Perusahaan di Kotim diimbau membayar THR pekerja sesuai aturan
Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah mengimbau perusahaan tetap membayar tunjangan hari raya (THR) keagamaan yang menjadi hak pekerja sesuai aturan yang berlaku.
"Kami mengimbau perusahaan mematuhi aturan tersebut. Apalagi di tengah situasi pandemi COVID-19 ini, pekerja tentu sangat membutuhkan THR tersebut, khususnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotawaringin Timur Imam Subekti di Sampit, Selasa.
Untuk mengingatkan perusahaan, telah dikirim surat edaran yang ditandatangani Bupati H Supian Hadi pada Senin (11/5) terkait kewajiban membayar THR pekerja pada Hari Raya Idul Fitri dan Natal 2020.
Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah yang diperkirakan jatuh pada 24 Mei 2020 dan Natal pada 25 Desember 2020. Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 06 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan, serta berdasarkan surat edaran Gubernur Kalimantan Tengah tentang pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja atau buruh dalam
masa pandemi COVID-19 maka perusahaan diwajibkan membayar THR tersebut.
Pengusaha wajib memberikan THR keagamaan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih. THR keagamaan diberikan kepada pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan satu bulan upah yang besarannya terdiri upah pokok ditambah tunjangan tetap atau upah pokok tanpa tunjangan.
Bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka diberikan secara proporsional sesuai dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja dikali satu bulan upah dibagi 12.
Bagi pekerja atau buruh yang berdasarkan perjanjian harian lepas maka upah satu bulan dihitung dengan rumus sama dengan perhitungan upah per bulan yakni pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan, sedangkan pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
THR keagamaan wajib dibayar oleh pengusaha paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. THR wajib diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.
Sesuai aturan, kata Imam, pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada buruh atau pekerja maka dikenai denda sebesar lima persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.
Pengusaha yang tidak membayar THR keagamaan akan dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6 tahun 2016 tentang THR keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan.
"Kami juga meminta perusahaan melaporkan pembayaran THR tersebut sesuai formulir yang sudah disiapkan. Jika ada perusahaan yang tidak mampu membayar THR sesuai ketentuan karena terdampak kondisi saat ini maka bisa dimusyawarahkan secara baik antar kedua belah pihak untuk dicarikan solusi terbaik," demikian Imam.
Baca juga: Bocah lima tahun di Kotim jadi korban asusila pekerja sawit
Baca juga: Program 'Roti Keju' Polres Kotim dukung penguatan ketahanan pangan
"Kami mengimbau perusahaan mematuhi aturan tersebut. Apalagi di tengah situasi pandemi COVID-19 ini, pekerja tentu sangat membutuhkan THR tersebut, khususnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotawaringin Timur Imam Subekti di Sampit, Selasa.
Untuk mengingatkan perusahaan, telah dikirim surat edaran yang ditandatangani Bupati H Supian Hadi pada Senin (11/5) terkait kewajiban membayar THR pekerja pada Hari Raya Idul Fitri dan Natal 2020.
Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah yang diperkirakan jatuh pada 24 Mei 2020 dan Natal pada 25 Desember 2020. Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 06 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan, serta berdasarkan surat edaran Gubernur Kalimantan Tengah tentang pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja atau buruh dalam
masa pandemi COVID-19 maka perusahaan diwajibkan membayar THR tersebut.
Pengusaha wajib memberikan THR keagamaan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih. THR keagamaan diberikan kepada pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan satu bulan upah yang besarannya terdiri upah pokok ditambah tunjangan tetap atau upah pokok tanpa tunjangan.
Bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka diberikan secara proporsional sesuai dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja dikali satu bulan upah dibagi 12.
Bagi pekerja atau buruh yang berdasarkan perjanjian harian lepas maka upah satu bulan dihitung dengan rumus sama dengan perhitungan upah per bulan yakni pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan, sedangkan pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
THR keagamaan wajib dibayar oleh pengusaha paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. THR wajib diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.
Sesuai aturan, kata Imam, pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada buruh atau pekerja maka dikenai denda sebesar lima persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.
Pengusaha yang tidak membayar THR keagamaan akan dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6 tahun 2016 tentang THR keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan.
"Kami juga meminta perusahaan melaporkan pembayaran THR tersebut sesuai formulir yang sudah disiapkan. Jika ada perusahaan yang tidak mampu membayar THR sesuai ketentuan karena terdampak kondisi saat ini maka bisa dimusyawarahkan secara baik antar kedua belah pihak untuk dicarikan solusi terbaik," demikian Imam.
Baca juga: Bocah lima tahun di Kotim jadi korban asusila pekerja sawit
Baca juga: Program 'Roti Keju' Polres Kotim dukung penguatan ketahanan pangan