Palangka Raya (Antaranews Kalteng) - PT Jasa Raharja Cabang Kalimantan Tengah selama periode Januari sampai Mei 2018 telah membayarkan klaim kecelakaan sebesar Rp8,027 miliar.
"Klaim tersebut dibayarkan bagi korban kecelakaan yang mengalami luka-luka, catat tetap, penguburan, ambulans, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan meninggal dunia. Selama lima bulan itu kami sudah mengeluarkan uang untuk santunan korban kecelakaan sebesar Rp8,027 miliar lebih," kata Kepala PT Jasa Raharja Cabang Kalteng Marganti Sitinjak, di Palangka Raya, Rabu.
Marganti mengatakan, total pembayaran tersebut apabila dibandingkan dengan tahun lalu tentunya sangat tinggi kenaikannya. Sebab adanya perubahan besar santunan dan wajib dan pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang umum di darat, sungai, danau, feri penyeberangan, laut dan udara berdasarkan permenkeu RI nomor 15/PMK.10/2017 tanggal 13 Fabruari 2017.
"Dari ketentuan lama untuk meninggal dunia Rp25 juta, Catat tetap Rp25 juta biaya perawatan Rp10 juta dan biaya penguburan Rp2 juta. Untuk kententuan baru meninggal dunia Rp50 juta, cacat tetap Rp50 juta, biaya perawatan Rp20 juta, penggantian biaya P3K Rp1 juta, pengantian biaya ambulan Rp500 ribu dan biaya penguburan Rp4 juta," kata Marganti.
Dia menyatakan, selama ini pihaknya tidak bisa menyebutkan berapa jumlah korban kecelakaan baik meninggal dunia maupun lain sebagainya yang sudah diberikan uang santunan dan pengobatan, karena data korban kecelakaan antara Ditlantas Polda Kalteng dan pihaknya tentu ada yang tidak sinkron.
"Kalau jumlah kecelakaan misalnya Polres Palangka Raya menangani lima orang kasus kecelakaan meninggal dunia dan diberikan santunan kepada ahli warisnya, tentu data mereka sama. Namun yang tidak sama itu ketika warga Palangka Raya mengalami kecelakaan di Kota Banjarmasin Provinsi Kalsel, maka uang santunannya tetap dicairkan oleh Jasa Raharja di Kalteng hanya saja laporan kepolisiannya berbeda di situ tidak sinkronnya," katanya.
Ia menjelaskan, selama ini pihaknya tidak mau membukakan ke publik karena takut terjadi kesalahpahaman. Namun apabila dilakukan audit, maka data tersebut sudah pasti dijelaskan ke pihak auditor yang memeriksa lembaga mereka.
"Jadi bukan kami tertutup mengenai hal ini, memang seperti itu aturan yang selama ini kami jalankan," tandasnya.