi potensi krisis ketahanan pangan sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina.
Ia mengemukakan bahwa perang dan berbagai tindakan yang menyertainya dinilai telah memicu kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Puji Lestari mengatakan Presidensi G20 Indonesia menjadi momentum penting mendorong kerja sama internasional membangun sistem ketahanan pangan dunia yang berkelanjutan.
"Tujuan pembangunan sistem pangan berkelanjutan adalah untuk mewujudkan dunia tanpa kelaparan," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Jumat (8/4).
Dalam mewujudkan ketahanan pangan global secara berkelanjutan, diperlukan kerja sama antarnegara untuk memastikan perdagangan dan distribusi pangan dapat berjalan dengan baik guna menghadapi krisis.
Berita Terkait
Kementan bantu kembangkan pertanian Kotim melalui optimasi lahan dan pompanisasi
Selasa, 30 April 2024 16:34 Wib
Edy Purwanto ditunjuk pimpin Dinas Ketahanan Pangan Pulang Pisau
Jumat, 26 April 2024 11:07 Wib
Pemkot Palangka Raya giatkan pengawasan harga pangan di pasar
Selasa, 23 April 2024 19:06 Wib
Perda Perlindungan Pertanian dukung kedaulatan pangan di Kalteng
Senin, 22 April 2024 18:04 Wib
Pemkab Barito Utara berikan perhatian serius terhadap inflasi pangan
Rabu, 17 April 2024 19:39 Wib
DKPP Palangka Raya sebut ketersediaan pangan aman hingga usai Lebaran
Selasa, 9 April 2024 11:10 Wib
Loka POM Kobar temukan 1.569 kemasan produk pangan TMK
Jumat, 5 April 2024 18:06 Wib
Gubernur Kalteng: Pembangunan RMU wujudkan kemandirian pangan
Kamis, 4 April 2024 11:15 Wib