Berlin (ANTARA) - Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva dikabarkan menolak permintaan Jerman untuk mengirim amunisi tank anti pesawat Gepard yang digunakan oleh Ukraina.
“Brazil adalah tanah damai. Dan itulah mengapa Brazil tidak menginginkan keterlibatan apa pun dalam perang ini--bahkan secara tidak langsung," kata Lula dalam konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz di Brasilia, seperti dilaporkan media lokal BILD, Selasa.
Ukraina sangat membutuhkan amunisi tambahan untuk tank Gepard yang dikirim dari Jerman dan Brazil dilaporkan memiliki hingga 300.000 butir amunisi tank itu.
Lula juga menyerukan agar pembicaraan damai Rusia-Ukraina dilakukan lagi.
Dia mengatakan perlunya "membentuk sekelompok negara yang cukup kuat dan dihormati dan duduk bersama keduanya di meja perundingan."
Lula menyebut Brazil dan China mungkin bisa menjadi penengah dalam pembicaraan damai itu.
Pernyataan pemimpin Brazil itu berbeda dengan pernyataan Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang telah berulang kali menyatakan bahwa negosiasi damai hanya dapat dimulai setelah pasukan Rusia mundur dari Ukraina.
Scholz juga menekankan bahwa tidak akan ada perdamaian yang terlalu sulit dipahami rakyat Ukraina, dan bahwa negara itu tidak boleh kehilangan wilayah mana pun akibat perang.
Akhir pekan lalu, Scholz mengatakan bahwa dia ingin terus berusaha mengakhiri perang di Ukraina melalui pembicaraan langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Saya akan menelepon Putin lagi, karena kita perlu berbicara satu sama lain," kata Scholz kepada surat kabar Tagesspiegel yang berbasis di Berlin.
"Keputusan ada di tangan Putin untuk menarik pasukannya dari Ukraina dan mengakhiri perang mengerikan dan tidak masuk akal ini, yang telah merenggut nyawa ratusan ribu orang," ujar dia, menambahkan.
Scholz memperjelas bahwa selama Rusia melanjutkan perang dengan agresi yang tidak berkurang, situasi saat ini tidak akan berubah.
Meskipun pembicaraan telepon dengan Putin "tidak bernada tidak sopan", pemimpin Rusia itu berulang kali menegaskan bahwa dia ingin "memasukkan bagian-bagian dari negara tetangganya secara paksa", sebuah konsep yang "tidak bisa diterima" oleh pemimpin Jerman itu.
Menurut Scholz, terkadang ada juga pertanyaan khusus tentang pertukaran tahanan, ekspor biji-bijian dari Ukraina, dan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhia.
"Namun, penting bagi saya bahwa pembicaraan selalu kembali ke topik sebenarnya, yaitu bagaimana dunia keluar dari situasi yang mengerikan ini. Prasyarat untuk ini jelas, yakni penarikan pasukan Rusia,” tutur Scholz.
Sumber: Anadolu
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani