Tips mencegah penyakit otot sarkopenia
Jakarta (ANTARA) - Ahli bidang geriatri Dr. dr. Nina Kemala Sari, SpPD-KGer, MPH membagikan kiat untuk mencegah risiko timbulnya sakopenia atau penyakit penurunan massa dan kualitas otot yang menyebabkan penderitanya sulit beraktivitas fisik.
Penyakit sarkopenia muncul karena penderita sebelumnya kurang menjalankan aktivitas atau latihan fisik serta kurangnya asupan nutrisi tertentu seperti protein, kata dokter Nina yang juga Ketua PP Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi) dalam peringatan Hari Sarkopenia Sedunia 2023 yang digelar Pergemi di area car free day Senayan, Jakarta, Minggu.
Nina yang juga Lektor Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menjelaskan, penyakit sarkopenia umumnya terjadi pada lansia karena semakin bertambahnya usia maka massa otot terus mengalami penurunan secara bertahap.
Kondisi terbaik massa otot manusia berlangsung antara usia 20 hingga 30 tahun. Memasuki umur 30 tahun massa otot akan berkurang 2 sampai 3 persen per dekade. Kemudian di umur 40 tahun pengurangan massa otot mencapai 8 persen per dekade. Hingga pada usia 70 tahun tingkat penurunan massa otot mencapai 15 persen per dekade.
Baca juga: Makan apel dan tomat hijau bisa kembalikan kekuatan otot
Selain lansia, Nina menyebutkan sarkopenia dapat menjangkiti perempuan, orang dengan sejumlah penyakit kronis tertentu, dan pasien yang mengonsumsi beberapa jenis obat.
"Mereka yang lebih mudah untuk dapat sarkopenia yaitu usia lanjut 60 tahun ke atas, perempuan, mereka yang punya penyakit kronis seperti paru-paru, gagal ginjal, kencing manis dan berbagai penyakit kronis lainnya, serta konsumsi beberapa jenis obat," kata Nina.
Gaya hidup sedentary atau minim intensitas bergerak menjadi salah satu penyebab utama timbulnya risiko penyakit sarkopenia, terutama bila berlangsung selama lebih dari enam jam dalam sehari.
Oleh karena masyarakat terutama para pegawai kantor yang menghabiskan waktunya tanpa banyak bergerak dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik seperti berjalan di sela rutinitas bekerja.
"Di sela-sela kerja harus gerak, perbanyak jalannya. Jangan sampai 8 jam betul-betul duduk, itu sudah gaya hidup sedentary," himbau dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Nina menyarankan latihan fisik yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko penyakit sarkopenia antara lain olahraga aerobik dan olahraga resistensi seperti mengangkat beban yang idealnya dilakukan selama satu jam dalam sehari sebanyak lima kali per minggu.
"Saran dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) 150 sampai 300 menit per minggu. Olahraganya bervariasi ada aerobik untuk kekuatan otot, tulang, dan jantung kemudian ada olahraga resistensi untuk membentuk massa otot," kata Nina.
Khusus untuk lansia variasi latihan fisik dapat ditambah dengan melakukan latihan gaya jalan tegak dan latihan keseimbangan. Nina menganjurkan para lansia untuk melakukan latihan fisik yang lebih bervariasi.
Baca juga: Malas berolahraga turunkan sepertiga kekuatan otot
"Jadi orang kebalik sekarang ini kan dengan bertambah usia makin sedikit aktivitasnya, jenis olahraganya juga makin sedikit. Padahal justru sarannya WHO harus semakin banyak variasinya," kata Nina.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan geriatri dari RS. Cipto Mangunkusumo itu juga mengingatkan untuk mengonsumsi makanan kaya protein berkualitas tinggi yang bersumber dari daging, telur, serta kacang-kacangan.
"Protein dengan nilai biologis tinggi atau protein yang kualitas tinggi artinya dia itu asam amino esensial yang harus disuplai dari luar, tidak dibentuk sendiri oleh badan. Bersumber dari daging ikan, daging sapi, daging ayam, telur, dan aneka kacang-kacangan," imbuhnya.
Untuk mendeteksi gejala penyakit sarkopenia, Nina menyebutkan terdapat dua metode yang bisa digunakan. Metode pertama adalah dengan memeriksa ukuran lingkar betis.
"Kalau laki-laki di bawah 34 centimeter lingkar betisnya dan perempuan di bawah 33 centimeter itu harus diperiksa," kata Nina.
Metode kedua adalah melakukan pemeriksaan medis jika telah mengalami beberapa gejala seperti mudah lelah saat melakukan kegiatan yang membutuhkan kekuatan otot dan berkurangnya berat badan.
Pada Minggu, Pergemi mengadakan acara peringatan Hari Sarkopenia Sedunia 2023 yang jatuh pada 4 Juli 2023 di kawasan Car Free DaySudirman, Jakarta Pusat.
Acara tersebut diisi oleh rangkaian acara menarik sekaligus mengedukasi seperti fun walk, flashmob, senam bersama, dan sesi diskusi kesehatan. Dalam acara tersebut para peserta juga dapat melakukan cek kesehatan gratis.
"Peringatan perdana Hari Sarkopenia Sedunia 2023 di Indonesia ini diharapkan menjadi momentum bersama agar kita lebih memperhatikan kesehatan otot dengan dimulai dari penerapan gaya hidup sehat sejak usia dini. Mari bersama-sama kita mencegah terjadinya sarkopenia sedini mungkin agar kualitas hidup kita tetap baik di usia senja," pungkas Nina.
