Perjalanan panjang Formula 1 dimulai di Silverstone 70 tahun silam

id sirkuit silverstone,seri pertama,formula 1,70 tahun silam

Perjalanan panjang Formula 1 dimulai di Silverstone 70 tahun silam

Grand Prix Britania di Sirkuit Silverstone (13 Mei 1950) (ANTARA/HO-Fiat Chrysler Automobiles/fcaemea.com)

Jakarta (ANTARA) - Cuaca yang sangat indah untuk kunjungan Yang Mulia. Alfa Romeo 1,2,3 di R.A.C. G.P. de I'Europe, demikian majalah Motor Sport mengawali laporannya tentang Grand Prix pertama Formula 1 di Silverstone, Inggris, 70 tahun silam.

Diperkirakan 120.000 penonton memadati trek bekas lapangan udara RAF pada hari Sabtu yang cerah, 13 Mei 1950.

Setiap orang mengenakan pakaian terbaiknya hari itu, namun yang paling mencolok di antara mereka adalah raja Inggris, George VI yang menyaksikan balapan didampingi sang ratu, Elizabeth, Putri Margaret serta Lord dan Lady Mountbatten.

Hari itu menjadi satu-satunya momen di mana raja dan ratu Inggris menghadiri balapan di Inggris.

Seri pertama balapan kejuaraan dunia F1 itu, uniknya, memiliki dua titel. Pada awalnya ia disebut Grand Prix Eropa, karena untuk pertama kalinya balapan digelar di luar Italia atau Prancis, namun karena dihelat di wilayah Britania Raya, maka ia juga dinamai Grand Prix Britania.

Balapan itu juga merupakan Grand Prix Britania kelima dan kali ketiga bagi Silverstone sebagai tuan rumah setelah dunia balap dilanjutkan menyusul berakhirnya Perang Dunia II.

Tak seperti sekarang di mana seri pembuka biasanya jatuh pada bulan Maret, ada enam musim balapan lainnya yang dibuka pada Mei setelah 1950, yaitu 1951 (27 Mei), 1952 (18 Mei), 1961 (14 Mei), 1962 (20 Mei), 1962 (26 Mei) dan 1966 (22 Mei).

Musim itu juga menandai kembalinya Alfa Romeo setelah menarik diri dari balapan pada 1948. Alfa Romeo membawa Alfetta 158 yang boleh jadi sudah berumur 13 tahun kala itu, namun kendaraan bermesin 1,5 liter supercharged itu masih menjadi penantang serius.

Pabrikan asal Italia itu diperkuat tiga nama besar: Guiseppe ‘Nino’ Farina, Luigi Fagioli dan Juan Manuel Fangio, atau yang dikenal sebagai "Tiga F".

Grand Prix Britania di Sirkuit Silverstone (13 Mei 1950) (ANTARA/HO-Fiat Chrysler Automobiles/fcaemea.com)

Trio pebalap itu sukses membawa mobil berwarna merah tua mereka di tiga posisi start terdepan, diikuti pebalap Inggris Red Parnell di peringkat empat, juga untuk Alfa Romeo.

Rival utama Alfa Romeo, Ferrari, memutuskan untuk tak ambil bagian, namun ada banyak mobil Maserati kala itu.

Dari bangsawan hingga musisi

Seperti yang diprediksi, setelah start Farina, Fagioli dan Fangio melesat meninggalkan para pesaingnya, ketiganya saling berebut posisi pimpinan lomba.

Setelah 70 putaran dan hampir dua seperempat jam mengitari Silverstone, Farina lah yang keluar sebagai juara, diikuti oleh rekan satu timnya asal Italia, Fagioli yang terpaut 2,6 detik di tempat kedua.

Fangio terpaksa tersingkir dari balapan karena kerusakan pipa oli dan justru Parnell , 52 detik berselang, yang melengkapi podium untuk Alfa Romeo kendati mobilnya sempat menabrak kelinci yang melintas di trek.

Kecepatan Alfa Romeo tak dipungkiri hari itu di saat pesaing terdekat mereka, Giraud-Cabantous dari tim Talbot, terpaut dua putaran di belakang.

Menariknya, di balapan yang ditonton oleh keluarga kerajaan itu, ada pula sejumlah pebalap dari kaum bangsawan yang turut ambil bagian.

Di antara 21 pebalap yang start, ada Pangeran Birabongse Bhanudej Bhanubandh atau yang lebih dikenal dengan Pangeran Bira, seorang pebalap terkenal dan anggota kerajaan Thailand.

Bira start dari P5 namun gagal menyelesaikan lomba karena kehabisan bahan bakar.

Kemudian ada bangsawan dari Swiss, Baron Emmanuel "Toulo" de Graffenried, yang memenangi edisi Grand Prix Britania 1949 di era pra-kejuaraan dunia.

Satu nasib dengan Bira, mobil Maserati de Graffenried juga tak finis karena masalah mesin.

Selain keluarga bangsawan, seorang musisi jazz terkenal di masanya ikut ambil bagian. Johnny Claes namanya.

Pria kelahiran Inggris berkewarganegaraan Belgia itu mengawali lomba dari posisi start paling belakang namun mampu finis P11, kendati terpaut enam putaran dari sang juara.

Para peserta pun terbilang memiliki usia yang lebih dewasa ketimbang era F1 sekarang. Rata-rata usia pebalap di seri kejuaraan dunia pertama itu adalah 39 tahun, sementara para pebalap F1 tahun ini rata-rata berusia 26 tahun.

Tiga dari 21 pebalap di Silverstone kala itu berada di atas 51 tahun; Luigi Fagioli,51, Louis Chiron, 50, dan Philippe Etancelin, 53). Sedangkan Geoffrey Crossley asal Inggris menjadi pebalap termuda di grid dalam usia 29 tahun.


Hari jadi tanpa ingar bingar

Tahun ini seharusnya Silverstone merayakan 70 tahun keikutsertaannya di Formula 1, namun pandemi virus corona telah memaksa musim balapan tertunda.

Bendera Union Jack dikibarkan sebelum Grand Prix di Sirkuit Silverstone, Inggris (14/7/2019) Reuters/John Sibley

Setelah sejumlah negara melonggarkan aturan karantina wilayah, Formula 1 berupaya memulai lagi musim yang tertunda pada awal Juli nanti di Austria, diikuti Inggris, dengan skenario tanpa penonton untuk sejumlah grand prix di awal.

Formula 1 juga sedang melobi pemerintah Inggris supaya mereka bisa menggelar Grand Prix pada 19 Juli nanti, kendati tak akan melibatkan ratusan ribu penonton di tribun layaknya seri inagurasi di sana.

Otoritas Sirkuit Silverstone telah menegaskan jika balapan digelar harus mendapat persetujuan dari pemerintah setempat dan tertutup untuk penonton.

Selesai menjalani seri pembuka yang rencananya digelar di Austria awal Juli, staf dan sepuluh tim kompetitor harus menjalani prosedur kesehatan yang ketat, termasuk tes rutin dan isolasi, sebelum memasuki paddock Silverstone.

"Tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali," kata Lewis Hamilton soal balapan tanpa penonton di sirkuit kandangnya.

"Di seluruh dunia, lebih banyak pendukung maka lebih banyak atmosfer yang kalian dapati, itu lah kenapa kita mendapati tempat seperti Silverstone dan Monza akan jadi sangat kosong," kata juara dunia enam kali itu.