Kemenkeu evaluasi penyebab penyelundupan rotan di Kalteng

id Kemenkeu evaluasi penyebab penyelundupan rotan di Kalteng,Larangan ekspor rotan,Kotim,Kotawaringin Timur,Sampit

Kemenkeu evaluasi penyebab penyelundupan rotan di Kalteng

Nur Iskandar (kanan) dari Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan, Kemenkeu RI didampingi pihak Bea Cukai Sampit  (kiri) saat bertemu dengan pengusaha rotan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng. (Foto Antara Kalteng/Untung Setiawan)

Sampit (ANTARA) - Kementerian Keuangan  (Kemenkeu) Republik Indonesia mengevaluasi penyebab seringnya hasil rotan di Kalimantan Tengah diselundupkan keluar negeri, terutama ke Malaysia.

Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan Kementerian Keuangan Nur Iskandar di Sampit, Kamis mengatakan, sebagai langkah awal dari evaluasi kebijakan atas larangan ekspor rotan tersebut, pihak Kemenkeu saat ini mengumpulkan data dan fakta di lapangan dengan mendatangi pengusaha di daerah penghasil rotan seperti Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur.

"Kami mendatangi para pengusaha rotan di daerah untuk mendapatkan masukan yang selengkap-lengkapnya tentang kebijakan atas larangan ekspor rotan asalan," katanya.

Selain meminta masukan dari pengusaha rotan di Kotawaringin Timur, tim Kementerian Keuangan yang didampingi pejabat Bea Cukai Sampit, serta instansi terkait tersebut juga mendatangi langsung lokasi sentra penghasil rotan setempat.

Dikatakannya, melalui evaluasi tersebut diharapkan dapat diketahui apakah kebijakan yang selama ini dijalankan sudah merupakan yang terbaik atau kedepannya masih perlu disempurnakan lagi.

Menurut Iskandar, terungkap banyaknya aksi penyelundupan rotan keluar negeri seperti Malaysia, berawal dari temuan dan tangkapan pihak Bea Cukai.

"Melihat masih tinggi aksi penyelundupan rotan tersebut, kami ingin mengetahui letak permasalahan yang sebenarnya, mengapa hal tersebut bisa terjadi. Untuk itu kami ingin mengevaluasi dampak atas larangan ekspor rotan asalan tersebut," terangnya.

Pemerintah ingin mengetahui apakah penyelundupan itu dampak dari pemberlakuan larangan ekspor rotan mentah sejak akhir 2011 lalu, atau ada masalah lain yang memicu itu semua.

Iskandar belum bisa memastikan apakah hasil dari evaluasi tersebut nantinya akan berujung pada revisi terhadap aturan larangan ekspor rotan atau tidak karena aturan tersebut menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan.

"Itu bukan tugas kami. Tugas kami hanya sebatas melakukan evaluasi dari penyebab terjadinya penyelundupan rotan keluar negeri," tegasnya.

Iskandar juga mengaku hasil evaluasi tersebut nantinya akan dikaji kembali, kemudian hasil kajian tersebut dilaporkan kepada Menteri Keuangan.

"Selanjutnya menjadi tugas Menteri, mungkin nantinya Menteri Keuangan bisa berkoordinasi dengan kementerian yang berkaitan masalah ini," ucapnya.

Sementara itu, perwakilan pengusaha rotan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Dadang H Syamsu menyambut baik kedatangan tim evaluasi atas larangan ekspor rotan tersebut.

"Sejak pemberlakuan kebijakan larangan ekspor rotan mebtah yang tertuang dalam Permendag Nomor 35/2011 tentang Ketentuan Ekspur Rotan dan Produk Rotan, tepat delapan tahun lalu petani dan pengusaha rotan merugi dan membuat harga rotan terjun bebas, dan akibatnya ribuan ton rotan saat itu tidak laku dijual dan membusuk di gudang," ucap Dadang didampingi pengusaha rotan lainnya, Dahlan Ismail.

Dadang mengatakan, sejak itu juga banyak pengusaha rotan di Kabupaten Kotawaringin Timur yang bangkrut dan akhirnya gulung tikar.

"Baru-baru ini saja harga rotan di Kotawaringin Timur mulai berangsur naik, dari Rp500/kg, sekarang sudah mulai naik di angka Rp1.700/kg. Dan informasi yang saya terima harga rotan bisa naik karena ada beberapa pengusaha rotan yang menyelundupkan ke luar negeri," terangnya.

Meski melanggar aturan, namun pengusaha penyelundup rotan tersebut dianggap oleh petani dan pengumpul rotan sebagai "malaikat penolong". Sebab, karena keberanian merekalah harga rotan di tingkat petani mulai membaik.