Penyakit sarkopenia muncul karena penderita sebelumnya kurang menjalankan aktivitas atau latihan fisik serta kurangnya asupan nutrisi tertentu seperti protein, kata dokter Nina yang juga Ketua PP Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi) dalam peringatan Hari Sarkopenia Sedunia 2023 yang digelar Pergemi di area car free day Senayan, Jakarta, Minggu.
Nina yang juga Lektor Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menjelaskan, penyakit sarkopenia umumnya terjadi pada lansia karena semakin bertambahnya usia maka massa otot terus mengalami penurunan secara bertahap.
Kondisi terbaik massa otot manusia berlangsung antara usia 20 hingga 30 tahun. Memasuki umur 30 tahun massa otot akan berkurang 2 sampai 3 persen per dekade. Kemudian di umur 40 tahun pengurangan massa otot mencapai 8 persen per dekade. Hingga pada usia 70 tahun tingkat penurunan massa otot mencapai 15 persen per dekade.
Baca juga: Makan apel dan tomat hijau bisa kembalikan kekuatan otot
Selain lansia, Nina menyebutkan sarkopenia dapat menjangkiti perempuan, orang dengan sejumlah penyakit kronis tertentu, dan pasien yang mengonsumsi beberapa jenis obat.
"Mereka yang lebih mudah untuk dapat sarkopenia yaitu usia lanjut 60 tahun ke atas, perempuan, mereka yang punya penyakit kronis seperti paru-paru, gagal ginjal, kencing manis dan berbagai penyakit kronis lainnya, serta konsumsi beberapa jenis obat," kata Nina.
Gaya hidup sedentary atau minim intensitas bergerak menjadi salah satu penyebab utama timbulnya risiko penyakit sarkopenia, terutama bila berlangsung selama lebih dari enam jam dalam sehari.
Oleh karena masyarakat terutama para pegawai kantor yang menghabiskan waktunya tanpa banyak bergerak dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik seperti berjalan di sela rutinitas bekerja.
"Di sela-sela kerja harus gerak, perbanyak jalannya. Jangan sampai 8 jam betul-betul duduk, itu sudah gaya hidup sedentary," himbau dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Nina menyarankan latihan fisik yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko penyakit sarkopenia antara lain olahraga aerobik dan olahraga resistensi seperti mengangkat beban yang idealnya dilakukan selama satu jam dalam sehari sebanyak lima kali per minggu.
"Saran dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) 150 sampai 300 menit per minggu. Olahraganya bervariasi ada aerobik untuk kekuatan otot, tulang, dan jantung kemudian ada olahraga resistensi untuk membentuk massa otot," kata Nina.
Khusus untuk lansia variasi latihan fisik dapat ditambah dengan melakukan latihan gaya jalan tegak dan latihan keseimbangan. Nina menganjurkan para lansia untuk melakukan latihan fisik yang lebih bervariasi.
Baca juga: Malas berolahraga turunkan sepertiga kekuatan otot
"Jadi orang kebalik sekarang ini kan dengan bertambah usia makin sedikit aktivitasnya, jenis olahraganya juga makin sedikit. Padahal justru sarannya WHO harus semakin banyak variasinya," kata Nina.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan geriatri dari RS. Cipto Mangunkusumo itu juga mengingatkan untuk mengonsumsi makanan kaya protein berkualitas tinggi yang bersumber dari daging, telur, serta kacang-kacangan.
"Protein dengan nilai biologis tinggi atau protein yang kualitas tinggi artinya dia itu asam amino esensial yang harus disuplai dari luar, tidak dibentuk sendiri oleh badan. Bersumber dari daging ikan, daging sapi, daging ayam, telur, dan aneka kacang-kacangan," imbuhnya.
Untuk mendeteksi gejala penyakit sarkopenia, Nina menyebutkan terdapat dua metode yang bisa digunakan. Metode pertama adalah dengan memeriksa ukuran lingkar betis.
"Kalau laki-laki di bawah 34 centimeter lingkar betisnya dan perempuan di bawah 33 centimeter itu harus diperiksa," kata Nina.
Metode kedua adalah melakukan pemeriksaan medis jika telah mengalami beberapa gejala seperti mudah lelah saat melakukan kegiatan yang membutuhkan kekuatan otot dan berkurangnya berat badan.
Pada Minggu, Pergemi mengadakan acara peringatan Hari Sarkopenia Sedunia 2023 yang jatuh pada 4 Juli 2023 di kawasan Car Free DaySudirman, Jakarta Pusat.
Acara tersebut diisi oleh rangkaian acara menarik sekaligus mengedukasi seperti fun walk, flashmob, senam bersama, dan sesi diskusi kesehatan. Dalam acara tersebut para peserta juga dapat melakukan cek kesehatan gratis.
"Peringatan perdana Hari Sarkopenia Sedunia 2023 di Indonesia ini diharapkan menjadi momentum bersama agar kita lebih memperhatikan kesehatan otot dengan dimulai dari penerapan gaya hidup sehat sejak usia dini. Mari bersama-sama kita mencegah terjadinya sarkopenia sedini mungkin agar kualitas hidup kita tetap baik di usia senja," pungkas Nina.