Optimalkan pembangunan non fisik, Korem 102 Panju Panjung luncurkan sebuah buku
Palangka Raya (ANTARA) - Korem 102 Panju Panjung meluncurkan sebuah buku yang berjudul 'Desa Mandiri Menuju Langit Biru di Bumi Tambun Bungai' pada Kamis (16/4) di Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Komandan Korem 102 Panju Panjung Kolonel Arm Saiful Rizal mengatakan, selama ini pihaknya lebih dominan berperan secara aktif dalam pembangunan fisik, seperti TMMD dan penanganan ragam hal lain di lapangan.
"Kali ini kami mencoba membangun non fisik yakni melalui sebuah pemahaman," katanya.
Buku tersebut merupakan sebuah karya TNI AD, yakni Kodam XII Tanjungpura, khususnya Korem 102 Panju Panjung, mengulas tentang Kalteng yang memiliki prospek begitu luar biasa.
Buku yang pihaknya luncurkan tersebut diharapkan secepatnya menjadi bagian referensi, dalam melanjutkan pembangunan di wilayah Kalteng. Secara umum terdapat lima esensi yang dituangkan dalam buku tersebut.
"Ada lima esensi, meliputi tentang selayang pandang potensi Kalteng, nilai-nilai luhur kearifan lokal, membahas tentang karhutla, menjelaskan tentang asa serok, serta pembangunan dari daerah pinggiran," jelas Saiful Rizal.
Secara rinci ia menjabarkan lima esensi tersebut, yakni pertama, dituangkan tentang pesona alam Bumi Tambun Bungai yang di dalamnya terdapat kilas balik perjalanan tonggak sejarah suksesnya perjuangan Kalteng, kekayaan alam dan kebudayaan yang memberikan semangat dan harapan kemakmuran bagi masyarakat.
Tak hanya bagi masyarakat di Kalteng maupun bangsa Indonesia, bahkan menjadi harapan bagi dunia, karena luasnya hutan sebagai paru-paru dunia. Di sisi lain ada persoalan-persoalan yang disepakati menjadi urusan bersama untuk diselesaikan.
Kedua, mengangkat tentang nilai-nilai luhur kearifan lokal, yang sesungguhnya telah mendarah daging dalam kejujuran ada kebaikan, dalam kesetaraan ada keadilan dan kerukunan, dalam hapakat ada gotong royong dan dalam kepatuhan hukum terdapat ketertiban.
Semuanya itu sebagai sendi-sendi dalam kehidupan masyarakat Kalteng, dipandang perlu untuk diaktualisasikan kembali. Kearifan lokal ini dikenal sebagai 'Huma betang' dan pihaknya abadikan penyebutannya sebagai 'Energi Betang".
Ketiga, secara khusus dibahas tentang bencana alam musiman berupa karhutla. Kalteng memiliki potensi besar karena adanya lahan gambut dan kearifan lokal dalam pengelolaan lahan, sehingga persoalan ini perlu mendapat solusi bersama.
Solusi dimaksud yaitu memadukan antara peluang dan kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakatnya. Dalam hal ini pihaknya mengajak seluruh unsur dalam masyarakat untuk tergabung dalam 'pentahelix', atasi karhutla secara bersama.
Keempat, menjelaskan tentang 'Asa Serok', yakni serbu dan keroyok sebagai implementasi budaya bangsa Indonesia melalui gotong royong, melibatkan semua unsur yang berpengaruh dan meningkatkan peran serta secara aktif dan terpadu, sesuai tugas maupun fungsinya dalam upaya mengatasi persoalan bangsa seperti karhutla.
Kelima, menjabarkan tentang upaya mewujudkan langit biru di Bumi Tambun Bungai yang dijalankan melalui pembangunan dari daerah pinggiran yaitu desa, sebagai wilayah terdepan yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat terdepan.
Dipilihnya mewujudkan langit biru melalui desa mandiri, karena diyakini melalui hal tersebut, maka pembanguanan akan terwujud langsung menyentuh kehidupan masyarakat terdepan dan berbagai permasalahan. Melalui tingkat kehidupan yang mapan, maka diyakini persoalan dapat ditekan.
"Kami sudah produksi sekitar 600 buah buku yang siap dikirimkan ke berbagai pihak, meliputi unsur pemerintah, Forkopimda, para pimpinan redaksi media, tokoh agama, tokoh adat, perguruan tinggi hingga para pelaku usaha," ungkapnya.
