Dinilai kurang efektif, Pemkab Kobar diminta kaji rencana pembangunan RS isolasi

id Pemkab kobar, kobar, kotawaringin barat, pangkalan bun, covid 19, virus corona, rumah sakit, rsud sultan imanuddin, rumah sakit isolasi, pdip

Dinilai kurang efektif, Pemkab Kobar diminta kaji rencana pembangunan RS isolasi

Wakil Ketua I DPRD Kobar Mulyadin (tengah). (ANTARA/Dokumen Pribadi)

Pangkalan Bun (ANTARA) - Wakil Ketua I DPRD Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah Mulyadin, meminta pemerintah kabupaten setempat mengkaji rencana pembangunan rumah sakit khusus isolasi.

Perencanaannya harus komprehensif mempertimbangankan berbagai aspek, seperti anggaran, medis, pengendalian, sumber daya, waktu, sosial dan geografis, sehingga bukan bersumber dari sebuah kepanikan katanya di Pangkalan Bun, Rabu.

"Kami rasa membangun rumah sakit khusus isolasi kurang efektif. Mengingat, waktunya panjang, kalau pun ditargetkan dalam waktu singkat dikhawatirkan bangunannya asal jadi, tidak memenuhi standar ruang isolasi," ucap Mulyadin.

Belum lagi masalah ketersediaan jumlah tenaga medis. Tenaga medis yang ada saat ini jumlahnya tidak sebanding dengan rasio ruangan yang akan dibangun dengan kapasitas total mencapai 1.000 tempat tidur tersebut.

Kalaupun dipaksakan dalam waktu dekat harus membuka penerimaan tenaga kontrak medis, tentu tenaga medis yang direkrut harus memiliki standar kualifikasi, tidak hanya sebatas berstatus sarjana di bidang kesehatan tetapi harus berpengalaman menangani infeksi penyakit menular.

Jika tidak, maka akan menimbulkan masalah baru, salah satunya risiko penularan kepada tenaga medis yang minim pemahaman dalam penanganan infeksi penyakit menular terutama virus corona.

Ditambah lagi biayanya besar, informasinya anggaran Rp30 miliar hanya untuk bangunan gedung rumah sakit, belum termasuk fasilitas pendukung lainnya seperti peralatan medis, kemudian biaya operasional, biaya penambahan tenaga medis dan biaya lain yang mungkin tidak diperhitungkan dalam perencanaan.

"Lokasinya juga kurang tepat dan efektif, jaraknya jauh dari pusat kota, akan menyulitkan koordinasi dan komunikasi," katanya.

Kalau pun rumah sakit tersebut benar-benar dibangun, maka bukan hanya digunakan pada saat penanganan virus corona saja, tetapi harus dapat digunakan dan difungsikan dalam jangka panjang.

"Kami khawatir nantinya justru akan jadi bangunan mangkrak dan monumen saja. Sebab rumah sakit yang ada saat ini saja belum maksimal pelayanannya," ucap Mulyadin.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dibanding membangun rumah sakit baru, lebih baik mengembangkan bangunan yang ada sekarang di komplek RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun.

Gedung lima lantai di RSUD Sultan Imanuddin yang sedang proses pembangunan saat ini, sudah sampai tahap 'finishing' (penyelesaian) dan anggarannya sudah tersedia, tinggal ditambah sedikit anggaran lagi, maka dalam waktu cepat sudah dapat difungsikan.

Alternatif lain, yaitu memfungsikan rusun yang ada komplek RSUD Sultan Imanuddin. Kemudian juga bisa melakukan sewa pakai gedung bekas Rumah Sakit Kesuma yang tidak lagi beroperasi, atau mengalihfungsikan sementara gedung LPTQ yang belum difungsikan sama sekali tersebut.

"Sehingga anggaran kurang lebih Rp30 miliar tersebut dapat digunakan untuk biaya penerimaan tenaga medis baru, pembelian kelengkapan fasilitas penunjang rumah sakit, peralatan medis dan biaya operasional," katanya.

Politisi partai PDI Perjuangan tersebut menyebutkan, selain melakukan penanganan, pencegahan juga jauh lebih penting dilakukan. Salah satunya dengan mengoptimalkan upaya preventif dengan pola pembatasan sosial atau 'social distancing' yang lebih ketat.

Saat ini pemerintah kabupaten masih belum maskimal dalam melakukan hal ini, terbukti masih banyaknya kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan mengumpulkan orang banyak, masih adanya kafe dan taman kota yang dibuka sehingga masih terlihat masyakat berkumpul disana.

Kemudian upaya menggandeng semua pihak untuk bersama menjalankan pembatasan sosial juga penting dilakukan, termasuk meminta TNI dan Polri menyisir dan membubarkan masyarakat yang melakukan aktivitas tidak penting, seperti sekadar berkumpul dan kongko.

Pemkab juga diharapkan memberdayakan tenaga penyuluh kesehatan, relawan kesehatan, Posyandu kelompok germas dan PKK untuk mendampingi kelompok-kelompok usia rentan terhadap penularan corana, seperti manula dan masyarakat yang memiliki riwayat penyakit penyerta dengan memberikan sistem imun yang lebih baik.

"Fraksi PDI Perjuangan berpendapat mengedepan preventif (pencegahan) itu lebih efektif dan rasional ketimbang penanganan," jelas Mulyadin.

Untuk itu, pihaknya juga mengusulkan agar masyarakat dengan status orang dalam pemantauan (ODP) bisa diberikan biaya hidup saat menjalani isolasi rumah selama 14 hari.

Jadi mereka tidak perlu lagi keluar rumah dengan alasan mencari nafkah keluarga dan dana tersebut salah satunya bisa diambilkan melalui anggaran Rp30 miliar yang rencananya akan digunakan untuk pembangunan rumah sakit khusus isolasi tersebut.