Polisi gerebek praktik aborsi di rumah kontrakan di Jakarta
Jakarta (ANTARA) - Polres Metro Jakarta Pusat mengungkap praktik aborsi yang dilakukan di sebuah rumah kontrakan kawasan Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Komarudin mengatakan pihaknya melakukan penggerebekan di rumah kontrakan tersebut berdasarkan informasi dari warga setempat terkait aktivitas mencurigakan.
"Kurang lebih sekitar satu bulan atau satu bulan setengah mengontrak di tempat ini dan aktivitasnya sangat tertutup. Mobilisasinya hanya mobil yang datang dan pergi termasuk beberapa wanita yang lebih banyak masuk ke dalam," kata Komarudin di lokasi penggerebekan, di Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta, Rabu.
Komarudin menjelaskan awalnya warga setempat menduga rumah tersebut adalah tempat untuk menampung para TKI, karena banyaknya wanita yang datang dan pergi.
Setelah melakukan penyelidikan dan pendalaman, Unit PPA Polres Metro Jakarta Pusat berhasil mengungkap dugaan praktik aborsi.
Dari hasil keterangan, polisi pun menangkap tujuh orang, termasuk eksekutor aborsi, SN, yang berstatus sebagai ibu rumah tangga di kartu identitasnya.
SN dibantu oleh NA sebagai asisten yang mensosialisasikan dan mencari pasien aborsi, serta SM selaku pengemudi antar jemput pasien.
Polisi juga menangkap empat pasien, yakni J, AS, RV, dan IT, dengan tiga orang di antaranya sudah selesai melakukan tindakan, sedangkan satu orang belum dilakukan tindakan aborsi.
Komarudin menjelaskan bahwa di dalam rumah kontrakan tersebut, terdapat dua kamar, yakni kamar untuk tindakan, kamar istirahat dan satu tempat pembuangan janin.
Para pelaku menerapkan tarif eksekusi sebesar Rp2,5 juta sampai Rp8 juta tergantung dari usia kandungan.
Ketua RT 04 Jalan Mirah Delima, Usman mengatakan, pemilik rumah tak melaporkan diri bahwa rumah tersebut dikontrakkan. Saat dicek, kondisi rumah dalam keadaan kosong.
Usman mengaku sempat meminta nomor ponsel, KK dan KTP pengontrak. Bahkan hingga saat ini, pemilik rumah juga tidak pernah melaporkan identitas dan hanya berkomunikasi lewat telepon.
"Dia baru pindah kita tidak tahu. Tidak ada yang laki-laki, perempuan semua yang pastinya ada tiga orang perempuan, tapi yang lain mungkin tamunya. Kadang ada empat orang, lima orang perempuan datang pakai mobil langsung masuk ke dalam. Jadi mereka tidak bersosialisasi," katanya lagi.
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Komarudin mengatakan pihaknya melakukan penggerebekan di rumah kontrakan tersebut berdasarkan informasi dari warga setempat terkait aktivitas mencurigakan.
"Kurang lebih sekitar satu bulan atau satu bulan setengah mengontrak di tempat ini dan aktivitasnya sangat tertutup. Mobilisasinya hanya mobil yang datang dan pergi termasuk beberapa wanita yang lebih banyak masuk ke dalam," kata Komarudin di lokasi penggerebekan, di Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta, Rabu.
Komarudin menjelaskan awalnya warga setempat menduga rumah tersebut adalah tempat untuk menampung para TKI, karena banyaknya wanita yang datang dan pergi.
Setelah melakukan penyelidikan dan pendalaman, Unit PPA Polres Metro Jakarta Pusat berhasil mengungkap dugaan praktik aborsi.
Dari hasil keterangan, polisi pun menangkap tujuh orang, termasuk eksekutor aborsi, SN, yang berstatus sebagai ibu rumah tangga di kartu identitasnya.
SN dibantu oleh NA sebagai asisten yang mensosialisasikan dan mencari pasien aborsi, serta SM selaku pengemudi antar jemput pasien.
Polisi juga menangkap empat pasien, yakni J, AS, RV, dan IT, dengan tiga orang di antaranya sudah selesai melakukan tindakan, sedangkan satu orang belum dilakukan tindakan aborsi.
Komarudin menjelaskan bahwa di dalam rumah kontrakan tersebut, terdapat dua kamar, yakni kamar untuk tindakan, kamar istirahat dan satu tempat pembuangan janin.
Para pelaku menerapkan tarif eksekusi sebesar Rp2,5 juta sampai Rp8 juta tergantung dari usia kandungan.
Ketua RT 04 Jalan Mirah Delima, Usman mengatakan, pemilik rumah tak melaporkan diri bahwa rumah tersebut dikontrakkan. Saat dicek, kondisi rumah dalam keadaan kosong.
Usman mengaku sempat meminta nomor ponsel, KK dan KTP pengontrak. Bahkan hingga saat ini, pemilik rumah juga tidak pernah melaporkan identitas dan hanya berkomunikasi lewat telepon.
"Dia baru pindah kita tidak tahu. Tidak ada yang laki-laki, perempuan semua yang pastinya ada tiga orang perempuan, tapi yang lain mungkin tamunya. Kadang ada empat orang, lima orang perempuan datang pakai mobil langsung masuk ke dalam. Jadi mereka tidak bersosialisasi," katanya lagi.