Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi ini kembali mengalami tekanan seiring antisipasi pelaku pasar terhadap sejumlah sentimen global terutama kebijakan dari negara maju.
Rupiah melemah 0,05 persen atau sebesar tujuh poin menjadi Rp14.267 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.260 per dolar AS.
Direktur Utama Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Rabu mengatakan nilai tukar rupiah bergerak mendatar dengan kecenderungan melemah di tengah antisipasi berbagai kebijakan sejumlah negara maju.
"Ada harapan bagi aset berisiko kembali diminati seiring para pembuat kebijakan di seluruh dunia akan melepaskan stimulus baru," katanya.
Ia mengemukakan Pemerintah China telah mengumumkan rencana reformasi penetapan suku bunga acuan dengan menurunkan loan prime rate (LPR) dengan mekanisme yang baru dalam rangka mendorong ekonominya.
"Bank sentral China (People Bank of China/PBOC) memulai reformasi suku bunga baru yang dirancang untuk menurunkan biaya pinjaman perusahaan," katanya.
Dari Jerman, lanjut dia, Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz dikabarkan akan menyediakan tambahan belanja senilai 50 miliar euro (55 miliar dolar AS) atau setara dengan Rp791 triliun untuk membantu mempercepat perputaran roda perekonomiannya.
Tak berhenti sampai di situ, ia mengemukakan, pejabat Gedung Putih dikabarkan juga telah mendiskusikan peluang pemangkasan pajak pendapatan gaji warga Amerika Serikat untuk sementara waktu guna mendorong ekonomi AS.
"Sebagaimana diketahui, 67 persen produk domestik bruto (PDB) AS berasal dari aktivitas konsumsi," katanya.
Ia memproyeksikan rupiah akan bergerak di kisaran Rp14.228-Rp14.306 per dolar AS dengan kecenderungan masih berada di area negatif.