MK pastikan independen putuskan batas usia capres-cawapres

id mk,ketua mk,putus,batas usia,capres dan cawapres,pemilu 2024

MK pastikan independen putuskan batas usia capres-cawapres

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) berbincang dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) saat memimpin jalannya sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/8/2023). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan ahli pihak terkait Perludem dan keterangan pihak terkait lainnya. ANTARA FOTO/Reno Esnir/nym. (ANTARA FOTO/RENO ESNIR)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memastikan independen dalam memutus perkara uji materiil batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang tengah bergulir.


“Terima kasih Pak Sunandiantoro yang telah mengingatkan saya secara khusus sebagai Ketua MK. Begini, saya disumpah untuk duduk di sini. Demi Allah,” kata Anwar dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Gedung MK, Jakarta, Selasa.

Sunandiantoro merupakan kuasa hukum pihak terkait Evi Anggita dan kawan-kawan dalam perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Mulanya, Sunandiantoro mengatakan permohonan yang diajukan oleh PSI yang menghendaki Pasal 169 huruf q UU Pemilu dimaknai menjadi pasangan capres-cawapres berusia sekurang-kurangnya 35 tahun, telah menimbulkan tafsir liar di masyarakat.

Dia menjelaskan salah satu tafsir liar dari permohonan itu adalah bentuk ambisi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meloloskan anaknya, Gibran Rakabuming Raka yang sedang menjabat sebagai Wali Kota Solo untuk dapat maju sebagai cawapres.

Tafsir liar lainnya, kata Sunandiantoro, adalah terkait hubungan kekerabatan Anwar Usman sebagai suami dari adik kandung Presiden Jokowi, Idayati.

“Status Yang Mulia Ketua MK yang merupakan suami dari Ibu Idayati, yaitu adik kandung dari Presiden Joko Widodo, juga tidak luput dari sasaran tafsir liar tersebut, sehingga mengesankan hubungan kekerabatan/kekeluargaan beliau berdampak pada pertimbangan yang diambil dalam memutuskan perkara a quo,” kata Sunandiantoro.

Namun begitu, Sunandiantoro menyebut pihak terkait dalam perkara itu meyakini bahwa opini liar tersebut tidaklah benar dan hanya merupakan gerakan politik kotor.

“Tentu kami para pihak terkait meyakini bahwa opini publik yang liar tersebut tidaklah benar dan hanya serangkaian gerakan politik kotor yang sedang mencoba merusak dan mempermainkan marwah Presiden Joko Widodo, majelis hakim MK, dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka,” kata dia.

Anwar Usman kemudian merespons pernyataan Sunandiantoro. Dia memastikan tidak terpengaruh dengan hubungan kekerabatan dalam memutus suatu perkara; sebagaimana ia mencontohkan kisah Nabi Muhammad SAW.

“Nabi Muhammad, anaknya mencuri, akan dipotong sendiri tangannya oleh Nabi Muhammad,” kata Ketua MK.

Lebih lanjut, Anwar mengatakan bahwa putusan mahkamah merupakan hasil keputusan bersama dari sembilan hakim konstitusi yang memiliki hak suara setara dalam tiap-tiap perkara yang diadili.

“Dan kami bersembilan punya hak suara yang sama. Putusan Mahkamah Konstitusi, bukan putusan Ketua Mahkamah Konstitusi, ya. Ini juga untuk pemahaman untuk seluruh, siapa pun yang mempunyai pendapat seperti yang dikutip oleh saudara Sunandiantoro,” kata Anwar.

Ketua MK juga berterima kasih kepada Sunandiantoro atas pernyataannya itu.

“Terima kasih untuk memberi pemahaman secara umum. Lebih khusus lagi tadi mengingatkan saya dan seluruh yang berpendapat seperti yang disampaikan oleh saudara,” ucap Anwar.

Sidang yang digelar secara terbuka untuk umum itu adalah sidang lanjutan untuk perkara Nomor 29, 51, dan 55 Tahun 2023. Ketiga perkara itu menggugat pasal yang sama, yakni Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.

Erman Safar dan Pandu Kesuma Dewangsa meminta frasa "berusia paling rendah 40 tahun" dalam pasal tersebut diganti menjadi "berusia paling rendah 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara".

Kemudian, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Garuda Yohanna Murtika.

Pada petitumnya, Ahmad Ridha Sabana dan Yohanna Murtika meminta frasa "berusia paling rendah 40 tahun" dalam pasal tersebut diganti menjadi "berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah".

Selanjutnya, perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, yang diajukan PSI juga menggugat pasal yang sama. Dalam petitumnya, PSI meminta batas usia capres-cawapres diubah menjadi 35 tahun.