Jokowi: Sistem di KPK bagus namun tetap perlu evaluasi
Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan sistem yang berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bagus namun tetap memerlukan evaluasi dan perbaikan.
Jokowi dalam keterangannya usai meninjau Pasar Brahrang, Binjai, Sumatra Utara, Jumat, menyebut lembaga antirasuah itu juga rutin melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
"Lembaganya kan bagus, sistemnya sudah bagus. Tiap bulan juga ada OTT," kata Jokowi menanggapi isu pembubaran KPK, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta.
Meski demikian, Kepala Negara menyampaikan bahwa evaluasi tetap perlu dilakukan di semua lembaga negara, termasuk KPK.
"Mesti ada yang perlu dievaluasi, perlu diperbaiki, saya kira semua lembaga pasti ada kurangnya. Itu yang harus diperbaiki, harus dievaluasi," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menginginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berubah menjadi lembaga yang lebih kuat.
"Ini (KPK) sifatnya hanya komisi, menurut saya memang kurang kuat, jadi harus diubah," kata Megawati di Yogyakarta, Selasa (22/8).
Megawati mulanya mengaku prihatin karena hingga kini masih muncul praktik korupsi yang mencerminkan dekadensi moral di Indonesia.
Megawati kemudian menuturkan bahwa KPK didirikan saat dia masih menjabat sebagai Presiden ke-5 RI. Saat itu, Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004 Bambang Kesowo mengajukan beleid pembentukan KPK dan meminta Megawati berkenan menandatangani.
Meski demikian, Megawati tidak serta merta berkenan menandatangani surat pembentukan lembaga antirasuah itu karena wujudnya komisi yang setara lembaga ad hoc alias tidak permanen.
"Tadinya saya enggak mau teken. Saya bilang kenapa komisi? Itu sifatnya kan ad hoc mas, kenapa enggak ada lain lagi ya yang bisa lebih mantap karena ad hoc itu kan suatu saat bisa dibubarkan dan itu Tap MPR," kata Megawati.
Dia mengaku memahami bahwa dasar pembentukan KPK berangkat dari belum optimalnya upaya pemberantasan korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan.
"Lalu beliau (Bambang Kesowo) mengingatkan saya: 'nanti ibu kalau enggak teken, ibu dibilang presiden yang tidak antikorupsi'. Wah betul juga, ya wis saya teken saja," katanya.
Megawati berharap apa yang disampaikan tersebut tidak disalahartikan bahwa dirinya tidak setuju dengan adanya KPK.
Jokowi dalam keterangannya usai meninjau Pasar Brahrang, Binjai, Sumatra Utara, Jumat, menyebut lembaga antirasuah itu juga rutin melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
"Lembaganya kan bagus, sistemnya sudah bagus. Tiap bulan juga ada OTT," kata Jokowi menanggapi isu pembubaran KPK, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta.
Meski demikian, Kepala Negara menyampaikan bahwa evaluasi tetap perlu dilakukan di semua lembaga negara, termasuk KPK.
"Mesti ada yang perlu dievaluasi, perlu diperbaiki, saya kira semua lembaga pasti ada kurangnya. Itu yang harus diperbaiki, harus dievaluasi," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menginginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berubah menjadi lembaga yang lebih kuat.
"Ini (KPK) sifatnya hanya komisi, menurut saya memang kurang kuat, jadi harus diubah," kata Megawati di Yogyakarta, Selasa (22/8).
Megawati mulanya mengaku prihatin karena hingga kini masih muncul praktik korupsi yang mencerminkan dekadensi moral di Indonesia.
Megawati kemudian menuturkan bahwa KPK didirikan saat dia masih menjabat sebagai Presiden ke-5 RI. Saat itu, Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004 Bambang Kesowo mengajukan beleid pembentukan KPK dan meminta Megawati berkenan menandatangani.
Meski demikian, Megawati tidak serta merta berkenan menandatangani surat pembentukan lembaga antirasuah itu karena wujudnya komisi yang setara lembaga ad hoc alias tidak permanen.
"Tadinya saya enggak mau teken. Saya bilang kenapa komisi? Itu sifatnya kan ad hoc mas, kenapa enggak ada lain lagi ya yang bisa lebih mantap karena ad hoc itu kan suatu saat bisa dibubarkan dan itu Tap MPR," kata Megawati.
Dia mengaku memahami bahwa dasar pembentukan KPK berangkat dari belum optimalnya upaya pemberantasan korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan.
"Lalu beliau (Bambang Kesowo) mengingatkan saya: 'nanti ibu kalau enggak teken, ibu dibilang presiden yang tidak antikorupsi'. Wah betul juga, ya wis saya teken saja," katanya.
Megawati berharap apa yang disampaikan tersebut tidak disalahartikan bahwa dirinya tidak setuju dengan adanya KPK.