Kemenkes deteksi 91 kasus hepatitis akut misterius
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI mendeteksi total 91 kasus penyakit Hepatitis Akut yang belum diketahui penyebabnya pada pasien di bawah usia 16 tahun di 22 provinsi hingga Kamis (15/9).
"Ada yang meninggal 11 orang atau 26 persen dan 22 orang atau 52,3 persen sembuh," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril dalam konferensi pers secara daring yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat.
Dari total temuan kasus, sebanyak 35 diantaranya berstatus probable atau dugaan, tujuh lainnya pending, karena menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, dan 49 discarded karena menderita penyakit lain.
Penyakit lain yang dimaksud didominasi kasus Dengue. Selain itu, ada juga yang terinfeksi bakteri, kelainan jantung, leukemia dan lainnya.
Dari 35 kasus probable, DKI menjadi penyumbang terbanyak, yakni 12 kasus, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tiga kasus, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Bali masing-masing dua kasus.
Sedangkan daerah lainnya seperti Sumatera Barat, Jambi, Banten, Jawa Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara masing-masing satu kasus.
Syahril mengatakan mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki, yakni 30 orang dan 12 perempuan, dengan kelompok usia terbanyak 0 sampai 6 tahun.
"Gejala yang spesifik di Indonesia seperti demam, mual, muntah, kuning, diare akut, hingga sesak napas," ujarnya.
Syahril mengatakan meski hingga saat ini belum diketahui penyebab pasti dari hepatitis akut, tetapi bisa dicegah dengan deteksi awal gejala yang timbul.
"Karena itu, jangan sampai menyadari hingga anak mengalami gejala lebih berat, seperti mata sudah menguning dan kesadaran menurun agar penanganan kasus hepatitis akut ini bisa dilakukan lebih cepat," katanya.
Kementerian Kesehatan telah menunjuk laboratorium nasional di Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) untuk menerima seluruh rujukan sampel untuk pasien-pasien yang diduga hepatitis.
“Di laboratorium nasional ini telah dipersiapkan ketersediaan reagen atau KIT-nya untuk deteksi hepatitis, baik reagen metagenomik atau pemeriksaan genom sekuensing maupun reagen PCR, baik panel respiratori maupun gastrointestinal,” ujarnya.
Secara global, kasus hepatitis akut misterius telah dilaporkan ke WHO oleh 35 negara per 8 Juli 2022 dengan total kasus mencapai 1.010 probable.
Sebanyak 46 atau setara 5 persen kasus membutuhkan transplantasi hati dan 22 atau 2 persen dinyatakan meninggal dunia. Sebagian besar kasus atau 48 persen berasal dari regional Eropa mencapai 484 kasus dan regional Amerika 435 kasus.
"Ada yang meninggal 11 orang atau 26 persen dan 22 orang atau 52,3 persen sembuh," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril dalam konferensi pers secara daring yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat.
Dari total temuan kasus, sebanyak 35 diantaranya berstatus probable atau dugaan, tujuh lainnya pending, karena menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, dan 49 discarded karena menderita penyakit lain.
Penyakit lain yang dimaksud didominasi kasus Dengue. Selain itu, ada juga yang terinfeksi bakteri, kelainan jantung, leukemia dan lainnya.
Dari 35 kasus probable, DKI menjadi penyumbang terbanyak, yakni 12 kasus, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tiga kasus, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Bali masing-masing dua kasus.
Sedangkan daerah lainnya seperti Sumatera Barat, Jambi, Banten, Jawa Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara masing-masing satu kasus.
Syahril mengatakan mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki, yakni 30 orang dan 12 perempuan, dengan kelompok usia terbanyak 0 sampai 6 tahun.
"Gejala yang spesifik di Indonesia seperti demam, mual, muntah, kuning, diare akut, hingga sesak napas," ujarnya.
Syahril mengatakan meski hingga saat ini belum diketahui penyebab pasti dari hepatitis akut, tetapi bisa dicegah dengan deteksi awal gejala yang timbul.
"Karena itu, jangan sampai menyadari hingga anak mengalami gejala lebih berat, seperti mata sudah menguning dan kesadaran menurun agar penanganan kasus hepatitis akut ini bisa dilakukan lebih cepat," katanya.
Kementerian Kesehatan telah menunjuk laboratorium nasional di Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) untuk menerima seluruh rujukan sampel untuk pasien-pasien yang diduga hepatitis.
“Di laboratorium nasional ini telah dipersiapkan ketersediaan reagen atau KIT-nya untuk deteksi hepatitis, baik reagen metagenomik atau pemeriksaan genom sekuensing maupun reagen PCR, baik panel respiratori maupun gastrointestinal,” ujarnya.
Secara global, kasus hepatitis akut misterius telah dilaporkan ke WHO oleh 35 negara per 8 Juli 2022 dengan total kasus mencapai 1.010 probable.
Sebanyak 46 atau setara 5 persen kasus membutuhkan transplantasi hati dan 22 atau 2 persen dinyatakan meninggal dunia. Sebagian besar kasus atau 48 persen berasal dari regional Eropa mencapai 484 kasus dan regional Amerika 435 kasus.