Sampit (Antara Kalteng) - Tentara Nasional Indonesia mengingatkan masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah memperingatkan masyarakat mewaspadai "proxy war" atau ancaman yang tidak tampak namun dampaknya berbahaya.
"Proxy war itu bisa menghancurkan budaya dan tatanan kehidupan bernegara kita. Murah-murah meriah tapi dampaknya sangat besar. Musuh tidak mengerahkan senjata untuk perang terbuka, tetapi memanfaatkan situasi. Setelah terjadi gangguan, lalu mereka masuk dengan berbagai cara," kata Kepala Staf Kodim 1015 Sampit Mayor Kav Sofyan di Sampit, Senin.
Pesan itu disampaikan Sofyan di depan puluhan mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang mengikuti pembinaan. Para mantan organisasi terlarang yang berjumlah 53 jiwa, terdiri 24 dewasa dan sisanya anak-anak ini membaca dan menandatangani ikrar untuk kembali pada ideologi Pancasila dan ajaran agama yang benar.
Sofyan menyebut, Gafatar bisa jadi merupakan salah satu bentuk proxy war yang ingin mengacaukan daerah dan negara ini dengan memanfaatkan masyarakat. Gafatar mampu "mencuci" otak sehingga banyak warga yang ikut bergabung. Dengan berbagai pemahaman salah yang diberikan kepada warga, akhirnya muncul ketidakpercayaan terhadap agama, orangtua dan ideologi Pancasila.
Organisas terlarang ini menganggap pemerintah tidak pernah ada di tengah-tengah masyarakat. Bahkan ada keinginan kelompok ini menciptakan kitab suci dan negara sendiri. Para mantan anggota Gafatar diimbau benar-benar kembali pada ideologi Pancasila dan ajaran agama yang benar.
"Anda selalu katakan Gafatar sudah dibubarkan, tapi saya minta ideologi ajaran Gafatar harus benar-benar ditinggalkan. Kalau tidak maka akan percuma. Anda semua harus tahu bahwa ada grand design tertentu di balik itu semua. Kami tegaskan, tidak ada tempat bagi kelompok atau orang yang melawan ideologi Pancasila di negara ini," tegas Sofyan.
Masyarakat juga harus mewaspadai ancaman melalui "cyber war" yakni dengan modus pengaruh melalui teknologi, khususnya internet. Sebagai negara dengan pengguna internet terbesar, Indonesia sangat rawan menjadi target pihak tertentu yang menggunakan cara ini. Pelaku "mencuci otak" melalui isu-isu memanfaatkan internet dengan menjelekkan pemerintah dan negara sehingga muncul dampak negatif terhadap masyarakat.
Salah satu cara menghadapi ancaman "proxy war" ini adalah dengan memperkuat kepribadian bangsa yang tercermin dalam Pancasila. Proxy war dapat ditangkal dengan menumbuhkan budaya gotong royong dan rasa nasionalisme pada setiap warga negara.
Berita Terkait
Disdik dampingi 84 PAUD di Kotim raih akreditasi
Jumat, 10 Mei 2024 18:29 Wib
Knicks ungguli Pacers meski dilanda berbagai cedera
Jumat, 10 Mei 2024 7:16 Wib
Wabup optimis BNNK dapat optimalkan penanganan kasus narkoba di Kotim
Kamis, 9 Mei 2024 22:16 Wib
Dinkes sebut tahun 2027 semua desa di Kotim harus miliki pustu
Kamis, 9 Mei 2024 21:19 Wib
Disdik Kotim apresiasi peran Bunda PAUD dalam transisi pendidikan
Kamis, 9 Mei 2024 21:06 Wib
Kembali berpasangan, Halikinnor-Irawati ingin membawa Kotim lebih maju lagi
Kamis, 9 Mei 2024 16:38 Wib
Lalin keluar Jabotabek didominasi ke arah timur saat libur Kenaikan Yesus
Kamis, 9 Mei 2024 15:18 Wib
Boston Celtics menang mudah lawan Cavaliers
Kamis, 9 Mei 2024 9:54 Wib