Pengawasan Taman Nasional Komodo dinilai lemah
Kupang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menilai bahwa Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) lemah dalam mengawasi kawasan TNK sehingga berbagai kasus terjadi di daerah itu.
"Kasus pencurian bayi Komodo adalah salah satu kasus yang membuktikan bahwa BTNK lemah dalam pengawasan di kawasan TNK," kata Karo Humas Pemprov NTT Marius A Jelamu kepada wartawan di Kupang, Kamis.
Hal ini disampaikannya berkaitan pembongkaran kasus pencurian bayi Komodo yang berasal dari kawasan Taman Nasional Komodo.
Menurut dia, sudah banyak kasus yang berkaitan dengan eksploitasi di kawasan taman nasional Komodo, seperti perburuan rusa, pemboman ikan, eksploitasi untuk kepentingan syuting youtube, serta yang terakhir adalah pencurian 41 ekor bayi Komodo.
Pemprov NTT sendiri kata Marius bertanya-tanya sejauh mana pihak BTNK melibatkan masyarakat di kawasan TNK untuk ikut terlibat dalam menjaga kawasan itu.
"Memang Taman Nasional Komodo itu sangat luas, yakni mencapai puluhan ribu hektar namun tetapi dengan kontrol pengawasan yang baik tentu kawasan luas itu tidak bisa dipakai untuk berbagai tindakan kejahatan," tambah dia.
Seharusnya kata dia tugas dan wewenang yang sudah diberikan oleh UU itu dijalankan dengan baik dan benar sehingga kejadian seperti yang sudah terjadi tidak terulang lagi.
Pihaknya juga meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secepatnya memberikan TNK untuk dikelola secara penuh oleh Pemprov NTT sehingga berbagai kasus yang sudah terjadi tidak lagi terjadi.
Sebelumnya diberitakan Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap kasus perdagangan puluhan Komodo (Varanus Komodoensi) ke luar negeri jaringan melalui media sosial.
Kurang lebih 41 ekor komodo yang sudah dijual ke luar negeri dengan harga mencapai Rp500 juta untuk satu ekornya. Jaringan itu sudah beroperasi tujuh kali sejak tahun 2016 sampai 2019.
"Tersangka mengambil Komodo dengan cara membunuh induknya dan salah satu bukti pecahan proyektil yang kami temukan," Direktur Reskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Akhmad Yusep Gunawan.
"Kasus pencurian bayi Komodo adalah salah satu kasus yang membuktikan bahwa BTNK lemah dalam pengawasan di kawasan TNK," kata Karo Humas Pemprov NTT Marius A Jelamu kepada wartawan di Kupang, Kamis.
Hal ini disampaikannya berkaitan pembongkaran kasus pencurian bayi Komodo yang berasal dari kawasan Taman Nasional Komodo.
Menurut dia, sudah banyak kasus yang berkaitan dengan eksploitasi di kawasan taman nasional Komodo, seperti perburuan rusa, pemboman ikan, eksploitasi untuk kepentingan syuting youtube, serta yang terakhir adalah pencurian 41 ekor bayi Komodo.
Pemprov NTT sendiri kata Marius bertanya-tanya sejauh mana pihak BTNK melibatkan masyarakat di kawasan TNK untuk ikut terlibat dalam menjaga kawasan itu.
"Memang Taman Nasional Komodo itu sangat luas, yakni mencapai puluhan ribu hektar namun tetapi dengan kontrol pengawasan yang baik tentu kawasan luas itu tidak bisa dipakai untuk berbagai tindakan kejahatan," tambah dia.
Seharusnya kata dia tugas dan wewenang yang sudah diberikan oleh UU itu dijalankan dengan baik dan benar sehingga kejadian seperti yang sudah terjadi tidak terulang lagi.
Pihaknya juga meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secepatnya memberikan TNK untuk dikelola secara penuh oleh Pemprov NTT sehingga berbagai kasus yang sudah terjadi tidak lagi terjadi.
Sebelumnya diberitakan Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap kasus perdagangan puluhan Komodo (Varanus Komodoensi) ke luar negeri jaringan melalui media sosial.
Kurang lebih 41 ekor komodo yang sudah dijual ke luar negeri dengan harga mencapai Rp500 juta untuk satu ekornya. Jaringan itu sudah beroperasi tujuh kali sejak tahun 2016 sampai 2019.
"Tersangka mengambil Komodo dengan cara membunuh induknya dan salah satu bukti pecahan proyektil yang kami temukan," Direktur Reskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Akhmad Yusep Gunawan.