Indonesia pamerkan Wiro Sableng di SOAS Universitas London

id Wiro Sableng,SOAS Universitas London,Indonesia pamerkan Wiro Sableng di SOAS Universitas London

Indonesia pamerkan Wiro Sableng di SOAS Universitas London

Poster film Wiro Sableng. (instagram/lifelikepictures)

London (ANTARA) - Perhelatan transaksi hak penerbitan buku global dalam London Book Fair (LBF) 2019 sudah ditutup Kamis (14/3), namun Indonesia masih memamerkan berbagai karya kreatif nonpenerbitan, seperti penayangan film Wiro Sableng, di tempat-tempat strategis di London hingga Minggu (17/3).

Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Ricky Joseph Pesik di Olympia London, Kamis, mengatakan Indonesia memanfaatkan momentum LBF 2019 bukan hanya untuk mempromosikan karya-karya kreatif subsektor penerbitan, tapi juga memperkenalkan kepada publik global tentang produk-produk kreatif lainnya seperti film, kuliner, arsitektur, desain grafis, musik nusantara.

Salah satu karya sinematografis bertajuk Wiro Sableng, yang disutradarai Angga Sasongko dan diproduksi Lala Timothy pada 2018 akan ditayangkan di kampus SOAS Universitas London.

Sinema Wiro Sableng merupakan film Indonesia pertama yang dikerjakan bersama dengan sebuah studio Hollywood yakni Fox International Pictures berdasarkan buku cerita populer yang digandrungi pembaca, yang digubah Bastian Tito.

Di samping film, Bekraf yang bekerja sama dengan berbagai pihak dalam menghadirkan Indonesia di LBF 2019 juga mengajak seniman musik Angklung untuk unjuk gigi di depan pelajar dan mahasiswa di Forest Academy London.


Para kreator permainan kartu dan papan yang lebih dikenal dengan istilah board games, pendongeng, ilustrator buku anak, perupa dan komikus juga akan tampil dalam pentas pertunjukan disertai diskusi.

Semua pertunjukan dan diskusi karya-karya kreatif itu diharapkan dapat semakin mengglobal di luar negeri. Dengan demikian, akan semakin banyak pula produk-produk ekonomi kreatif Indonesia dikonsumsi publik internasional, demikian kata Ricky.

Dalam LBF 2019, Indonesia hadir dengan anggota delegasi sekitar 100 orang, yang sebagian di antaranya adalah para pekerja ekonomi kreatif seperti pengarang buku, kreator film, musisi, penyair, chef, pencipta board game, pengusaha penerbitan, pialang hak cipta.*