Tak beralih ke kripto, LPPI sebut penerbitan mata uang digital bank sentral penting
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Mirza Adityaswara mengatakan penerbitan mata uang digital bank sentral penting agar masyarakat tidak beralih kepada mata uang digital lain seperti kripto.
"Bank sentral di berbagai belahan dunia mengambil posisi bahwa bank sentral mulai terbitkan mata uang digital sendiri," ujar Mirza dalam Seminar LPPI G20 Seri 2 di Jakarta, Kamis.
Dalam beberapa minggu terakhir, ia menyebutkan berbagai kelas aset terutama pasar saham dan pasar kripto berjatuhan dan cukup drastis di Amerika Serikat (AS), Indonesia, dan beberapa negara.
Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan suku bunga acuan AS dan pengetatan likuiditas global.
Maka dari itu, Mirza menuturkan penurunan pasar kripto yang drastis memancing pertanyaan mengenai kelayakan kripto menjadi kelas aset investasi, apalagi sebagai sistem pembayaran.
Bank Indonesia sendiri mengambil sikap tegas bahwa aset kripto tidak bisa menjadi alat pembayaran, meski kripto telah dijadikan beberapa pihak lainnya sebagai alat investasi.
"Di global aset kripto ini memang sedang berkembang sebagai suatu aset digital dan ini ada berbagai macam diciptakan dengan teknologi blockchain," sebutnya.
Tak hanya mata uang digital bank sentral, ia menambahkan, pembayaran lintas negara di tengah perang Rusia dan Ukraina pun sedang menjadi perhatian karena negara barat memberi sanksi kepada Rusia untuk tidak bisa mengikuti sistem pembayaran internasional yang disebut SWIFT.
Oleh karenanya, sanksi tersebut membuat banyak negara berpikir terkait sekuritisasi sistem pembayaran negara jika suatu negara besar seperti Rusia dikenakan sanksi dalam sistem pembayaran internasional.
"Bank sentral di berbagai belahan dunia mengambil posisi bahwa bank sentral mulai terbitkan mata uang digital sendiri," ujar Mirza dalam Seminar LPPI G20 Seri 2 di Jakarta, Kamis.
Dalam beberapa minggu terakhir, ia menyebutkan berbagai kelas aset terutama pasar saham dan pasar kripto berjatuhan dan cukup drastis di Amerika Serikat (AS), Indonesia, dan beberapa negara.
Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan suku bunga acuan AS dan pengetatan likuiditas global.
Maka dari itu, Mirza menuturkan penurunan pasar kripto yang drastis memancing pertanyaan mengenai kelayakan kripto menjadi kelas aset investasi, apalagi sebagai sistem pembayaran.
Bank Indonesia sendiri mengambil sikap tegas bahwa aset kripto tidak bisa menjadi alat pembayaran, meski kripto telah dijadikan beberapa pihak lainnya sebagai alat investasi.
"Di global aset kripto ini memang sedang berkembang sebagai suatu aset digital dan ini ada berbagai macam diciptakan dengan teknologi blockchain," sebutnya.
Tak hanya mata uang digital bank sentral, ia menambahkan, pembayaran lintas negara di tengah perang Rusia dan Ukraina pun sedang menjadi perhatian karena negara barat memberi sanksi kepada Rusia untuk tidak bisa mengikuti sistem pembayaran internasional yang disebut SWIFT.
Oleh karenanya, sanksi tersebut membuat banyak negara berpikir terkait sekuritisasi sistem pembayaran negara jika suatu negara besar seperti Rusia dikenakan sanksi dalam sistem pembayaran internasional.