Kuasa hukum enam media apresiasi putusan hakim PN Makasaar terkait gugatan Rp100 triliun

id gugatan Rp100 triliun,Kuasa hukum enam media,Makassar,Kalteng,PN Makasaar

Kuasa hukum enam media apresiasi putusan hakim PN Makasaar terkait gugatan Rp100 triliun

Kuasa Hukum Tergugat dari Koalisi Pembela Kebebasan Pers Sulsel, Muh Al Jebra Al Iksan Rauf (dua kiri) didampingi kuasa hukum. lainnya memberikan keterangan pers, usai sidang putusan perdata menolak gugatan sengketa pers enam media di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (14/9/2022). ANTARA/Darwin Fatir.

Makassar (ANTARA) - Kuasa hukum enam media mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas I Makassar yang menolak sepenuhnya gugatan perdata senilai Rp100 triliun dilayangkan Muhammad Akbar Amin atas sengketa pers terkait pemberitaan mempertanyakan statusnya sebagai Raja Tallo.

"Putusan ini adalah bentuk ketegasan negara betul-betul mengakui tentang kebebasan pers. Di dalam putusan majelis hakim dalam perkara ini menerima eksepsi kita bahwa gugatannya prematur," ujar Kuasa Hukum Tergugat dari Koalisi Pembela Kebebasan Pers Sulsel Muh Al Jebra Al Iksan Rauf usai sidang putusan di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Jebra menjelaskan, seharusnya sebelum penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri, mestinya mengetahui mekanisme sengketa pers. Sebab, ada hal yang harus ditempuh sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pada Pasal 5 ayat 2 dan 3 Undang-undang Pers disebutkan ada hak jawab dan hak koreksi. Mekanismenya jelas, mengajukan hak jawab atau koreksi kepada media bersangkutan terlebih dahulu sebelum masuk ke ranah pengadilan.

Baca juga: Gugatan Rp100 triliun terhadap enam media di Makassar ditolak

"Sebelum diajukan ke pengadilan, ada mekanisme yang harus dilakukan penggugat. Karena di Pasal 5 itu sifatnya imperatif, perlu dilalui. Fakta persidangan, penggugat tidak pernah menggunakan hak jawab maupun hak koreksi selama beberapa tahun ini," ungkap Jebra.

Ia menjelaskan, apabila media bersangkutan tidak melayani hak jawab maupun hak koreksi maka dapat diadukan ke Dewan Pers sesuai mekanisme dalam aturan. Namun, apabila Dewan Pers menyatakan bukan produk jurnalistik maka bisa diajukan ke pengadilan.
 
Suasana sidang perdata dengan agenda putusan menolak gugatan sengketa pers enam media di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (14/9/2022). ANTARA/Darwin Fatir.

Namun dalam pokok perkara di eksepsi merujuk amar putusan Majelis Hakim dinyatakan prematur, sehingga menyatakan gugatan tidak dapat diterima, dan menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp3.830.000.

"Ini kabar baik, bahwa negara menghargai kebebasan pers. Tentu ada mekanisme prosedural yang ditentukan oleh Undang-Undang Pers melalui mekanisme hak koreksi maupun hak jawab ditujukan kepada media. Mestinya, sebelum mengajukan ke pengadilan harus diselesaikan dulu di Dewan Pers," katanya.

Kuasa Hukum dari RRI selaku tergugat VI, Esa Mahdika menambahkan, Majelis Hakim dalam perkara ini telah memeriksa dan menyidangkan perkara dengan sangat cermat dan teliti sehingga mengeluarkan keputusan yang tepat sesuai dengan ketentuan mekanisme hukum yang berlaku.

Baca juga: Dewan Pers apresiasi putusan MK tolak gugatan uji materi UU Pers

"Kami jadikan momen ini sebagai momen perjuangan kemerdekaan pers sekaligus pembelajaran bagi jurnalis agar bisa lebih baik lagi menjalankan tugas jurnalistik," tambahnya.

Secara terpisah, Kuasa Hukum Penggugat Mukadi Saleh mengaku pihaknya belum memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim yang menolak gugatannya.

"Masih akan dibicarakan lagi dengan tim kuasa hukum, akan dilakukan upaya banding atau bagaimana. Kita puas atas keputusan Majelis Hakim, karena tidak diintervensi oleh siapa pun, mulai dari penggugat dan tergugat," tutur dia.

Sebelumnya, enam media digugat perdata di PN Makassar, yakni Antaranews, Terkini News, Celebes News, Makassar Today, Kabar Makassar dan RRI, oleh Muh Akbar Amir yang keberatan atas pemberitaan dari narasumber dalam konferensi pers mempertanyakan statusnya sebagai Raja Tallo pada tahun 2016, namun tidak menempuh mekanisme hak jawab maupun hak koreksi.

Baca juga: Dewan Pers minta RKUHP jangan tumpang tindih UU Pers

Baca juga: PN Palangka Raya harus kedepankan UU Pers dalam menyidangkan wartawan