Kasus ujaran kebencian terulang, ini tanggapan Kapolres Kotim

id Kasus ujaran kebencian terulang, ini tanggapan Kapolres Kotim,Mohammad Rommel,Ujaran kebencian,Sampit,Kotim,Kotawaringin Timur,Hoax

Kasus ujaran kebencian terulang, ini tanggapan Kapolres Kotim

Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Mohammad Rommel. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (ANTARA) - Adanya warga Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur yang ditangkap Polda Kalimantan Tengah karena dugaan melakukan ujaran kebencian terkait hasil pemilu, menjadi perhatian Kapolres AKBP Mohammad Rommel.

"Kami terus mengajak dan mengingatkan masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial. Sekarang sudah ada Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Kalau melanggar, akan diproses hukum," kata Rommel di Sampit, Selasa.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Tengah menangkap dua orang di tempat berbeda pada Minggu (26/5) karena dugaan ujaran kebencian. Salah satu di antaranya adalah Ris (34) yang merupakan warga Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, sedangkan satu orang lainnya merupakan warga Kota Palangka Raya.

Perempuan berprofesi sebagai guru honor di salah satu sekolah itu ditangkap dan langsung dibawa ke Markas Polda Kalimantan Tengah di Palangka Raya untuk diproses hukum. Polda beralasan sudah melakukan pendekatan persuasif namun yang bersangkutan tidak menggubris sehingga dilakukan penindakan.

Berdasarkan catatan, ini merupakan ketigakalinya Polda Kalimantan Tengah memproses hukum warga Kotawaringin Timur karena kasus ujaran kebencian. Kejadian ini menjadi perhatian masyarakat lantaran kasus seperti ini kembali terulang.

Sebelumnya ada seorang pengurus partai politik dan seorang pengusaha yang harus berurusan dengan hukum karena dugaan ujaran kebencian. Namun belakangan satu orang yaitu pengusaha lepas dari jeratan kasus tersebut, sedangkan oknum pengurus partai politik harus berurusan dengan hukum.

Menanggapi hal itu, Rommel mengajak masyarakat untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial. Pengguna media sosial diminta tidak sembarangan mengunggah tulisan, foto maupun video yang melanggar hukum karena berisi ujaran kebencian, provokasi, fitnah maupun hoax atau kabar bohong.

Di era kemajuan teknologi informasi sekarang ini, unggahan di media sosial akan dengan mudah menyebar luas dalam waktu hitungan menit, bahkan detik. Jika informasi yang disebarkan tidak benar atau mengandung ujaran kebencian, dikhawatirkan memicu keresahan atau permusuhan di tengah masyarakat.

Polisi juga tidak tinggal diam dalam menyikapi fenomena ini. Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Tengah melalui Unit Siber mereka terus berpatroli di dunia maya dan akan bertindak tegas terhadap pengguna media sosial yang melanggar aturan.

"Masyarakat harus bijak dalam bermedia sosial. Saring sebelum sharing (menyebarkan). Cek dan ricek berita yang didapat. Kalau pun benar, pertimbangkan lagi apakah bagus atau tidak untuk disebarkan. Kalau salah, ya jangan disebarkan. Kalau sudah tahu salah tapi tetap disebarkan, ya bersiap saja berhadapan dengan UU ITE," tegas Rommel.

Rommel mengajak masyarakat menggunakan media sosial untuk kegiatan-kegiatan bermanfaat seperti silaturahim, tujuan pendidikan maupun kepentingan promosi usaha. Masyarakat diminta menahan diri dan menghindari unggahan-unggahan yang bisa menimbulkan konsekuensi hukum karena akan merugikan orang lain dan diri sendiri.