Anies-Muhaimin siap benahi distribusi pupuk di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Dewan Pakar Tim Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) Achmad Nur Hidayat menyatakan pasangan urut satu itu, siap membenahi distribusi pupuk di Indonesia.
"Berdasarkan analisis masalah distribusi pupuk bersubsidi di Indonesia, tampak jelas bahwa sistem saat ini tidak efisien," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Lanjut dia, pendekatan yang lebih efektif adalah dengan mengalihkan pemberian subsidi pupuk langsung kepada petani, bukan melalui produsen atau sistem distribusi yang rumit. Kata dia, fakta menunjukkan bahwa distribusi pupuk bersubsidi di Indonesia mengalami berbagai masalah, termasuk penyimpangan dan penyelewengan.
Selain itu, subsidi yang bernilai puluhan triliun rupiah, yang seharusnya menjadi bantuan bagi petani, seringkali disalahgunakan oleh oknum tertentu. Fenomena ini mirip dengan kasus elpiji 3 kilogram, di mana terdapat perbedaan harga antara pupuk subsidi dan non-subsidi di lapangan, sehingga memicu moral hazard.
Kemudian, dugaan praktik mencampur pupuk subsidi dengan non-subsidi untuk mencari margin keuntungan telah merugikan petani, dengan dampak yang meluas hingga menurunkan produksi pangan, produktivitas, dan pendapatan petani.
"Salah satu masalah utama terletak pada sistem distribusi pupuk yang dikelola oleh BUMN. Banyak pupuk yang tidak terdistribusi dengan baik, mengendap di gudang penyimpanan pabrik, dan tidak sampai ke tangan petani," katanya menegaskan.
Aktivis dan pakar kebijakan publik ini menilai bahwa penyaluran pupuk melalui e-RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok) dan kartu tani, yang seharusnya memudahkan petani, justru sering menimbulkan kendala. Masalah ini menjadi lebih kritis pada musim tanam, di mana petani sangat membutuhkan pupuk, tetapi justru menghadapi kelangkaan.
Timnas AMIN memberikan lima rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan distribusi pupuk petani. Pertama, pemberian subsidi langsung kepada petani. Hal itu bisa dilakukan dengan sistem voucher atau kredit subsidi, yang dapat digunakan petani untuk membeli pupuk sesuai kebutuhan mereka.
Kedua, perbaikan data petani. Langkah ini membutuhkan upaya serius dari pemerintah dalam memperbaiki dan memperbaharui data petani. Penggunaan teknologi informasi dan kerja sama, dengan pemerintah daerah serta organisasi petani, dapat memastikan data yang akurat dan terkini.
Ketiga, pendidikan dan pelatihan untuk petani. Perlu memberikan pelatihan tentang penggunaan pupuk yang efektif dan efisien, serta praktik pertanian berkelanjutan. Pendidikan ini penting agar petani dapat menggunakan subsidi dengan bijak.
Keempat, pengawasan penggunaan subsidi. Meskipun subsidi diberikan langsung kepada petani, tetap diperlukan pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan. Sistem pelaporan dan audit yang transparan bisa diterapkan. Kelima, evaluasi berkala. Melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas pemberian subsidi langsung. Evaluasi ini penting untuk menyesuaikan kebijakan dan memastikan bahwa tujuan peningkatan kesejahteraan petani tercapai.
"Berdasarkan analisis masalah distribusi pupuk bersubsidi di Indonesia, tampak jelas bahwa sistem saat ini tidak efisien," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Lanjut dia, pendekatan yang lebih efektif adalah dengan mengalihkan pemberian subsidi pupuk langsung kepada petani, bukan melalui produsen atau sistem distribusi yang rumit. Kata dia, fakta menunjukkan bahwa distribusi pupuk bersubsidi di Indonesia mengalami berbagai masalah, termasuk penyimpangan dan penyelewengan.
Selain itu, subsidi yang bernilai puluhan triliun rupiah, yang seharusnya menjadi bantuan bagi petani, seringkali disalahgunakan oleh oknum tertentu. Fenomena ini mirip dengan kasus elpiji 3 kilogram, di mana terdapat perbedaan harga antara pupuk subsidi dan non-subsidi di lapangan, sehingga memicu moral hazard.
Kemudian, dugaan praktik mencampur pupuk subsidi dengan non-subsidi untuk mencari margin keuntungan telah merugikan petani, dengan dampak yang meluas hingga menurunkan produksi pangan, produktivitas, dan pendapatan petani.
"Salah satu masalah utama terletak pada sistem distribusi pupuk yang dikelola oleh BUMN. Banyak pupuk yang tidak terdistribusi dengan baik, mengendap di gudang penyimpanan pabrik, dan tidak sampai ke tangan petani," katanya menegaskan.
Aktivis dan pakar kebijakan publik ini menilai bahwa penyaluran pupuk melalui e-RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok) dan kartu tani, yang seharusnya memudahkan petani, justru sering menimbulkan kendala. Masalah ini menjadi lebih kritis pada musim tanam, di mana petani sangat membutuhkan pupuk, tetapi justru menghadapi kelangkaan.
Timnas AMIN memberikan lima rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan distribusi pupuk petani. Pertama, pemberian subsidi langsung kepada petani. Hal itu bisa dilakukan dengan sistem voucher atau kredit subsidi, yang dapat digunakan petani untuk membeli pupuk sesuai kebutuhan mereka.
Kedua, perbaikan data petani. Langkah ini membutuhkan upaya serius dari pemerintah dalam memperbaiki dan memperbaharui data petani. Penggunaan teknologi informasi dan kerja sama, dengan pemerintah daerah serta organisasi petani, dapat memastikan data yang akurat dan terkini.
Ketiga, pendidikan dan pelatihan untuk petani. Perlu memberikan pelatihan tentang penggunaan pupuk yang efektif dan efisien, serta praktik pertanian berkelanjutan. Pendidikan ini penting agar petani dapat menggunakan subsidi dengan bijak.
Keempat, pengawasan penggunaan subsidi. Meskipun subsidi diberikan langsung kepada petani, tetap diperlukan pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan. Sistem pelaporan dan audit yang transparan bisa diterapkan. Kelima, evaluasi berkala. Melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas pemberian subsidi langsung. Evaluasi ini penting untuk menyesuaikan kebijakan dan memastikan bahwa tujuan peningkatan kesejahteraan petani tercapai.