Pemerintah terus dukung kebijakan hilirisasi nikel
Jakarta (ANTARA) - Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo terus mendukung kebijakan hilirisasi nikel.
“Kebijakan hilirisasi nikel telah menunjukkan sejumlah pencapaian. Pertama, pertumbuhan investasi yang signifikan dalam industri pengolahan terutama di industri nikel,” kata dia sebagaimana dikutip dari akun Instagram @suharsomonoarfa, Jakarta, Senin.
Pencapaian kedua ialah adanya pertumbuhan kawasan industri berbasis mineral di luar Pulau Jawa. Terakhir, memberikan efek terhadap perkembangan ekonomi di tataran lokal dan nasional.
Ke depan, industri baterai litium akan berkembang pesat dari aspek industri hilir nikel berkat perkembangan teknologi kendaraan bermotor, teknologi sistem penyimpanan energi, dan peralatan elektronik.
Lebih lanjut, sebagian kenaikan kebutuhan nikel terkait dengan peningkatan konsumsi komoditas tersebut untuk teknologi rendah karbon.
“Peningkatan penggunaan baterai litium pada berbagai sektor tersebut diproyeksikan akan meningkatkan kebutuhan nikel sebesar 1,3 juta ton pada tahun 2040,” ucap Suharso.
Di Provinsi Maluku Utara sendiri, dikatakan terdapat 26 perusahaan smelter. Industri pengolahan di Maluku Utara telah menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 16,8 juta orang dan tenaga kerja asing sebanyak 3,4 juta orang.
Sektor industri pengolahan terutama subsektor industri pengolahan logam dasar seperti feronikel dan turunannya di Kabupaten Halmahera Tengah memiliki pengaruh besar sebagai penggerak ekonomi dengan menyumbang 55,08 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 2021 dengan laju pertumbuhannya sebesar 444 persen.
“Sumber daya mineral seperti nikel akan sangat dibutuhkan dalam tren transisi energi dan perkembangan produk-produk teknologi tinggi. Nikel termasuk materi logam yang paling banyak dibutuhkan di dunia dan perkembangan teknologi ke depan untuk baterai kendaraan listrik dan teknologi energi terbarukan,” ungkap Menteri Bappenas.
“Kebijakan hilirisasi nikel telah menunjukkan sejumlah pencapaian. Pertama, pertumbuhan investasi yang signifikan dalam industri pengolahan terutama di industri nikel,” kata dia sebagaimana dikutip dari akun Instagram @suharsomonoarfa, Jakarta, Senin.
Pencapaian kedua ialah adanya pertumbuhan kawasan industri berbasis mineral di luar Pulau Jawa. Terakhir, memberikan efek terhadap perkembangan ekonomi di tataran lokal dan nasional.
Ke depan, industri baterai litium akan berkembang pesat dari aspek industri hilir nikel berkat perkembangan teknologi kendaraan bermotor, teknologi sistem penyimpanan energi, dan peralatan elektronik.
Lebih lanjut, sebagian kenaikan kebutuhan nikel terkait dengan peningkatan konsumsi komoditas tersebut untuk teknologi rendah karbon.
“Peningkatan penggunaan baterai litium pada berbagai sektor tersebut diproyeksikan akan meningkatkan kebutuhan nikel sebesar 1,3 juta ton pada tahun 2040,” ucap Suharso.
Di Provinsi Maluku Utara sendiri, dikatakan terdapat 26 perusahaan smelter. Industri pengolahan di Maluku Utara telah menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 16,8 juta orang dan tenaga kerja asing sebanyak 3,4 juta orang.
Sektor industri pengolahan terutama subsektor industri pengolahan logam dasar seperti feronikel dan turunannya di Kabupaten Halmahera Tengah memiliki pengaruh besar sebagai penggerak ekonomi dengan menyumbang 55,08 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 2021 dengan laju pertumbuhannya sebesar 444 persen.
“Sumber daya mineral seperti nikel akan sangat dibutuhkan dalam tren transisi energi dan perkembangan produk-produk teknologi tinggi. Nikel termasuk materi logam yang paling banyak dibutuhkan di dunia dan perkembangan teknologi ke depan untuk baterai kendaraan listrik dan teknologi energi terbarukan,” ungkap Menteri Bappenas.