Jakarta (ANTARA) - Rektor Universitas YARSI Prof Fasli Jalal meminta agar pemerintah untuk berhati-hati dalam memberi izin fakultas kedokteran baru di perguruan tinggi di Tanah Air.
“Jadi kita perlu berhati-hati dalam menghitung kebutuhan dokter yang harus disesuaikan dengan tren pertumbuhan penduduk,” ujar Fasli di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menyebutkan jumlah dokter di Indonesia saat ini sebanyak 180.000 orang. Jika berdasarkan data WHO yang mana rasio antara dokter dan penduduk adalah 1:1.000, maka setidaknya dibutuhkan 280.000 dokter.
Namun, permasalahannya, kata Fasli, pemerintah perlu memperhatikan berapa jumlah dokter yang dihasilkan perguruan tinggi setiap tahunnya. Apalagi jumlah fakultas kedokteran di Indonesia saat ini mencapai 212 fakultas.
Baca juga: Unimed matangkan persiapan pendirian Fakultas Kedokteran
Baca juga: Dirjen Nakes Kemenkes visitasi pendirian Fakultas Kedokteran UMPR
“Memang ada kesenjangan jika kita melihat data yang ada, namun permasalahan utamanya adalah distribusi dokter yang tidak merata,” kata dia.
Ketua Pembina Yayasan YARSI, Prof H Jurnalis Uddin, mengatakan permasalahan utama kedokteran di Indonesia yakni distribusi dokter yang tidak merata. Jurnalis memberi contoh bagaimana rumah sakit di Bengkalis, Riau, tidak memiliki dokter spesialis.
“Banyak rumah sakit di daerah yang tidak memiliki dokter spesialis. Ini yang perlu kita perhatikan. Selain itu, daerah-daerah yang berada di pelosok malah tidak memiliki dokter umum,” kata Jurnalis.
Permasalahan lainnya, kata Jurnalis, adalah tenaga pengajar di fakultas kedokteran yang terbatas. Dalam praktiknya, banyak fakultas kedokteran lain yang kekurangan tenaga pengajar karena ditarik fakultas kedokteran lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek sebelum memberikan izin bagi fakultas kedokteran baru.