Menurutnya pada kesempatan pertama pihaknya memang cetak secara terbatas, namun nantinya direncanakan juga dilengkapi versi elektroniknya, sehingga bisa diakses oleh berbagai pihak.
Komandan Korem 102 Panju Panjung Kolonel Arm Saiful Rizal mengatakan, selama ini pihaknya lebih dominan berperan secara aktif dalam pembangunan fisik, seperti TMMD dan penanganan ragam hal lain di lapangan.
"Kali ini kami mencoba membangun non fisik yakni melalui sebuah pemahaman," katanya.
Buku tersebut merupakan sebuah karya TNI AD, yakni Kodam XII Tanjungpura, khususnya Korem 102 Panju Panjung, mengulas tentang Kalteng yang memiliki prospek begitu luar biasa.
Buku yang pihaknya luncurkan tersebut diharapkan secepatnya menjadi bagian referensi, dalam melanjutkan pembangunan di wilayah Kalteng. Secara umum terdapat lima esensi yang dituangkan dalam buku tersebut.
"Ada lima esensi, meliputi tentang selayang pandang potensi Kalteng, nilai-nilai luhur kearifan lokal, membahas tentang karhutla, menjelaskan tentang asa serok, serta pembangunan dari daerah pinggiran," jelas Saiful Rizal.
Secara rinci ia menjabarkan lima esensi tersebut, yakni pertama, dituangkan tentang pesona alam Bumi Tambun Bungai yang di dalamnya terdapat kilas balik perjalanan tonggak sejarah suksesnya perjuangan Kalteng, kekayaan alam dan kebudayaan yang memberikan semangat dan harapan kemakmuran bagi masyarakat.
Tak hanya bagi masyarakat di Kalteng maupun bangsa Indonesia, bahkan menjadi harapan bagi dunia, karena luasnya hutan sebagai paru-paru dunia. Di sisi lain ada persoalan-persoalan yang disepakati menjadi urusan bersama untuk diselesaikan.
Kedua, mengangkat tentang nilai-nilai luhur kearifan lokal, yang sesungguhnya telah mendarah daging dalam kejujuran ada kebaikan, dalam kesetaraan ada keadilan dan kerukunan, dalam hapakat ada gotong royong dan dalam kepatuhan hukum terdapat ketertiban.
Semuanya itu sebagai sendi-sendi dalam kehidupan masyarakat Kalteng, dipandang perlu untuk diaktualisasikan kembali. Kearifan lokal ini dikenal sebagai 'Huma betang' dan pihaknya abadikan penyebutannya sebagai 'Energi Betang".
Ketiga, secara khusus dibahas tentang bencana alam musiman berupa karhutla. Kalteng memiliki potensi besar karena adanya lahan gambut dan kearifan lokal dalam pengelolaan lahan, sehingga persoalan ini perlu mendapat solusi bersama.
Solusi dimaksud yaitu memadukan antara peluang dan kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakatnya. Dalam hal ini pihaknya mengajak seluruh unsur dalam masyarakat untuk tergabung dalam 'pentahelix', atasi karhutla secara bersama.
Keempat, menjelaskan tentang 'Asa Serok', yakni serbu dan keroyok sebagai implementasi budaya bangsa Indonesia melalui gotong royong, melibatkan semua unsur yang berpengaruh dan meningkatkan peran serta secara aktif dan terpadu, sesuai tugas maupun fungsinya dalam upaya mengatasi persoalan bangsa seperti karhutla.
Kelima, menjabarkan tentang upaya mewujudkan langit biru di Bumi Tambun Bungai yang dijalankan melalui pembangunan dari daerah pinggiran yaitu desa, sebagai wilayah terdepan yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat terdepan.
Dipilihnya mewujudkan langit biru melalui desa mandiri, karena diyakini melalui hal tersebut, maka pembanguanan akan terwujud langsung menyentuh kehidupan masyarakat terdepan dan berbagai permasalahan. Melalui tingkat kehidupan yang mapan, maka diyakini persoalan dapat ditekan.
"Kami sudah produksi sekitar 600 buah buku yang siap dikirimkan ke berbagai pihak, meliputi unsur pemerintah, Forkopimda, para pimpinan redaksi media, tokoh agama, tokoh adat, perguruan tinggi hingga para pelaku usaha," ungkapnya.
Menurutnya pada kesempatan pertama pihaknya memang cetak secara terbatas, namun nantinya direncanakan juga dilengkapi versi elektroniknya, sehingga bisa diakses oleh berbagai pihak.