Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis paru menyebutkan alasan seorang perokok sulit berhenti merokok dikarenakan orang tersebut kehilangan rasa nyaman yang ditimbulkan dari nikotin.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K) di Jakarta, Selasa, mengatakan rokok memiliki adiksi dan merangsang hormon dopamin yang menimbulkan rasa nyaman bagi perokok.
Ia menambahkan nikotin yang dihisap menghasilkan neurotransmitter berupa berbagai zat kimia yang berdampak pada tubuh seseorang.
Senyawa kimia yang dihasikan dari nikotin memiliki efek yang beragam diantaranya mengurangi stres, menekan nafsu makan, atau tubuh tampak lebih fit. "Dampak secara perasaan itu muncul karena neurotransmitter," sebutnya.
Jika seseorang sudah merokok selama bertahun-tahun akan memberikan efek nyaman padanya, namun disisi lain bahan-bahan kimia tersebut menyebabkan kerusakan pada fungsi organ tubuh.
"Dalam satu batang rokok mengandung 6000 bahan kimia berbahaya, 60 sampai 70 di antaranya bersifat karsinogen (menyebabkan kanker)," kata Agus.
Ketika seorang perokok berhenti merokok, maka akan muncul gejala putus nikotin yang menyebabkan tubuh merasa tidak nyaman. Hal itu dikarenakan neurotransmitter yang selama ini memberikan efek nyaman pada seorang perokok jadi berdampak sebaliknya seperti batuk-batuk, badan tidak nyaman, sakit kepala, sulit tidur dan lain-lain.
Agus menyebut masa gejala putus nikotin tersebut akan berlangsung pada dua minggu pertama setelah berhenti merokok hingga 12 minggu setelahnya. Jika seorang perokok bisa lepas dari itu lebih dari 12 minggu, dia akan mudah untuk berhenti merokok.
Tidak semua perokok bisa melewati masa gejala putus nikotin hingga 12 minggu, oleh karena itu dibutuhkan tenaga medis untuk membantu mengelola efek samping tersebut.