Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bambang Soesatyo mendukung apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah membubarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baik melalui perppu maupun perangkat kebijakan lainnya.
"Skandal Jiwasraya hanyalah bagian kecil dari sengkarut yang menimpa OJK. Alih-alih menjadi pengawas yang kredibel dalam menjaga uang masyarakat yang berada di perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, penggadaian, dan lembaga jasa keuangan lainnya, OJK malah menjadi duri dalam sekam," ujar Bamsoet, dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu.
Fungsi pengawasan dan hal lainnya yang selama ini melekat di OJK, kata mantan Ketua DPR RI itu, bisa dikembalikan kepada Bank Indonesia.
Mantan Ketua Komisi III DPR yang membidangi hukum dan keamanan tersebut menilai DPR dan pemerintah tak perlu ragu membubarkan OJK yang notabene dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21/2011.
Politikus senior Partai Golkar itu mengingatkan lebih baik mengoreksi daripada membiarkan kesalahan berlarut dan akhinya rakyat yang menjadi korban.
"Pembentukan OJK tak lepas dari rekomendasi IMF yang mengambil contoh Financial Service Authority (FSA) di Inggris. Kenyataannya, FSA justru gagal menjalankan tugasnya dan mengakibatkan Inggris terpuruk krisis finansial global pada 2008," katanya.
Pada tahun 2013, Inggris membubarkan lembaga OJK mereka, yakni FSA sehingga bukan hal yang mustahil apabila dalam waktu dekat OJK dibubarkan.
"Apalagi, kini situasi OJK sedang di titik nadir lantaran mendapat sorotan dari DPR RI, BPK, maupun Ombudsman," tutur Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tersebut.
Bamsoet mencontohkan pada permasalahan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB), BPK mencatat bahwa OJK tak melakukan uji kepatutan dan kelayakan kepada jajaran pengelola statuter yang ditunjuk untuk merestrukturisasi AJBB sehingga menyalahi UU Nomor 40/2014 tentang Perasuransian.
Dalam IHPS I/2018, BPK menemukan penerimaan pungutan OJK 2015-2017 sebesar Rp493,91 miliar belum diserahkan ke negara, penggunaan penerimaan atas pungutan melebihi pagu sebesar Rp9,75 miliar, gedung yang disewa dan telah dibayar Rp412,31 miliar tetapi tidak dimanfaatkan, dan utang pajak badan OJK per 31 Desember 2017 sebesar Rp901,10 miliar belum dilunasi.
"Di skandal Jiwasraya dengan gamblang menunjukkan betapa lemahnya 'self control' mekanisme pengawasan di internal OJK. Sebagaimana OJK Inggris (FSA) yang tak mampu mendeteksi kondisi keuangan bank penyedia kredit perumahan The Northern Rock," kata Bamsoet.
Setelah membubarkan FSA pada tahun 2013, kata dia, Inggris mengembalikan sistem pengawasannya ke Bank Sentral.
"Sudah saatnya fungsi pengawasan dan hal lainnya yang melekat di OJK dikembalikan kepada Bank Indonesia," pungkas Bamsoet.
Berita Terkait
Guna lindungi konsumen, OJK cabut izin 15 BPR dan BPRS
Senin, 14 Oktober 2024 10:43 Wib
KPK perlu dalami dugaan penyalahgunaan dana CSR BI dan OJK
Selasa, 8 Oktober 2024 16:36 Wib
OJK optimalkan Komunitas Link tingkatkan literasi-inklusi keuangan di Kalteng
Rabu, 2 Oktober 2024 9:38 Wib
OJK sebut BPR di Kalteng tumbuh cukup signifikan
Rabu, 2 Oktober 2024 7:08 Wib
Sektor jasa keuangan Kalteng stabil, disertai kinerja bertumbuh dan likuiditas memadai
Selasa, 1 Oktober 2024 12:48 Wib
OJK beri 173 sanksi terhadap LJK di sektor PPDP
Sabtu, 7 September 2024 14:07 Wib
Sukseskan Gencarkan, PT Bank Kalteng fasilitasi siswa SLB akses simpanan pelajar
Jumat, 23 Agustus 2024 4:56 Wib
OJK: Pemilik rekening judi online masuk daftar hitam di LJK
Jumat, 9 Agustus 2024 19:48 Wib