Muara Teweh (ANTARA) - Sejumlah warga Muara Teweh Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, meminta pemerintah daerah mengangkat Kapal Onrust milik Belanda yang tenggelam dalam Perang Barito, 26 Desember 1859, di pedalaman Sungai Barito.
"Pengangkatan ini guna diketahui generasi muda tentang nilai-nilai perjuangan di wilayah pedalaman Kalteng dan nilai kesatuan dan persatuan antaretnis yang terbentuk sejak sebelum kemerdekaan," kata warga Muara Teweh Misjan ketika berada di lokasi tenggelamnya Kapal Onrust itu di Lalutung Tour, Kecamatan Teweh Baru, Senin.
Menurut dia, pengangkatan bangkai kapal ini ke daratan untuk dijadikan objek wisata atau monumen cagar budaya setempat.
Kapal Onrus itu hanya terlihat ketika kemarau panjang dan tidak setiap tahun kemarau seperti saat ini.
"Jadi, upaya pengangkatan kapal ini hanya bisa dilakukan pada saat Sungai Barito surut pada musim kemarau panjang sehingga pemerintah daerah sudah punya gambaran kalau ini memprogramkan untuk pengangkatan kapal tersebut," kata dia yang berprofesi sebagai pengemudi kapal bermotor (kelotok) di Sungai Barito.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Barito Utara Inriaty Karawaheni mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan inventarisasi potensi wisata sejarah tenggelamnya Kapal Onrust.
"Kami akan menjajaki kalau dibuatkan jalan darat untuk menuju lokasi tersebut sehingga memudahkan masyarakat yang ingin mengunjungi lokasi itu, terutama Sungai Barito surat," kata dia.
Kapal Onrust itu beberapa tahun lalu sudah dilakukan survei untuk mengetahui titik koordinat lokasi karamnya di Sungai Barito, Lalutung Tour.
Hasil survei tim arkeologi dari Balai Arkeologi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada bulan September 2006, secara fisik Kapal Onrust memang benar ada meski hampir semua fisik kapal sudah terendam lumpur
"Lokasi kapal itu berada pada Lintang Selatan (LS) 00.56 derajat 57.4 detik dan Bujur Timur 114 52 derajat 32.7 detik atau sekitar 2,2 kilometer arah hilir atau selatan kota Muara Teweh," jelas dia.
Survei arkeologi bawah air di Sungai Barito ketiak itu untuk mencari kedudukan dan lokasi secara pasti, serta koordinat dari bangkai Kapal Onrust yang tenggelam pada akhir abad XIX dalam pertempuran rakyat dipimpin pejuang Barito Tumenggung Surapati melawan Belanda.
Menurut dia, tenggelamnya kapal yang secara fisik, terutama badan kapal yang terbuat dari pelat dan baja itu masih relatif cukup baik karena proses karatannya tidak terlalu parah.
Hal itu dinilainya berbeda dengan kapal-kapal besi yang tenggelam di perairan laut karena lebih mudah mengalami karatan.
Meski ada kerusakan, dia mengemukakan bahwa kerusakan yang terjadi karena hal yang bersifat mekanis, seperti terjangan kayu-kayu besar, lumpur pasir, dan batuan yang terbawa arus sungai.
Apalagi, lanjut dia, lokasi tenggelamnya kapal itu berada di tikungan sungai berarus deras.
"Jadi, secara fisik secara umum dilaporkan tim arkeologi itu masih cukup kuat karena proses korosi tidak terlalu parah sehingga masih memungkinkan diangkat ke permukaan," kata Inriaty.
Dari hasil survei dan menghimpun sejumlah narasumber dari warga setempat, dia mengemukakan bahwa fisik kapal pecah menjadi dua bagian dan pada posisi yang diketahui koordinatnya itu merupakan bagian haluan hingga badan kapal ke belakang sepanjang 18.40 meter.
Bagian lainnya, sekitar 300 meter arah hilir dari titik kapal yang ditemukan itu.
Sementara itu, berdasarkan data dari Museum Perkapalan Belanda (Scheepvaart Museum Amsterdam) disebutkan Kapal Onrust merupakan kapal uap Belanda yang dibuat pada tanggal 15 September 1845 dengan panjang 24 meter, lebar 4 meter, dan luas kapal di dalam air 1,15 meter dengan daya mesin uap 70 tenaga kuda (PK).
Kapal itu bermesin uap dilengkapi persenjataan meriam pelempar peluru seberat 24 pond dan enam senapan mesin yang berputar (gatling gun Amerika) itu dibawa ke Indonesia pada tahun 1846.
Sebelum ditenggelamkan dalam perang Barito oleh perjuangan rakyat dipimpin Tumenggung Surapati, yang pejuang tangan kanan Pangeran Antasari, pada tanggal 26 Desember 1859, kapal tersebut sempat berlabuh di Pelabuhan Telawang Banjarmasin pada tahun 1859.
Pada peristiwa berdarah itu menewaskan Letnan Bangaert C. bersama 50 serdadu marinir dan 43 anak buah kapal Onrust yang ikut tenggelam setelah salah seorang pejuang membuka keran air di ruang palka hingga Kapal Onrust tenggelam.