Bupati Kotim berharap ada solusi percepatan realisasi kebun plasma sawit
Palangka Raya (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Halikinnor berharap ada solusi agar aturan yang mewajibkan perusahaan menyediakan kebun plasma untuk masyarakat minimal 20 persen, bisa cepat terealisasi sesuai ketentuan.
"Banyak perusahaan tidak mempunyai lahan lagi, sementara di sisi lain kita ada tapi statusnya masih kawasan hutan produksi. Ini perlu kebijakan pemerintah pusat apakah kawasan hutan produksi itu bisa digunakan untuk perkebunan khususnya plasma minimal 20 persen yang peruntukannya untuk masyarakat di sekitar perkebunan," ujar Halikinnor di Palangka Raya, Rabu.
Hal itu disampaikan Halikinnor saat diwawancarai di sela kegiatan Borneo Forum ke-5 di Palangka Raya. Kegiatan tahunan yang dihadiri kepala daerah dari berbagai kabupaten/kota dan provinsi di Kalimantan ini dilaksanakan 23-25 Agustus 2022.
Menurut Halikinnor, Forum Borneo membahas berbagai permasalahan tentang keberadaan perkebunan kelapa sawit. Pemerintah daerah menginginkan sektor andalan nasional ini juga membawa manfaat besar yang dirasakan langsung oleh masyarakat di daerah.
Untuk itu, berbagai permasalahan dibahas dalam Forum Borneo. Harapannya, berbagai permasalahan yang masih menjadi kendala, bisa dicarikan solusinya.
Forum Borneo bisa menjadi wadah mencari solusi permasalahan kawasan yang sampai sekarang belum tuntas dan masih bahas oleh pemerintah pusat agar ditemukan bagaimana penyelesaiannya.
Masalah lainnya yaitu tentang tuntutan masyarakat terhadap tuntutan kebun plasma sebesar 20 persen dari luas area perkebunan. Halikinnor menilai, sampai saat ini kewajiban itu belum terealisasi dengan maksimal
Aturan tentang kewajiban menyediakan kebun plasma tertuang dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Poin pentingnya adalah kewajiban bagi PBS dan Perkebunan Besar Negara (PBN) untuk membangun kebun plasma minimal 20 persen dari total konsesi yang dimilikinya.
Semangat dari regulasi ini agar rakyat juga menikmati keuntungan dari budidaya perkebunan sawit. Namun faktanya, aturan tersebut belum sepenuhnya terwujud karena berbagai kendala yang terjadi.
Baca juga: DPRD Kotim perlu tingkatkan sosialisasi peraturan daerah
Halikinnor menyebutkan, realisasi kebun plasma di Kotawaringin Timur masih sekitar 30 persen dari yang seharusnya. Ada beberapa grup perusahaan yang maksimal dalam pelaksanaan kebun plasma, tetapi ada juga perusahaan besar yang belum ada kebun plasmanya sama sekali.
Menurutnya, jika mengurai sengkarut ketersediaan lahan untuk plasma sangat sulit, ada solusi lain yang mungkin bisa dijalankan. Opsi itu adalah dengan penyerahan hasil panen oleh perusahaan kepada masyarakat untuk dengan estinasi hasil panen kebun seluas 20 persen dari areal kebun perusahaan.
"Kalau bisa ada satu atau dua percontohan perusahaan yang tidak ada lahan plasmanya tetapi diperhitungkan
Kebun plasma itu minimal 20 persen dari hasil areal perkebunan yang dikuasai, lalu diserahkan kepada masyarakat," ujar Halikinnor.
Pria yang juga menjabat Koordinator Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Kalimantan Tengah itu menambahkan, masalah lain yang juga menjadi perhatian adalah terkait kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap daerah.
Perkebunan kelapa sawit menjadi andalan bagi negara ini, namun faktanya masih banyak masyarakat di sekitar kebun belum bisa menerima manfaat secara langsung. Hal itu juga tidak terlepas dari kebijakan sebelumnya yakni pajak hasil perkebunan yang sepenuhnya ditarik oleh pemerintah pusat.
"Harapan kita, dengan harmonisasi keuangan pusat dan daerah yang insya Allah tahun depan direalisasikan sehingga kabupaten penghasil sawit bisa menerima dana bagi hasil dari sawit itu sehingga menerima manfaat secara langsung," ujar Halikinnor yang juga merupakan salah satu penggagas terbentuknya Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia.
Halikinnor juga berharap program-program CSR (corporate social responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan perkebunan kelapa sawit, bisa dimaksimalkan untuk masyarakat, khususnya di sekitar perkebunan.
Langkah-langkah positif itu diharapkan membuat keberadaan perkebunan kelapa sawit menjadi andalan negara. Selain itu, sektor ini diharapkan juga menjadi andalan masyarakat di sekitar perusahaan, termasuk bagi daerah karena menjadi salah satu pendapatan daerah untuk membangun daerah lebih maju lagi.
