Harga masih anjlok, sisa panen belum dibayar pengepul
Kuala Pembuang (Antaranews Kalteng) - Petani di Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, mengeluhkan anjloknya harga kelapa sawit yang dalam beberapa bulan terakhir, bahkan sisa panen ada yang belum dibayar pengepul.
"Kami tidak tahu pasti apa penyebab anjloknya harga kelapa sawit, padahal perekonomian keluarga bergantung sepenuhnya pada usaha ini," kata Kukuh, salah seorang petani kelapa sawit di Desa Kartika Bhakti Kecamatan Seruyan Hilir Timur, Senin.
Anjloknya harga kelapa sawit sudah berlangsung selama beberapa bulan terakhir. Petani tidak mengetahui penyebab harga sawit yang masih terpuruk hingga saat ini.
Kukuh menyebutkan, harga jual kelapa sawit saat kondisi normal berkisar antara Rp1.000 hingga Rp1.500 perkilogramnya, namun kini turun drastis menjadi hanya Rp300 hingga Rp400 perkilogramnya.
Akibatnya, petani kelapa sawit di Seruyan banyak yang malas memanen sawit mereka. Harga jual saat ini dinilai tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan selama masa pemeliharaan.
"Parahnya lagi, sejumlah pengepul yang biasa mengambil buah di kebun kami dan petani lain, ada yang belum membayar hasil panen sebelumnya lantaran juga mengalami kesulitan keuangan," ujar Kukuh.
Sardi, petani kelapa sawit lainnya di Desa Kartika Bhakti menjelaskan, anjloknya harga kelapa sawit membuat perekonomian keluarganya saat ini menjadi tidak stabil. Selama ini keluarganya hanya menggantungkan hidup dari hasil perkebunan kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kami berharap harga jual kelapa sawit dapat kembali normal bahkan meningkat dari sebelumnya, sehingga kesejahteraan masyarakat pun kembali membaik," harap Sardi.
Pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) diminta membantu petani melewati kondisi sulit ini. Pemerintah dan wakil rakyat diminta turun langsung ke lapangan untuk mencarikan solusi bagi masyarakat dan membuat harga kelapa sawit kembali normal.
Saat ini berbagai kendala kerap menimpa sektor perkebunan kelapa sawit di sejumlah daerah. Informasinya, minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di sejumlah perusahaan di wilayah Kalimantan Tengah banyak tertahan di pabrik karena pembeli semakin selektif dalam memilih CPO.
"Kami tidak tahu pasti apa penyebab anjloknya harga kelapa sawit, padahal perekonomian keluarga bergantung sepenuhnya pada usaha ini," kata Kukuh, salah seorang petani kelapa sawit di Desa Kartika Bhakti Kecamatan Seruyan Hilir Timur, Senin.
Anjloknya harga kelapa sawit sudah berlangsung selama beberapa bulan terakhir. Petani tidak mengetahui penyebab harga sawit yang masih terpuruk hingga saat ini.
Kukuh menyebutkan, harga jual kelapa sawit saat kondisi normal berkisar antara Rp1.000 hingga Rp1.500 perkilogramnya, namun kini turun drastis menjadi hanya Rp300 hingga Rp400 perkilogramnya.
Akibatnya, petani kelapa sawit di Seruyan banyak yang malas memanen sawit mereka. Harga jual saat ini dinilai tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan selama masa pemeliharaan.
"Parahnya lagi, sejumlah pengepul yang biasa mengambil buah di kebun kami dan petani lain, ada yang belum membayar hasil panen sebelumnya lantaran juga mengalami kesulitan keuangan," ujar Kukuh.
Sardi, petani kelapa sawit lainnya di Desa Kartika Bhakti menjelaskan, anjloknya harga kelapa sawit membuat perekonomian keluarganya saat ini menjadi tidak stabil. Selama ini keluarganya hanya menggantungkan hidup dari hasil perkebunan kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kami berharap harga jual kelapa sawit dapat kembali normal bahkan meningkat dari sebelumnya, sehingga kesejahteraan masyarakat pun kembali membaik," harap Sardi.
Pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) diminta membantu petani melewati kondisi sulit ini. Pemerintah dan wakil rakyat diminta turun langsung ke lapangan untuk mencarikan solusi bagi masyarakat dan membuat harga kelapa sawit kembali normal.
Saat ini berbagai kendala kerap menimpa sektor perkebunan kelapa sawit di sejumlah daerah. Informasinya, minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di sejumlah perusahaan di wilayah Kalimantan Tengah banyak tertahan di pabrik karena pembeli semakin selektif dalam memilih CPO.