Ini penyebab budidaya jelawat di Kotim belum optimal
Sampit (Antaranews Kalteng) - Budi daya ikan jelawat di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mulai meningkat meskipun belum optimal seperti yang diharapkan karena berbagai kendala.
"Dua minggu lalu panen jelawat di Desa Camba Kecamatan Kotabesi, meski jumlahnya tidak banyak yakni sekitar 200 kilogram. Setidaknya, ini menunjukkan peningkatan hasil," kata Kepala Dinas Perikanan Kotawaringin Timur, Heriyanto di Sampit, Jumat.
Jelawat merupakan ikan air tawar yang kini makin diminati masyarakat. Ikan ini menjadi ikon Kotawaringin Timur, bahkan tahun 2015 lalu pemerintah membangun objek wisata di pinggir Sungai Mentaya berupa tempat rekreasi dengan patung ikan jelawat berukuran besar yang mulutnya menyemburkan air ke arah sungai.
Kotawaringin Timur dulu memang dikenal sebagai penghasil jelawat, namun produksinya berkurang seiring dimekarkannya daerah ini menjadi tiga kabupaten. Pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan budidaya ikan jelawat agar daerah ini kembali menjadi penghasil ikan yang rasanya lezat tersebut.
Heriyanto mengatakan, sejumlah kendala masih dihadapi. Tingkat keberhasilan budidaya ikan jelawat masih rendah, yaitu berkisar 20 hingga 40 persen dari total benih yang ditebar.
Masalah utama yang terjadi adalah kualitas air. Ikan ini sangat sensitif dan mudah mati jika dibudidayakan di air yang kualitasnya kurang baik. Padahal masa panen ikan ini cukup lama yakni sekitar satu tahun untuk berat sekitar satu kilogram.
Sejak tahun 2016 lalu Dinas Perikanan sudah meneliti sampel kualitas air di sejumlah lokasi yang cocok untuk budidaya ikan jelawat. Namun untuk Sungai Mentaya perairan Baamang hingga Tangar, sudah dinyatakan tidak cocok karena kualitas airnya kurang bagus karena kadar keasaman tinggi, oksigennya kurang dan mengandung merkuri.
Saat ini Dinas Perikanan terus mencari lokasi lainnya, di antaranya sejumlah danau karena kecil kemungkinan danau tercemar. Beberapa danau sudah diambil sampel air dan tanahnya, hasilnya cukup bagus.
"Seperti di Kelurahan Tanah Mas sudah kami uji coba dan jelawat bisa hidup. Danau Pemalasan Desa Hanjalipan Kecamatan Kotabesi, Danau Santilik serta danau galian yang sudah diolah yaitu di Jalan Jenderal Sudirman km 10, juga cukup bagus untuk budidaya jelawat," kata Heriyanto.
Untuk mendorong peningkatan produksi, Dinas Perikanan memberikan bantuan benih dan pendampingan kepada pembudidaya. Dinas Perikanan bersama Balai Benih Ikan setempat juga terus mengupayakan pembibitan dan pembesaran ikan jelawat.
Gencarnya promosi jelawat sebagai ikon daerah, berdampak pada meningkatnya permintaan jelawat untuk wisata kuliner. Ikan jelawat menjadi menu utama yang ditawarkan dan dicari tamu yang datang.
Selain dihidangkan dalam masakan, kini sudah banyak pelaku usaha yang membuat berbagai penganan berbahan dasar jelawat, seperti kerupuk, stik, bakso, sosis dan lainnya. Bahkan sisik jelawat pun dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk kerajinan tangan bernilai jual tinggi.
"Dua minggu lalu panen jelawat di Desa Camba Kecamatan Kotabesi, meski jumlahnya tidak banyak yakni sekitar 200 kilogram. Setidaknya, ini menunjukkan peningkatan hasil," kata Kepala Dinas Perikanan Kotawaringin Timur, Heriyanto di Sampit, Jumat.
Jelawat merupakan ikan air tawar yang kini makin diminati masyarakat. Ikan ini menjadi ikon Kotawaringin Timur, bahkan tahun 2015 lalu pemerintah membangun objek wisata di pinggir Sungai Mentaya berupa tempat rekreasi dengan patung ikan jelawat berukuran besar yang mulutnya menyemburkan air ke arah sungai.
Kotawaringin Timur dulu memang dikenal sebagai penghasil jelawat, namun produksinya berkurang seiring dimekarkannya daerah ini menjadi tiga kabupaten. Pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan budidaya ikan jelawat agar daerah ini kembali menjadi penghasil ikan yang rasanya lezat tersebut.
Heriyanto mengatakan, sejumlah kendala masih dihadapi. Tingkat keberhasilan budidaya ikan jelawat masih rendah, yaitu berkisar 20 hingga 40 persen dari total benih yang ditebar.
Masalah utama yang terjadi adalah kualitas air. Ikan ini sangat sensitif dan mudah mati jika dibudidayakan di air yang kualitasnya kurang baik. Padahal masa panen ikan ini cukup lama yakni sekitar satu tahun untuk berat sekitar satu kilogram.
Sejak tahun 2016 lalu Dinas Perikanan sudah meneliti sampel kualitas air di sejumlah lokasi yang cocok untuk budidaya ikan jelawat. Namun untuk Sungai Mentaya perairan Baamang hingga Tangar, sudah dinyatakan tidak cocok karena kualitas airnya kurang bagus karena kadar keasaman tinggi, oksigennya kurang dan mengandung merkuri.
Saat ini Dinas Perikanan terus mencari lokasi lainnya, di antaranya sejumlah danau karena kecil kemungkinan danau tercemar. Beberapa danau sudah diambil sampel air dan tanahnya, hasilnya cukup bagus.
"Seperti di Kelurahan Tanah Mas sudah kami uji coba dan jelawat bisa hidup. Danau Pemalasan Desa Hanjalipan Kecamatan Kotabesi, Danau Santilik serta danau galian yang sudah diolah yaitu di Jalan Jenderal Sudirman km 10, juga cukup bagus untuk budidaya jelawat," kata Heriyanto.
Untuk mendorong peningkatan produksi, Dinas Perikanan memberikan bantuan benih dan pendampingan kepada pembudidaya. Dinas Perikanan bersama Balai Benih Ikan setempat juga terus mengupayakan pembibitan dan pembesaran ikan jelawat.
Gencarnya promosi jelawat sebagai ikon daerah, berdampak pada meningkatnya permintaan jelawat untuk wisata kuliner. Ikan jelawat menjadi menu utama yang ditawarkan dan dicari tamu yang datang.
Selain dihidangkan dalam masakan, kini sudah banyak pelaku usaha yang membuat berbagai penganan berbahan dasar jelawat, seperti kerupuk, stik, bakso, sosis dan lainnya. Bahkan sisik jelawat pun dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk kerajinan tangan bernilai jual tinggi.