Ternyata! Dua Warga Kotim Ditembak Karena Menyerang, Ini Penjelasan Polisi

id wakapolda kalteng, Kombes Dedi Prasetyo, penembakan

Ternyata! Dua Warga Kotim Ditembak Karena Menyerang, Ini Penjelasan Polisi

Wakapolda Kalteng Kombes Dedi Prasetyo dan Kapolres Kotim AKBP Muchtar Supiandi Siregar menunjukkan barang bukti, Rabu (20/12/2017). (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antara Kalteng) - Wakil Kepala Polda Kalimantan Tengah, Kombes Dedi Prasetyo menegaskan, polisi melumpuhkan dua warga di Desa Sebabi Kecamatan Telawang Kabupaten Kotawaringin Timur, karena menyerang menggunakan senjata tajam.

"Tindakan yang dilakukan anggota, sudah sesuai dengan Perkap Nomor 01 tahun 2009 dan Perkap Nomor 8 tahun 2009 terkait prinsip hak asasi manusia bagi tugas Polri," tegas Dedi saat memberi keterangan pers di Markas Polres Kotawaringin Timur di Sampit, Rabu.

Dedi mengatakan tindakan itu untuk menyelamatkan jiwa orang lain, aparat, termasuk jiwa tersangka pun terselamatkan. Makanya peluru yang digunakan adalah peluru karet, bukan peluru tajam. Satu orang petugas keamanan perusahaan terluka.

Dedi didampingi Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Muchtar Supiandi Siregar, merasa perlu memberi keterangan pers untuk menjelaskan kronologis kejadian. Barang bukti juga ditunjukkan berupa tiga samurai, selongsong peluru dan baju robek milik Satpam bekas sabetan samurai pelaku.

Akar permasalahan kejadian itu adalah sengketa lahan antara warga dengan PT Bumi Sawit Kencana (BSK) anak perusahaan Wilmar Group, sehingga berujung pada penembakan terhadap dua warga karena diduga menyerang menggunakan senjata tajam, Senin (18/12) siang.

Menurut Dedi, sengketa lahan seluas 52 hektare itu terjadi sudah lama dan diselesaikan dengan ganti rugi pada 2008 lalu. Namun pada 2012, seorang warga berinisial Fad bersama keluarganya mengklaim kepemilikan lahan tersebut dengan dalih belum pernah menerima ganti rugi.

Mereka memanen kelapa sawit yang ditanam perusahaan dengan dalih lahan milik mereka. Kejadian serupa kembali terjadi pada 2014 dengan modus yang sama.

Polisi mengambil tindakan dengan memproses hukum orang-orang yang terlibat. Fad juga juga dijadikan tersangka atas kasus pemanenan sawit dan kepemilikan senjata tajam dengan vonis empat tahun lima bulan.

Polisi sudah berupaya menyelesaikan sengketa itu secara persuasif, bahkan melalui mediasi sebanyak 27 kali, namun tidak membuahkan hasil. Dedi menyebut kejadian kemarin merupakan akumulasi karena warga kembali melakukan tindakan yang sama dan menyerang menggunakan senjata tajam.

Saat kejadian, ada lima warga yang berada di lokasi yang mengklaim lahan yaitu AS, GA, MH, Hd dan Kd. Sementara itu Fad diduga merupakan otak dalam aksi nekat yang dilakukan warga.

"Fad ini mempunyai modus yaitu mengklaim kepemilikan tanah kepada perusahaan dengan melibatkan preman atau orang suruhan yang dibekali senjata tajam berupa samurai yang digunakan menyerang aparat. Fad sudah cukup berpengalaman," kata Dedi.

Saat ini Fad sudah diamankan dan dimintai keterangan atas dugaan menjadi aktor intelektual di balik kejadian ini. Sebagian besar pelakunya bukan warga setempat, tetapi dari Sampit bahkan dari Kalimantan Selatan.

Penyidik masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi untuk mendalami kasus ini. Diperkirakan akan ada empat hingga enam orang yang ditetapkan menjadi tersangka, meski saat ini polisi tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah.

Polda Kalimantan Tengah akan bersinergi dengan TNI, pemerintah daerah dan pihak lainnya untuk memberantas preman-preman perkebunan. Polisi juga masih mengejar kelompok pencurian buah sawit yang terkait kelompok ini.

Dedi menegaskan saat ini kondisi sudah kondusif. Dia bersama Kapolres Kotawaringin Timur kemarin ikut ke lokasi kejadian untuk memantau olah tempat kejadian perkara.

Dia menegaskan tindakan yang dilakukan jajarannya sudah sesuai prosedur, termasuk dalam melumpuhkan dua warga yang melakukan penyerangan. Pihaknya tetap berpegang pada aturan dan siap menindak jika ada oknum anggota polisi yang melakukan kesalahan.

Dedi menegaskan, penyelesaian konflik lahan tidak bisa dilakukan dengan kekerasan, tetapi melalui mediasi atau jalur hukum. Masyarakat diimbau mempercayakan penyelesaian masalah sesuai aturan hukum.