Baca juga: Legislator Kotim: Janggal jika petugas SPBU tidak bisa mengenali pelangsir
Baca juga: Legislator Kotim usulkan pembentukan tim khusus pengawasan BBM bersubsidi
Baca juga: Pertamina beri sanksi tujuh SPBU di Kalteng
"Banyak perusahaan tidak mempunyai lahan lagi, sementara di sisi lain kita ada tapi statusnya masih kawasan hutan produksi. Ini perlu kebijakan pemerintah pusat apakah kawasan hutan produksi itu bisa digunakan untuk perkebunan khususnya plasma minimal 20 persen yang peruntukannya untuk masyarakat di sekitar perkebunan," ujar Halikinnor di Palangka Raya, Rabu.
Hal itu disampaikan Halikinnor saat diwawancarai di sela kegiatan Borneo Forum ke-5 di Palangka Raya. Kegiatan tahunan yang dihadiri kepala daerah dari berbagai kabupaten/kota dan provinsi di Kalimantan ini dilaksanakan 23-25 Agustus 2022.
Menurut Halikinnor, Forum Borneo membahas berbagai permasalahan tentang keberadaan perkebunan kelapa sawit. Pemerintah daerah menginginkan sektor andalan nasional ini juga membawa manfaat besar yang dirasakan langsung oleh masyarakat di daerah.
Untuk itu, berbagai permasalahan dibahas dalam Forum Borneo. Harapannya, berbagai permasalahan yang masih menjadi kendala, bisa dicarikan solusinya.
Forum Borneo bisa menjadi wadah mencari solusi permasalahan kawasan yang sampai sekarang belum tuntas dan masih bahas oleh pemerintah pusat agar ditemukan bagaimana penyelesaiannya.
Masalah lainnya yaitu tentang tuntutan masyarakat terhadap tuntutan kebun plasma sebesar 20 persen dari luas area perkebunan. Halikinnor menilai, sampai saat ini kewajiban itu belum terealisasi dengan maksimal
Aturan tentang kewajiban menyediakan kebun plasma tertuang dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Poin pentingnya adalah kewajiban bagi PBS dan Perkebunan Besar Negara (PBN) untuk membangun kebun plasma minimal 20 persen dari total konsesi yang dimilikinya.
Semangat dari regulasi ini agar rakyat juga menikmati keuntungan dari budidaya perkebunan sawit. Namun faktanya, aturan tersebut belum sepenuhnya terwujud karena berbagai kendala yang terjadi.
Baca juga: DPRD Kotim perlu tingkatkan sosialisasi peraturan daerah
Halikinnor menyebutkan, realisasi kebun plasma di Kotawaringin Timur masih sekitar 30 persen dari yang seharusnya. Ada beberapa grup perusahaan yang maksimal dalam pelaksanaan kebun plasma, tetapi ada juga perusahaan besar yang belum ada kebun plasmanya sama sekali.
Menurutnya, jika mengurai sengkarut ketersediaan lahan untuk plasma sangat sulit, ada solusi lain yang mungkin bisa dijalankan. Opsi itu adalah dengan penyerahan hasil panen oleh perusahaan kepada masyarakat untuk dengan estinasi hasil panen kebun seluas 20 persen dari areal kebun perusahaan.
"Kalau bisa ada satu atau dua percontohan perusahaan yang tidak ada lahan plasmanya tetapi diperhitungkan
Kebun plasma itu minimal 20 persen dari hasil areal perkebunan yang dikuasai, lalu diserahkan kepada masyarakat," ujar Halikinnor.
Pria yang juga menjabat Koordinator Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Kalimantan Tengah itu menambahkan, masalah lain yang juga menjadi perhatian adalah terkait kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap daerah.
Perkebunan kelapa sawit menjadi andalan bagi negara ini, namun faktanya masih banyak masyarakat di sekitar kebun belum bisa menerima manfaat secara langsung. Hal itu juga tidak terlepas dari kebijakan sebelumnya yakni pajak hasil perkebunan yang sepenuhnya ditarik oleh pemerintah pusat.
"Harapan kita, dengan harmonisasi keuangan pusat dan daerah yang insya Allah tahun depan direalisasikan sehingga kabupaten penghasil sawit bisa menerima dana bagi hasil dari sawit itu sehingga menerima manfaat secara langsung," ujar Halikinnor yang juga merupakan salah satu penggagas terbentuknya Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia.
Halikinnor juga berharap program-program CSR (corporate social responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan perkebunan kelapa sawit, bisa dimaksimalkan untuk masyarakat, khususnya di sekitar perkebunan.
Langkah-langkah positif itu diharapkan membuat keberadaan perkebunan kelapa sawit menjadi andalan negara. Selain itu, sektor ini diharapkan juga menjadi andalan masyarakat di sekitar perusahaan, termasuk bagi daerah karena menjadi salah satu pendapatan daerah untuk membangun daerah lebih maju lagi.
Baca juga: Legislator Kotim: Janggal jika petugas SPBU tidak bisa mengenali pelangsir
Baca juga: Legislator Kotim usulkan pembentukan tim khusus pengawasan BBM bersubsidi
Baca juga: Pertamina beri sanksi tujuh SPBU di Kalteng