Ketua DPR: Masyarakat tak tergoda pinjaman uang di medsos

id Puan Maharani,Ketua DPR,Kalteng,pinjol,pinjaman uang di medsos,medsos,OJK

Ketua DPR: Masyarakat tak tergoda pinjaman uang di medsos

Ketua DPR RI Puan Maharani saat menghadiri pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN, Jakarta, Selasa (5/9/2023). (ANTARA/HO-DPR RI)

Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani mengimbau masyarakat agar tidak tergoda terhadap jasa pinjaman uang pribadi (PinPri) yang banyak beredar di media sosial.

"Setelah pinjaman online sekarang ada lagi modus pinjaman pribadi, yang bukannya mempermudah masyarakat tapi justru mempersulit," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Ia menekankan pentingnya menggunakan jasa pinjaman yang sudah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga, masyarakat diminta sebisa mungkin jangan tergoda pinjaman ilegal yang tidak diawasi OJK, karena rawan penipuan.

Kata dia, OJK telah mengeluarkan pernyataan bahwa saat ini tengah beredar pinjaman ilegal lain, bernama PinPri. Adapun bahaya-bahaya PinPri yang perlu diwaspadai antara lain rawan penipuan karena ada biaya yang harus dibayar pengguna jasa.

Selain itu bunga yang dikenakan kepada pengguna jasa relatif sangat tinggi karena mencapai 35 persen-40 persen. Selain itu, jatuh tempo PinPri rata-rata dalam 24 sampai 48 jam. Untuk nasabah yang telat membayar saat jatuh tempo tagihan, PinPri akan meneror dengan cara menyebar data pribadi melalui media sosial.

Menurut Puan, pinjaman pribadi atau yang dikenal sebagai rentenir online itu menawarkan pinjaman dengan cara yang relatif mudah dan cepat. Dia pun mengimbau agar masyarakat tidak tergoda meminjam dana secara instan.

"Saya mengimbau masyarakat jangan menggunakan PinPri, karena jelas ilegal dan melanggar aturan OJK. Terlebih, efek yang terjadi bila masyarakat telat membayar karena akan sangat merugikan," harapnya.

Puan pun mengingatkan, Pinpri tidak termasuk dalam kategori yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan. Sehingga apabila sudah terjadi penyebaran data pribadi oleh pelaku PinPri, korban tidak bisa menempuh jalur hukum.

"Masyarakat harus menyadari di balik kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan, ada dampak yang besar," katanya menegaskan.

PinPri dapat menyebar data pribadi pengguna jasanya berupa KTP, yang sebenarnya merupakan dokumen kependudukan yang memuat data penduduk, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

"Sebab, beberapa peretas memiliki keterampilan untuk menggunakan banyak jenis data, sekalipun hanya sebatas tempat dan tanggal lahir, untuk meretas akun seseorang," katanya.

Dari laporan korban, bahkan ada PinPri yang menyita ATM milik pengguna jasanya sebagai jaminan berikut dengan password-nya. Mereka berdalih, hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pembayaran pinjaman dana saat gaji pengguna jasa masuk rekening-nya.

Puan mendorong Kepolisian melakukan patroli siber untuk memberantas peredaran pinjaman pribadi yang mulai ramai memakan korban. Dengan keseriusan pemerintah dan penegak hukum dalam mengatasi pinjaman keuangan, diharapkan akan meminimalisasi korban penyebaran dan perdagangan data pribadi.